PWJ desak pemerintah tetapkan upah layak wartawan

Minggu, 09 Februari 2014 - 23:35 WIB
PWJ desak pemerintah tetapkan upah layak wartawan
PWJ desak pemerintah tetapkan upah layak wartawan
A A A
Sindonews.com - Pemerintah harus menetapkan jaminan asuransi kesehatan dan mengesahkan upah layak wartawan. Hal itu salah satu pesan dari salah satu organisasi wartawan, Poros Wartawan Jakarta (PWJ) dalam memperingati Hari Pers Nasional (HPN).

“Profesi wartawan jauh dari layak dan sejahtera,” kata Ketua Umum Poros Wartawan Jakarta B Ali Priambodo dalam siaran persnya, Minggu (9/2/2014).

Menurut dia, jika berdasar pada upah layak wartawan, gaji atau honor untuk wartawan pemula Rp3,5-4 juta, setelah dua tahun Rp6 juta dan seterusnya disertai dengan jaminan kesehatan, asuransi kecelakaan dan premi pendidikan jika wartawan tersebut mau melanjutkan jenjang pendidikan sesuai dengan kebutuhan kantor media terkait.

Dengan catatan upah sebaiknya juga disesuaikan dengan wilayah kerja wartawan, apakah itu di kepulauan, daerah terpencil atau tempat-tempat tertentu yang mengeluarkan ongkos lebih, atau tempat-tempat yang memang harga-harga kebutuhan pokok dan transportasi di atas rata-rata.

“Umumnya jurnalis sama-sama mencari berita, dan gajinya pun harusnya seragam, dan berdasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL), tapi pada kenyataannya berbeda antara elektronik dan online, sesuai kebutuhan dan kebijakan kantor media, dan kantor media harusnya berpijak pada upah layak wartawan,” terangnya,

Karena itu, PWJ mendesak pemerintah segera menetapkan dan mengesahkan upah layak wartawan dan jaminan asuransi kesehatan bagi wartawan secara nasional.

“Wartawan dalam UU diakui sebagai buruh, tanggung jawab terhadap jaminan kesehatan dan kesejahteraan tidak lagi semata-mata menjadi tanggung jawab perusahaan media, tetapi juga tanggung jawab negara, insan pers sebagai warga negara yang mempunyai fungsi menjalankan pelaksanaan pilar demokrasi, layak mendapat jaminan untuk meningkatkan kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan," tegasnya.

Ada lebih dari 50 jenis KHL dan itu tidak sebanding dengan upah yang diperoleh jurnalis saat ini. 50 jenis itu berdasarkan kebutuhan yang ditetapkan oleh Kementerian Tenaga Kerja.

Tapi setidaknya sejumlah kebutuhan di bawah ini seharusnya bisa menjadi ukuran upah layak yang harusnya bisa diterima wartawan, sandang (3-4 bulan sekali belanja pakaian, sepatu dll), papan (tetap, sewa, kontrak), pangan (lauk pauk sederhana minimal Rp15 ribu 3x sehari x 30 hari), pulsa Rp100 perbulan, hiburan (nonton 1x sebulan, piknik), service kendaraan (Minimal Rp200 ribu perbulan, termasuk biaya polis asuransi.

Di sisi lain, Priambodo mempertanyakan peringatan Hari Pers Nasional yang jatuh pada hari ini terutama menyangkut kemerdekaan untuk berekspresi belum diraih. Masih segar dalam ingatan beberapa persitiwa penyiksaan hingga pembunuhan yang dialami saudara-saudara kita yang berprofesi sebagai pemburu berita.

Sebut saja Ridwan, kontributor Sun TV tewas teraniaya saat meliput bentrok antar warga di Tual, Maluku Tenggara. Selanjutnya, wartawan Merauke TV ditemukan tewas mengambang di sebuah sungai di Merauke setelah dilaporkan hilang oleh keluarganya. Hasil otopsi menunjukkan adanya indikasi penganiayaan.

Lalu, seorang wartawan di Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam, mendapatkan teror akibat berita yang ditulisnya tentang pembalakan liar. Di Tangerang, wartawan Global TV dan Indosiar diancam akan dibakar hidup-hidup ketika sedang meliput kasus pencemaran lingkungan oleh sebuah pabrik.

“Demikian sedikit gambaran mengenai pengekangan kemerdekaan pers pada momentum Hari Pers Nasional tahun ini,” ujarnya.

Karena itu, pada momentum Hari Pers Nasional sebagai insan pers pihaknya menuntut ke negara untuk melindungi keselamatan wartawan dalam menjalankan tugasnya. Juga dari kesadaran semua pihak untuk menyelesaikan keberatan atas pemberitaan media secara beradab dan nir-kekerasan. Keselamatan wartawan masih masalah serius di Indonesia.

“Faktor yang menonjol adalah lemahnya perlindungan negara terhadap profesi wartawan. Pemerintah juga lamban merespons tindakan kekerasan yang terjadi, bahkan dalam beberapa kasus cenderung membiarkan. Kadaluwarsanya kasus pembunuhan Udin, wartawan Bernas, Yogyakarta, contoh tak terbantahkan di sini,” tegasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3362 seconds (0.1#10.140)