Ubah Permenkes karena hambat layanan kesehatan di RS
A
A
A
Sindonews.com - Presidium Komite Aksi Jaminan Nasional (KJAS) Indra Munaswar mengatakan, permasalahan besar terjadi di lapangan, dikarenakan adanya Permenkes Nomor 96 Tahun 2013 di dalamnya diatur tarif pengobatan serta obat-obatan yang masuk dalam sistem Indonesia Case Based Groups (INA CBGs).
INA CBGs sangat membatasi tindakan medis dalam pengobatan penyakit dari indikasi medis yang sudah diperhitungkan dari Permenkes tersebut.
Dia mencontohkan, dalam penanganan DBD yang diindikasikan selama tujuh hari, namun setelah tujuh hari dan penyakitnya belum sembuh pasien sudah disuruh pulang.
"Sistem INA CBGs menghambat pelayanan kesehatan di rumah sakit (RS). Pemerintah harus merubah Permenkes tersebut," kata Indra di Jakarta, Jumat 24 Januari 2014.
Menurutnya, seharusnya Permenkes tersebut dilihat dari berbagai sisi mulai dari tindakan medis, lamanya perawatan, obat-obatan, dan alat-alat kesehatan.
Sementara, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin mengatakan, tarif INA CBGs kacau selain tarifnya yang tidak lengkap, tarif yang diberlakukan juga kecil. Paket INA CBGs juga memberatkan rumah sakit yang melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Menurutnya, penentuan tarif INA CBGs melenceng dari kaidah standar pelayanan minimum dan perhitungan hospital base rate. Dia mencontohkan tindakan operasi usus buntu di RS swasta tipe C hanya diberikan jatah harga sebesar Rp2,1 juta.
"Hal itu tidak masuk akal, dengan tarif yang rendah rumah sakit swasta akan susah untuk melayani pasien," pungkasnya.
Permenkes soal pelayanan kesehatan didesak dicabut
INA CBGs sangat membatasi tindakan medis dalam pengobatan penyakit dari indikasi medis yang sudah diperhitungkan dari Permenkes tersebut.
Dia mencontohkan, dalam penanganan DBD yang diindikasikan selama tujuh hari, namun setelah tujuh hari dan penyakitnya belum sembuh pasien sudah disuruh pulang.
"Sistem INA CBGs menghambat pelayanan kesehatan di rumah sakit (RS). Pemerintah harus merubah Permenkes tersebut," kata Indra di Jakarta, Jumat 24 Januari 2014.
Menurutnya, seharusnya Permenkes tersebut dilihat dari berbagai sisi mulai dari tindakan medis, lamanya perawatan, obat-obatan, dan alat-alat kesehatan.
Sementara, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin mengatakan, tarif INA CBGs kacau selain tarifnya yang tidak lengkap, tarif yang diberlakukan juga kecil. Paket INA CBGs juga memberatkan rumah sakit yang melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Menurutnya, penentuan tarif INA CBGs melenceng dari kaidah standar pelayanan minimum dan perhitungan hospital base rate. Dia mencontohkan tindakan operasi usus buntu di RS swasta tipe C hanya diberikan jatah harga sebesar Rp2,1 juta.
"Hal itu tidak masuk akal, dengan tarif yang rendah rumah sakit swasta akan susah untuk melayani pasien," pungkasnya.
Permenkes soal pelayanan kesehatan didesak dicabut
(maf)