Denny bantah pelarian Anggoro dibantu oknum Imigrasi
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana membantah adanya oknum dari pihak imigrasi yang membantu pelarian buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Anggoro Widjojo dari Indonesia ke China dengan cara memalsukan dokumen serta paspor.
"Jangan langsung mengambil kesimpulan dong. Kemungkinan, pemalsuan dokumen itu bisa dilakukan di luar negeri," tegas Denny di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2014).
Denny akan melakukan penyelidikan internal jika ada oknum di dalam Kantor Imigrasi yang membantu proses pelarian buronan KPK tersebut. "Kami akan melakukan penyelidikan internal. Pokoknya kita melakukan penyelidikan," pungkas Denny.
Kasus Anggoro meledak menjadi skandal besar di antara KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung setelah adiknya, Anggodo Widjojo berusaha memengaruhi penyidik Polri dan memperkarakan pimpinan KPK waktu itu Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Inilah bagian awal dari skandal Cicak Vs Buaya Jilid I.
Anggodo bersama Presiden Direktur (Presdir) PT Masaro Radiocom Putranefo Alexander Prayugo, mantan Anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Golkar Azwar Chesputra, Hilman Indra (Fraksi PBB), dan Fahri Andi Leluasa (Fraksi Golkar) telah divonis bersalah dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Putranefo terbukti telah memperkaya diri sendiri, PT Masaro Radiokom dan orang lain dalam proyek SKRT yang dimenangkan perusahaan tersebut. Rinciannya, memperkaya mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandojo Siswanto sebesar Rp20 juta dan USD10.000, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dephut Boen Mochtar Purnama sebesar USD20.000, dan PT Masaro Radiokom sebesar Rp89,3 miliar.
Dalam kasus ini, Azwar, Hilman, dan Fahri Andi divonis terbukti menerima uang dalam rangka memuluskan persetujuan anggaran proyek SKRT yang dimenangkan PT Masaro Radiokom. Azwar menerima sebesar 5.000 dolar Singapura, Fahri 30.000 dolar Singapura, dan Hilman sebesar 140.000 dolar Singapura.
Uang pelicin itu berasal dari Anggoro, yang didistribusikan melalui mantan Ketua Komisi IV Yusuf Erwin Faisal. KPK juga pernah memeriksa sejumlah saksi untuk tersangka Anggoro di antaranya mantan Menteri Kehutanan MS Ka'ban.
Baca berita:
KPK siap tuntut berat Anggoro Widjojo
"Jangan langsung mengambil kesimpulan dong. Kemungkinan, pemalsuan dokumen itu bisa dilakukan di luar negeri," tegas Denny di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2014).
Denny akan melakukan penyelidikan internal jika ada oknum di dalam Kantor Imigrasi yang membantu proses pelarian buronan KPK tersebut. "Kami akan melakukan penyelidikan internal. Pokoknya kita melakukan penyelidikan," pungkas Denny.
Kasus Anggoro meledak menjadi skandal besar di antara KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung setelah adiknya, Anggodo Widjojo berusaha memengaruhi penyidik Polri dan memperkarakan pimpinan KPK waktu itu Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Inilah bagian awal dari skandal Cicak Vs Buaya Jilid I.
Anggodo bersama Presiden Direktur (Presdir) PT Masaro Radiocom Putranefo Alexander Prayugo, mantan Anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Golkar Azwar Chesputra, Hilman Indra (Fraksi PBB), dan Fahri Andi Leluasa (Fraksi Golkar) telah divonis bersalah dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Putranefo terbukti telah memperkaya diri sendiri, PT Masaro Radiokom dan orang lain dalam proyek SKRT yang dimenangkan perusahaan tersebut. Rinciannya, memperkaya mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandojo Siswanto sebesar Rp20 juta dan USD10.000, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dephut Boen Mochtar Purnama sebesar USD20.000, dan PT Masaro Radiokom sebesar Rp89,3 miliar.
Dalam kasus ini, Azwar, Hilman, dan Fahri Andi divonis terbukti menerima uang dalam rangka memuluskan persetujuan anggaran proyek SKRT yang dimenangkan PT Masaro Radiokom. Azwar menerima sebesar 5.000 dolar Singapura, Fahri 30.000 dolar Singapura, dan Hilman sebesar 140.000 dolar Singapura.
Uang pelicin itu berasal dari Anggoro, yang didistribusikan melalui mantan Ketua Komisi IV Yusuf Erwin Faisal. KPK juga pernah memeriksa sejumlah saksi untuk tersangka Anggoro di antaranya mantan Menteri Kehutanan MS Ka'ban.
Baca berita:
KPK siap tuntut berat Anggoro Widjojo
(kri)