JK dorong rakyat Indonesia mandiri & bermental baja
A
A
A
Sindonews.com - Untuk memajukan dan mensejahterakan bangsa Indonesia, sudah saatnya diberlakukan ekonomi keumatan. Hal tersebut didasarkan dari mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Muslim.
Pernyataan itu dikatakan mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) saat menghadiri Sarasehan Nasional Ulama Pesantren & Cendekiawan Tentang Keagamaan, Keumatan dan Kebangsaan harlah ke-III Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Beji, Depok.
JK menyatakan, tapi kenyataannya banyak masyarakat belum sejahtera. Karena itu dirinya meminta kepada para Ulama dan Kiai, agar memberikan pencerahan pada umatnya dalam keseimbangan dunia maupun akhirat.
"Kunci kemajuan bangsa adalah semangat. Kita sebagai bangsa yang kaya akan alam. Tapi, ada bangsa yang miskin sumber daya alam seperti Korea Selatan, New Zealand dan lainnya," kata JK di Beji, Depok, Sabtu 8 Februari 2014, malam.
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengungkapkan, dalam berdakwah sudah saatnya menyampaikan pesan pada umat agar memiliki kemampuan dalam semua bidang temasuk ekonomi.
Pasalnya, muamalah itu bermula dari pedagang. Untuk itu, perlu adanya keseimbangan untuk menguasai banyak bidang, profesionalime dan salah satunya ekonomi.
"Nabi Muhammad sendiri adalah seorang pedagang. Namun, seringkali mendengar sunnah rasul hanya pada pernikahan. Sering menyebutkan dalam hadis Nabi kakinya bengak saat salat tahajud. Tapi, tak disebutkan bahwa tangan Nabi bengkak, kaki bengkak saat berdagang dari Syam," ucapnya.
Ia mencontohkan, gejolak di beberapa negara seperti Syuriah, Libya dan lainnya adalah, karena ketidakseimbangan dalam ekonomi. Untuk itu, dalam membangun ekonomi keumatan harus dibarengi semangat.
"Indonesia masyarakatnya masih 50 persen petani. Kalau produksi petani tidak naik, maka akan tersaingi oleh bangsa lain. Mari kita jadikan masjid sebagai rumah besar umat Islam. Di sekitarnya, kita dirikan Bank Syariah dan lainnya. Tujuannya, agar masyarakat bisa mempelajari perekonomian secara langsung dengan baik," terangnya.
Ia menilai, belum saatnya NU atau Muhammadiyah mendirikan lembaga keuangan. Meskipun baik, namun dibelakangnya akan timbul masalah. Lanjutnya, agar diajarkan pada masyarakat bagaimana cara mendirikan toko, perusahaan, pertambangan dan lainnya.
Menurutnya, kalau terpenuhi bisa dipastikan keseimbangan akan tercapai. "Bukannya mendorong menjadi pedagang, namun seorang pengusaha harus memiliki semangat, kreatifitas dan berani mengambil risiko. Dengan banyaknya pengusaha, maka akan banyak yang membayar membangun masjid. Sebab, Nabi sendiri adalah pengusaha begitu juga sahabatnya Usman, Abu Bakar dan lainnya," pungkasnya.
Pernyataan itu dikatakan mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) saat menghadiri Sarasehan Nasional Ulama Pesantren & Cendekiawan Tentang Keagamaan, Keumatan dan Kebangsaan harlah ke-III Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Beji, Depok.
JK menyatakan, tapi kenyataannya banyak masyarakat belum sejahtera. Karena itu dirinya meminta kepada para Ulama dan Kiai, agar memberikan pencerahan pada umatnya dalam keseimbangan dunia maupun akhirat.
"Kunci kemajuan bangsa adalah semangat. Kita sebagai bangsa yang kaya akan alam. Tapi, ada bangsa yang miskin sumber daya alam seperti Korea Selatan, New Zealand dan lainnya," kata JK di Beji, Depok, Sabtu 8 Februari 2014, malam.
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengungkapkan, dalam berdakwah sudah saatnya menyampaikan pesan pada umat agar memiliki kemampuan dalam semua bidang temasuk ekonomi.
Pasalnya, muamalah itu bermula dari pedagang. Untuk itu, perlu adanya keseimbangan untuk menguasai banyak bidang, profesionalime dan salah satunya ekonomi.
"Nabi Muhammad sendiri adalah seorang pedagang. Namun, seringkali mendengar sunnah rasul hanya pada pernikahan. Sering menyebutkan dalam hadis Nabi kakinya bengak saat salat tahajud. Tapi, tak disebutkan bahwa tangan Nabi bengkak, kaki bengkak saat berdagang dari Syam," ucapnya.
Ia mencontohkan, gejolak di beberapa negara seperti Syuriah, Libya dan lainnya adalah, karena ketidakseimbangan dalam ekonomi. Untuk itu, dalam membangun ekonomi keumatan harus dibarengi semangat.
"Indonesia masyarakatnya masih 50 persen petani. Kalau produksi petani tidak naik, maka akan tersaingi oleh bangsa lain. Mari kita jadikan masjid sebagai rumah besar umat Islam. Di sekitarnya, kita dirikan Bank Syariah dan lainnya. Tujuannya, agar masyarakat bisa mempelajari perekonomian secara langsung dengan baik," terangnya.
Ia menilai, belum saatnya NU atau Muhammadiyah mendirikan lembaga keuangan. Meskipun baik, namun dibelakangnya akan timbul masalah. Lanjutnya, agar diajarkan pada masyarakat bagaimana cara mendirikan toko, perusahaan, pertambangan dan lainnya.
Menurutnya, kalau terpenuhi bisa dipastikan keseimbangan akan tercapai. "Bukannya mendorong menjadi pedagang, namun seorang pengusaha harus memiliki semangat, kreatifitas dan berani mengambil risiko. Dengan banyaknya pengusaha, maka akan banyak yang membayar membangun masjid. Sebab, Nabi sendiri adalah pengusaha begitu juga sahabatnya Usman, Abu Bakar dan lainnya," pungkasnya.
(maf)