Pemilu mahal karena caleg tak pernah sapa konstituen
A
A
A
Sindonews.com - Biaya untuk menggelar hajat demokrasi rakyat, pemilihan umum (pemilu), terbilang sangat mahal. Mengenai banyaknya uang rakyat yang harus keluar untuk pesta ini, anggota Komisi III Fraksi Demokrat Saan Mustopa memiliki alasannya.
Saan menyatakan pemilu menjadi mahal lantaran banyak calon legislatif (caleg), baik yang baru maupun caleg bertahan (petahana), tidak pernah intens turun ke konstituennya. Hal tersebut berdampak pada biaya kampanye mahal.
Sehingga, banyak para caleg mengambil jalan pintas dengan mencari sumber pembiayaan kampanye dengan menghalalkan segala cara.
"Sebelum pemilu mereka anteng-anteng saja (tidak turun). Ini yang buat biaya bengkak karena mereka kerja instan," kata Saan saat diskusi bertajuk 'Dana Kampanye di Musim Pemilu' di Media Center KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Khusus untuk caleg petahana, sangat tidak masuk akal jika harus mengeluarkan biaya politik yang sangat mahal. Saan berpendapat, peluang menang tanpa kampanye mahal untuk caleg petahana bisa dilaksanakan jika rajin turun ke bawah.
Namun kesempatan itu, diakuinya justru kurang banyak dimanfaatkan para caleg lama. Sehingga istilah 'bayar utang' saat menjadi anggota dewan menjadi beban dan cenderung rawan penyimpangan.
"Apalagi stigma sekarang keluarkan dana kampanye besar maka dampaknya perilaku koruptif, itu juga kadang tidak semua benar," ujar Saan.
Sebagai caleg petahana, seharusnya fungsi kunjungan ke daerah pemilihan dianggap representatif dalam undang-undang. Tetapi, hal itu banyak disia-siakan. Alhasil, saat menjelang pemilu, caleg petahana malah berjibaku dengan caleg pendatang baru.
"Jadi bagi anggota DPR itu bagian otomatis meski dalam dapil itu tidak bisa dikatakan tidak kampanye juga," tutupnya.
Baca:
Biaya kampanye caleg per orang diprediksi mencapai Rp2 M
Pembahasan dana kampanye parpol dinilai tak serius
Saan menyatakan pemilu menjadi mahal lantaran banyak calon legislatif (caleg), baik yang baru maupun caleg bertahan (petahana), tidak pernah intens turun ke konstituennya. Hal tersebut berdampak pada biaya kampanye mahal.
Sehingga, banyak para caleg mengambil jalan pintas dengan mencari sumber pembiayaan kampanye dengan menghalalkan segala cara.
"Sebelum pemilu mereka anteng-anteng saja (tidak turun). Ini yang buat biaya bengkak karena mereka kerja instan," kata Saan saat diskusi bertajuk 'Dana Kampanye di Musim Pemilu' di Media Center KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Khusus untuk caleg petahana, sangat tidak masuk akal jika harus mengeluarkan biaya politik yang sangat mahal. Saan berpendapat, peluang menang tanpa kampanye mahal untuk caleg petahana bisa dilaksanakan jika rajin turun ke bawah.
Namun kesempatan itu, diakuinya justru kurang banyak dimanfaatkan para caleg lama. Sehingga istilah 'bayar utang' saat menjadi anggota dewan menjadi beban dan cenderung rawan penyimpangan.
"Apalagi stigma sekarang keluarkan dana kampanye besar maka dampaknya perilaku koruptif, itu juga kadang tidak semua benar," ujar Saan.
Sebagai caleg petahana, seharusnya fungsi kunjungan ke daerah pemilihan dianggap representatif dalam undang-undang. Tetapi, hal itu banyak disia-siakan. Alhasil, saat menjelang pemilu, caleg petahana malah berjibaku dengan caleg pendatang baru.
"Jadi bagi anggota DPR itu bagian otomatis meski dalam dapil itu tidak bisa dikatakan tidak kampanye juga," tutupnya.
Baca:
Biaya kampanye caleg per orang diprediksi mencapai Rp2 M
Pembahasan dana kampanye parpol dinilai tak serius
(hyk)