Pengelolaan anggaran pendidikan rawan korupsi
A
A
A
Sindonews.com - Semestinya anggaran pendidikan yang semakin besar diikuti pula dengan keterbukaan informasi dan perbaikan layanan kepada masyarakat. Namun, yang terjadi saat ini malah sebaliknya yakni semakin banyak anggaran semakin tinggi pula penyimpangan yang dilakukan pejabat di daerah.
“Apalagi manajemen anggaran pendidikannya pun juga tidak dikelola dengan baik,” kata Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar ketika dihubungi SINDO, Selasa 21 Januari 2014.
Mantan petinggi KPK ini menjelaskan, anggaran transfer daerah paling rawan untuk dikorupsi. Tahun ini saja pemerintah pusat mentransfer dana Rp238 triliun ke kabupaten/kota. Dana transfer daerah, dipakai untuk membayar tunjangan dan gaji guru, dana alokasi khusus, dana otonomi khusus, rehabilitasi sekolah dan bantuan operasional sekolah.
Menurutnya, dana transfer itu ditambah dengan 20 persen dana pendidikan dari APBD juga tidak pernah terawasi dengan baik selama ini. “Setiap tahun tidak pernah ada yang mengawasi pemakaian anggaran ini. Sudah tentu keadaan ini berimbas pada pelayanan publik yang dilakukan semaunya oleh pemerintah daerah,” ungkapnya.
Karena itu, ujarnya, Irjen pun tahun kemarin menandatangani perjanjian kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk bersama-sama turun mengawasi. Tahun ini ketiganya akan mulai bekerja untuk memantau dana transfer ataupun masalah yang belum teratasi seperti tunjangan guru yang mengendap Rp8 triliun di daerah.
Haryono menerangkan, semestinya pengawasan anggaran di daerah itu dilakukan oleh inspektorat daerah. Akan tetapi pengawasan internal di daerah tidak berjalan maksimal. Padahal pejabat daerah semestinya tahu bahwa anggaran pendidikan itu untuk menopang pelayanan yang paling dasar.
“Pemerintah pusat pun tidak dapat berpangku tangan. Kita harus mencari solusi. Maka di bawah timnya KPK kita bisa masuk ke pemerintah daerah,” terangnya.
Sementara, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) bidang Pendidikan Musliar Kasim menambahkan, untuk melihat kasus ini harus dilihat dari daerahnya masing-masing. Pasalnya tidak semua dinas pendidikan berkinerja buruk seperti itu.
Bahkan, ujar mantan rektor Universitas Andalas padang ini, justru cukup banyak daerah yang melebihi standar pelayanan minimal.
Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri berpendapat, dinas Pendidikan adalah lembaga yang paling banyak melakukan korupsi dana pendidikan. Dalam sepuluh tahun terakhir, dinas pendidikan paling sedikit telah melakukan 151 praktik korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp356,5 miliar.
“Gelar juara dalam pemantauan satu dasawarsa pendidikan yang kami lakukan kami berikan ke dinas pendidikan,” terangnya.
Febri menerangkan, sasaran empuk korupsi dana pendidikan ialah DAK. Padahal, DAK ditujukan untuk membangun dan memperbaiki gedung sekolah serta sarana prasarana lain. Lalu peringkat kedua diduduki dana BOS dan pengadaan infrastruktur sekolah/madrasah.
Modus yang dilakukan untuk menyelewengkan DAK dan BOS ialah penggelapan dan markup. Ada 106 kasus dengan kerugian negara Rp248,5 miliar pada penggelapan. Sementara ada 59 kasus markup dengan kerugian negara Rp195,8 miliar.
Baca berita:
Semua pihak berperan majukan pendidikan
“Apalagi manajemen anggaran pendidikannya pun juga tidak dikelola dengan baik,” kata Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar ketika dihubungi SINDO, Selasa 21 Januari 2014.
Mantan petinggi KPK ini menjelaskan, anggaran transfer daerah paling rawan untuk dikorupsi. Tahun ini saja pemerintah pusat mentransfer dana Rp238 triliun ke kabupaten/kota. Dana transfer daerah, dipakai untuk membayar tunjangan dan gaji guru, dana alokasi khusus, dana otonomi khusus, rehabilitasi sekolah dan bantuan operasional sekolah.
Menurutnya, dana transfer itu ditambah dengan 20 persen dana pendidikan dari APBD juga tidak pernah terawasi dengan baik selama ini. “Setiap tahun tidak pernah ada yang mengawasi pemakaian anggaran ini. Sudah tentu keadaan ini berimbas pada pelayanan publik yang dilakukan semaunya oleh pemerintah daerah,” ungkapnya.
Karena itu, ujarnya, Irjen pun tahun kemarin menandatangani perjanjian kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk bersama-sama turun mengawasi. Tahun ini ketiganya akan mulai bekerja untuk memantau dana transfer ataupun masalah yang belum teratasi seperti tunjangan guru yang mengendap Rp8 triliun di daerah.
Haryono menerangkan, semestinya pengawasan anggaran di daerah itu dilakukan oleh inspektorat daerah. Akan tetapi pengawasan internal di daerah tidak berjalan maksimal. Padahal pejabat daerah semestinya tahu bahwa anggaran pendidikan itu untuk menopang pelayanan yang paling dasar.
“Pemerintah pusat pun tidak dapat berpangku tangan. Kita harus mencari solusi. Maka di bawah timnya KPK kita bisa masuk ke pemerintah daerah,” terangnya.
Sementara, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) bidang Pendidikan Musliar Kasim menambahkan, untuk melihat kasus ini harus dilihat dari daerahnya masing-masing. Pasalnya tidak semua dinas pendidikan berkinerja buruk seperti itu.
Bahkan, ujar mantan rektor Universitas Andalas padang ini, justru cukup banyak daerah yang melebihi standar pelayanan minimal.
Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri berpendapat, dinas Pendidikan adalah lembaga yang paling banyak melakukan korupsi dana pendidikan. Dalam sepuluh tahun terakhir, dinas pendidikan paling sedikit telah melakukan 151 praktik korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp356,5 miliar.
“Gelar juara dalam pemantauan satu dasawarsa pendidikan yang kami lakukan kami berikan ke dinas pendidikan,” terangnya.
Febri menerangkan, sasaran empuk korupsi dana pendidikan ialah DAK. Padahal, DAK ditujukan untuk membangun dan memperbaiki gedung sekolah serta sarana prasarana lain. Lalu peringkat kedua diduduki dana BOS dan pengadaan infrastruktur sekolah/madrasah.
Modus yang dilakukan untuk menyelewengkan DAK dan BOS ialah penggelapan dan markup. Ada 106 kasus dengan kerugian negara Rp248,5 miliar pada penggelapan. Sementara ada 59 kasus markup dengan kerugian negara Rp195,8 miliar.
Baca berita:
Semua pihak berperan majukan pendidikan
(kri)