Dilema pemekaran daerah
A
A
A
Sindonews.com - Pemekaran daerah dalam realitasnya tidak dapat menjadi alternatif dalam percepatan pembangunan. Apalagi, berdasarkan hasil evaluai yang telah dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) 80% darah otonomi baru (DOB) dinilai gagal.
Namun disisi lain, pemekaran bukanlah hal yang harus dihindari. Alasannya, tanpa pemekaran kehadiran negara tidak dapat segera dirasakan di daerah-daerah perbatasan, kepulauan maupun daerah terpencil.
Penting bagi pemerintah pusat untuk memberikan perhatian khusus terhadap daerah otonomi baru (DOB). Dalam hal ini perhatian terhadap daerah-daerah yang sudah terlanjur dimekakarkan dan tidak menunjukkan kemajuan. Selain itu, perhatian kepada daerah-daerah yang baru saja dimekarkan.
Direktur eksekutif KPPOD, Robert Endi Jaweng mengakui memang cukup dilematis bagi pemerintah maupun DPR dalam proses melakukan pemekaran. Sebab, selain gambaran kegagalan DOB, kedua lembaga negara ini juga perlu memikirkan bagaimana agar percepatan pembangunan dilakukan.
“Harus diakui sebenarnya pemekaran merupakan salah satu rute alternatif percepatan dan pemerataan pembangunan,” kata Robert saat dihubungi Sindo di Jakarta, Selasa, 21 Januari 2014.
Dia mengatakan dengan melihat banyaknya DOB yang gagal bukan berarti harus antiterhadap pemakaran. Menurutnya, baik DPR maupun pemerintah perlu mempertimbangkan dua hal dalam melakukan pemekaran yakni, potensi yang dimiliki daerah dan urgensi dilakukan pemekaran.
Lanjutnya, memang ada daerah yang berpotensi untuk dilakukan pemekaran, tetapi tidak bersifat mendesak. Nemun ada daerah yang secara potensi tidak pantas mekar tapi memliki urgensi untuk dilakukan pemekaran. Dia menambahkan, pemerintah perlu memperhatikan daerah perbatasan, kepulauan, dan daerah pedalaman.
“Jika tidak dibuka maka negara tidak akan pernah hadir di sana. Misalnya daerah pedalaman, kadang tidak potensial, penduduknya sedikit. Daerah perbatasan maka akan ada aparat militer seperti korem atau kodim. Indonesia perlu hadir di daerah perbataasn,” ucapnya.
Simak artikel mengenai Otda dan penguasa daerah.
Namun disisi lain, pemekaran bukanlah hal yang harus dihindari. Alasannya, tanpa pemekaran kehadiran negara tidak dapat segera dirasakan di daerah-daerah perbatasan, kepulauan maupun daerah terpencil.
Penting bagi pemerintah pusat untuk memberikan perhatian khusus terhadap daerah otonomi baru (DOB). Dalam hal ini perhatian terhadap daerah-daerah yang sudah terlanjur dimekakarkan dan tidak menunjukkan kemajuan. Selain itu, perhatian kepada daerah-daerah yang baru saja dimekarkan.
Direktur eksekutif KPPOD, Robert Endi Jaweng mengakui memang cukup dilematis bagi pemerintah maupun DPR dalam proses melakukan pemekaran. Sebab, selain gambaran kegagalan DOB, kedua lembaga negara ini juga perlu memikirkan bagaimana agar percepatan pembangunan dilakukan.
“Harus diakui sebenarnya pemekaran merupakan salah satu rute alternatif percepatan dan pemerataan pembangunan,” kata Robert saat dihubungi Sindo di Jakarta, Selasa, 21 Januari 2014.
Dia mengatakan dengan melihat banyaknya DOB yang gagal bukan berarti harus antiterhadap pemakaran. Menurutnya, baik DPR maupun pemerintah perlu mempertimbangkan dua hal dalam melakukan pemekaran yakni, potensi yang dimiliki daerah dan urgensi dilakukan pemekaran.
Lanjutnya, memang ada daerah yang berpotensi untuk dilakukan pemekaran, tetapi tidak bersifat mendesak. Nemun ada daerah yang secara potensi tidak pantas mekar tapi memliki urgensi untuk dilakukan pemekaran. Dia menambahkan, pemerintah perlu memperhatikan daerah perbatasan, kepulauan, dan daerah pedalaman.
“Jika tidak dibuka maka negara tidak akan pernah hadir di sana. Misalnya daerah pedalaman, kadang tidak potensial, penduduknya sedikit. Daerah perbatasan maka akan ada aparat militer seperti korem atau kodim. Indonesia perlu hadir di daerah perbataasn,” ucapnya.
Simak artikel mengenai Otda dan penguasa daerah.
(kur)