Tahan Anggoro, KPK incar MS Kaban

Sabtu, 01 Februari 2014 - 03:17 WIB
Tahan Anggoro, KPK incar...
Tahan Anggoro, KPK incar MS Kaban
A A A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membidik mantan Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan (Sekjen Dephut) Boen Mochtar Purnama dan mantan Menhut MS Kaban dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Dephut 2007 pasca penahanan tersangka pemilik PT Masaro Radiocom Anggoro Widjojo, di Rutan Guntur KPK.

Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 19 Juni 2009 Anggoro merupakan tersangka kasus dugaan suap pengurusan anggaran proyek tersebut kepada beberapa mantan anggota Komisi IV DPR.

Anggoro disangkakan dengan pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau pasal 13 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dia menuturkan, kasus ini masih dikembangkan, baik untuk melihat keterkaitan Anggoro dengan kasus terpidana Anggodo Widjojo dan Direktur PT Masaro Radiocom Putranefo Alexander Prayugo dalam dugaan korupsi pengadaannya serta mendalami keterlibatan pihak lain.

"Keterlibatan pihak lain, sekjen dan menhut saat itu (proyek berjalan) masih panjang, masih dibutuhkan pendalaman dan penelusuran lebih jauh. Insya Allah tidak akan berhenti di AW," ujar Abraham saat konferensi pers di Gedung KPK Jumat 31 Januari dini hari.

Dalam konferensi pers turut hadir Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto, Deputi Penindakan KPK Warih Sadono berserta jajaran, Konsul Imigrasi Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Guangzhou Jamaruli Manihuruk beserta tim, Sekretaris Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ida Bagus K Adnyana, dan Juru Bicara KPK Johan Budi SP.

Anggoro ditangkap oleh Public Security Berau (PSB) atau Imigrasi Shenzen bersama Kepolisian Kepolisian Shenzen, China di check point atau land border Hongkong-Shenzen, pada Rabu 29 Januari. Penangkapan itu sebelumnya sudah didahului koordinasi intensif antara Konsulat Jenderal Imigrasi Indonesia di Ghuanzou, KPK, dan beberapa pihak. Anggoro kemudian dibawa dari Ghuangzou ke Indonesia.

Tim KPK, tim Imigrasi, bersama belasan polisi laras panjang yang membawa Anggoro tiba di pelataran Gedung KPK sekitar pukul 22.38 WIB, Kamis 30 Januari. Penyidik terpantau membawa dua koper besar jenis travel bag berwarna biru dan bungkusan yang terlapisi kertas koran dan plastik.

Setelah menjalani pemeriksaan dari Kamis 30 Januari pukul 22.40 WIB hingga Jumat 31 Januari pukul 03.00 WIB, Anggoro langsung digelandang KPK ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK, di Pomdam Jaya.

Dikonfirmasi apa isi koper dan bungkusan yang dibawa penyidik, Abraham belum bisa memastikan. Pasalnya saat masuk, penyidik langsung memeriksa Anggoro. Termasuk mengkonfirmasi barang-barang yang disita.

"Saya minta teman-teman wartawan bersabar. Benda-benda apa yang dibawa itu kita mesti lakukan verifikasi dan pendalaman kepada AW," tandasnya.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto menyatakan, ada tiga hal yang perlu disampaikan terkait penangkapan Anggoro. Pertama, preview proses penyidikannya. Kedua, konstruksi kasus Anggoro. Ketiga, orang-orang yang terlibat dan berkaitan dengan Anggoro.

Poin pertama, berdasarkan sprindik 19 Juni 2009 atas nama tersangka Anggoro yang didasarkan pada Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK) tertanggal 19 Juni 2009. Setelah itu dilakukan panggilan pertama pada 26 Juni 2009, kedua pada 29 Juni 2009.

Dua panggilan itu tidak hadir dan kemudian KPK memasukannya dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 17 Juli 2009.

"Dan sejak saat itu KPK terus lakukan pelacakan tersangka AW dengan bekerja sama dan koordinasi dengan beberapa pihak. Sampai akhirnya tertangkap di Shenzen, China," ungkapnya.

Bagian kedua soal posisi kasusnya. Anggoro diduga melakukan tipikor berupa memberi atau menjanjikan seuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar pegawai negeri atau penyelenggara negara itu berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Pemberian itu terkait pengajuan anggaran SKRT Dephut tahun 2007.

"Sedikit kronologis kasusnya, PT Masaro Radicom itu rekanan dalam SKRT sudah sejak lama. Pada tahun anggaran 2007, PT Masaro ini lewat AW memberikan fee kepada pejabat di Dephut untuk meloloskan kegiatan revitalisasi SKRT 2007," bebernya.

Selanjutnya Dephut pada saat itu juga mengajukan rancangan pagu anggaran 69 program gerakan nasional revitalisasi/rehabilitasi hutan dan lahan yg di dalamnya terdapat revitalisasi SKRT yang nilainya sekitar Rp180 miliar dan diajukan kepada Komisi IV DPR. Diduga lanjut Bambang, atas persetujuan Anggoro tersebut, juga berikan sejumlah uang kepada beberapa anggota DPR Komisi IV saat itu.

"Yusuf Erwin Faisal Ketua Komisi IV. Beberapa lainnya anggota Komisi IV DPR Azwar Chesputra, Hilman Indra, dan Fahri Andi Leluasa (Fraksi Golkar). Mereka sudah divonis pidana penjara disertai denda," imbuhnya.

Berikutnya, mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandojo Siswanto dan Direktur Utama PT Masaro Radiocom Putranefo Alexander Prayugo yang sudah divonis pidana penjara dan denda. Bambang menuturkan, pihaknya saat ini fokus pada sangkaan Anggoro berdasar sprindik yang dikeluarkan pada 19 Juni 2009. Tetapi kata dia, pihaknya sudah mengidentifikasi bahwa ada beberapa dugaan yang bisa jadi akan disangkakan kepada Anggoro.

"Bahwa ada pidana lain, kalau ada bukti-bukti yang kuat kami akan dorong ke sana. Jadi tidak tutup kemungkinan untuk dikembangkan pada yang lain berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan," bebernya.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8089 seconds (0.1#10.140)