KPK siap tuntut berat Anggoro Widjojo
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersiap mempertimbangkan untuk menuntut berat pemilik PT Masaro Radiocom Anggoro Widjojo dalam kasus dugaan suap pengadaan proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan (Dephut) 2007.
Pertimbangan utama adalah Anggoro buron lebih dari empat tahun sejak 17 Juli 2009 hingga ditangkap pada 29 Januari 2014.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, pihaknya akan segera melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Anggoro pasca penahanannya Sabtu 31 Januari lalu. Pemeriksaan akan terfokus pada sangkaan pemberi suap. Selain itu akan menyusul pemeriksan saksi-saksi. Tetapi Johan belum mengetahui siapa saja saksinya dan kapan waktu pemeriksaan. KPK akan mempertimbangan menuntut Anggoro dengan hukuman yang berat.
"Saya kira, efeknya nanti pada tuntutan ya. Kan dia tidak koperatif, melarikan diri. Iya tuntutannya nanti diperhitungkan dengan pas dia melarikan diri itu. Artinya kan dia tidak kooperatif," ujar Johan saat dihubungi Koran SINDO di Jakarta, Minggu (2/2/2014).
Dia menjelaskan, publik harus memahami bahwa Anggoro disangkakan melakukan korupsi dalam pengadaan SKRT. Bukan tidak disangkakan. Tetapi terkait dengan dugaan pemberian suap kepada sejumlah anggota Komisi IV DPR 2004-2009 sesuai dengan pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau pasal 13 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Tetapi kata dia, pihaknya masih terus mengembangkan, dugaan keterlibatan Angggoro dalam korupsi pengadaan yang berakaitan dengan markup yang sudah menjerat Anggodo Widjojo dan Direktur Utama PT Masaro Radiocom Putranefo Alexander Prayugo.
"Ini kan masih dikembangkan. Tapi terlalu dini saya katakan ada sangkaan itu. Jadi fokus di penyuapannya dulu. Bahwa nanti bisa berkembang kita lihat nanti," bebernya.
Dia menandaskan, sebelumnya sudah ada putusan pengadilan terkait Anggodo, Putranefo, dan mantan anggota DPR Komisi IV. Putusan-putusan itu akan menjadi bahan bagi penyidik untuk mendalami keterlibatan Anggoro dalam korupsi pengadaannya. Bahkan melihat dugaan keterlibatan pihak lain. Karenanya KPK tidak akan berhenti sampai di titik penangkapan dan penahanan Anggoro.
"Tentu nanti dilihat dari hasil pengembangan kasus Anggoro ini seperti apa. Apakah ada dua alat bukti apa enggak," ucapnya.
Kasus Anggoro ini meledak menjadi skandal besar di antara KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung setelah adiknya, Anggodo Widjodjo berusaha mempengaruhi penyidik Polri dan memperkarakan pimpinan KPK waktu itu Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Inilah bagian awal dari skandal Cicak Vs Buaya Jilid I.
Anggodo bersama Presiden Direktur (Presdir) PT Masaro Radiocom Putranefo Alexander Prayugo, mantan anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Golkar Azwar Chesputra, Hilman Indra (Fraksi PBB), dan Fahri Andi Leluasa (Fraksi Golkar) telah divonis bersalah dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Putranefo terbukti telah memperkaya diri sendiri, PT Masaro Radiokom dan orang lain dalam proyek SKRT yang dimenangkan perusahaan tersebut. Rinciannya, memperkaya mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandojo Siswanto sebesar Rp20 juta dan USD10.000, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dephut Boen Mochtar Purnama sebesar USD20.000, dan PT Masaro Radiokom sebesar Rp89,3 miliar.
Dalam kasus ini, Azwar, Hilman, dan Fahri Andi divonis terbukti menerima uang dalam rangka memuluskan persetujuan anggaran proyek SKRT yang dimenangkan PT Masaro Radiokom. Azwar menerima sebesar 5.000 dolar Singapura, Fahri 30.000 dolar Singapura, dan Hilman sebesar 140.000 dolar Singapura. Uang pelicin itu berasal dari Anggoro, yang didistribusikan melalui mantan Ketua Komisi IV Yusuf Erwin Faisal.
KPK juga pernah memeriksa sejumlah saksi untuk tersangka Anggoro di antaranya mantan Menteri Kehutanan MS Ka'ban.
Baca:
Tahan Anggoro, KPK incar MS Ka'ban
Tak ada tempat aman bagi pelaku korupsi
Ini kronologi pengejaran Anggoro sejak jadi DPO
Pertimbangan utama adalah Anggoro buron lebih dari empat tahun sejak 17 Juli 2009 hingga ditangkap pada 29 Januari 2014.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, pihaknya akan segera melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Anggoro pasca penahanannya Sabtu 31 Januari lalu. Pemeriksaan akan terfokus pada sangkaan pemberi suap. Selain itu akan menyusul pemeriksan saksi-saksi. Tetapi Johan belum mengetahui siapa saja saksinya dan kapan waktu pemeriksaan. KPK akan mempertimbangan menuntut Anggoro dengan hukuman yang berat.
"Saya kira, efeknya nanti pada tuntutan ya. Kan dia tidak koperatif, melarikan diri. Iya tuntutannya nanti diperhitungkan dengan pas dia melarikan diri itu. Artinya kan dia tidak kooperatif," ujar Johan saat dihubungi Koran SINDO di Jakarta, Minggu (2/2/2014).
Dia menjelaskan, publik harus memahami bahwa Anggoro disangkakan melakukan korupsi dalam pengadaan SKRT. Bukan tidak disangkakan. Tetapi terkait dengan dugaan pemberian suap kepada sejumlah anggota Komisi IV DPR 2004-2009 sesuai dengan pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau pasal 13 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Tetapi kata dia, pihaknya masih terus mengembangkan, dugaan keterlibatan Angggoro dalam korupsi pengadaan yang berakaitan dengan markup yang sudah menjerat Anggodo Widjojo dan Direktur Utama PT Masaro Radiocom Putranefo Alexander Prayugo.
"Ini kan masih dikembangkan. Tapi terlalu dini saya katakan ada sangkaan itu. Jadi fokus di penyuapannya dulu. Bahwa nanti bisa berkembang kita lihat nanti," bebernya.
Dia menandaskan, sebelumnya sudah ada putusan pengadilan terkait Anggodo, Putranefo, dan mantan anggota DPR Komisi IV. Putusan-putusan itu akan menjadi bahan bagi penyidik untuk mendalami keterlibatan Anggoro dalam korupsi pengadaannya. Bahkan melihat dugaan keterlibatan pihak lain. Karenanya KPK tidak akan berhenti sampai di titik penangkapan dan penahanan Anggoro.
"Tentu nanti dilihat dari hasil pengembangan kasus Anggoro ini seperti apa. Apakah ada dua alat bukti apa enggak," ucapnya.
Kasus Anggoro ini meledak menjadi skandal besar di antara KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung setelah adiknya, Anggodo Widjodjo berusaha mempengaruhi penyidik Polri dan memperkarakan pimpinan KPK waktu itu Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Inilah bagian awal dari skandal Cicak Vs Buaya Jilid I.
Anggodo bersama Presiden Direktur (Presdir) PT Masaro Radiocom Putranefo Alexander Prayugo, mantan anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Golkar Azwar Chesputra, Hilman Indra (Fraksi PBB), dan Fahri Andi Leluasa (Fraksi Golkar) telah divonis bersalah dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Putranefo terbukti telah memperkaya diri sendiri, PT Masaro Radiokom dan orang lain dalam proyek SKRT yang dimenangkan perusahaan tersebut. Rinciannya, memperkaya mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandojo Siswanto sebesar Rp20 juta dan USD10.000, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dephut Boen Mochtar Purnama sebesar USD20.000, dan PT Masaro Radiokom sebesar Rp89,3 miliar.
Dalam kasus ini, Azwar, Hilman, dan Fahri Andi divonis terbukti menerima uang dalam rangka memuluskan persetujuan anggaran proyek SKRT yang dimenangkan PT Masaro Radiokom. Azwar menerima sebesar 5.000 dolar Singapura, Fahri 30.000 dolar Singapura, dan Hilman sebesar 140.000 dolar Singapura. Uang pelicin itu berasal dari Anggoro, yang didistribusikan melalui mantan Ketua Komisi IV Yusuf Erwin Faisal.
KPK juga pernah memeriksa sejumlah saksi untuk tersangka Anggoro di antaranya mantan Menteri Kehutanan MS Ka'ban.
Baca:
Tahan Anggoro, KPK incar MS Ka'ban
Tak ada tempat aman bagi pelaku korupsi
Ini kronologi pengejaran Anggoro sejak jadi DPO
(hyk)