Biaya saksi partai bukan tanggung jawab negara
A
A
A
Sindonews.com - Anggaran sebesar RP1,5 triliun untuk pengawas tempat pemungutan suara (TPS) dan saksi Pemilu 2014 dinilai tidak wajar. Jumlah sebesar itu dianggap sebagai pemberososan di tengah Indonesia mengalami himpitan ekonomi.
Direktur lingkar madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan hanya pemilu saat ini yang mengalokasikan anggaran begitu besar untuk pengawas dan saksi. Anehnya, kata Ray, saksi dari partai politik malah dibiayai negara.
"Entah apa yang ada dipikiran penyelenggara pemilu, khususnya Bawaslu," kata Ray melalui siaran persnya yang diterima Sindonews, Jakarta, Selasa (20/1/2014).
Dana Rp 1,5 Triliun tersebut dibagi menjadi dua kategori. Kelompok pertama alokasi dana sebesar Rp800 miliar yang diperuntukkan bagi gerakan sejuta relawan dan mitra pengawas pemilu lapangan (PPL) yang diinisiasi oleh lembaga bentukan Muhammad tersebut.
Menurut Ray, pembentukan PPL yang bakal dibiayai melalui anggaran tersebut belum memiliki dasar hukum yang kuat. Dia menilai adanya PPL merupakan kreasi dari Bawaslu dengan mendasarkan diri pada asumsi kesulitan dalam mengawasi pencoblosan atau penyaluran suara publik pada hari pemungutan suara.
"Selain dasar hukum yang tak jelas, keberadaan mitra PPL ini sendiri tumpang tindih. Sebab, pengawasan di tingkat TPS sudah diatur dalam UU No 15/2011 tentang adanya petugas PPL yang menyatakan setidaknya ada satu hingga lima petugas di satu desa yang fungsinya salah satunya adalah mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. Selain adanya PPL, parpol juga slalu mengirimkan saksi di tingkat TPS," tukasnya.
Adapun alokasi anggaran Rp700 miliar diperuntukkan bagi pembiayaan saksi partai politik pada saat hari pencoblosan berlangsung. Lanjutnya, pembiayaan saksi partai politik bukan menjadi tanggung jawab negara, melainkan menjadi kewajiban partai politik sendiri untuk membiayai kadernya yang menjadi saksi.
"Aturan pembiayaan parpol oleh negara sudah diatur dengan jelas dalam UU Parpol. Jelas dalam UU itu, saksi parpol bukan merupakan kewajiban negara mendanianya," tegasnya
Direktur lingkar madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan hanya pemilu saat ini yang mengalokasikan anggaran begitu besar untuk pengawas dan saksi. Anehnya, kata Ray, saksi dari partai politik malah dibiayai negara.
"Entah apa yang ada dipikiran penyelenggara pemilu, khususnya Bawaslu," kata Ray melalui siaran persnya yang diterima Sindonews, Jakarta, Selasa (20/1/2014).
Dana Rp 1,5 Triliun tersebut dibagi menjadi dua kategori. Kelompok pertama alokasi dana sebesar Rp800 miliar yang diperuntukkan bagi gerakan sejuta relawan dan mitra pengawas pemilu lapangan (PPL) yang diinisiasi oleh lembaga bentukan Muhammad tersebut.
Menurut Ray, pembentukan PPL yang bakal dibiayai melalui anggaran tersebut belum memiliki dasar hukum yang kuat. Dia menilai adanya PPL merupakan kreasi dari Bawaslu dengan mendasarkan diri pada asumsi kesulitan dalam mengawasi pencoblosan atau penyaluran suara publik pada hari pemungutan suara.
"Selain dasar hukum yang tak jelas, keberadaan mitra PPL ini sendiri tumpang tindih. Sebab, pengawasan di tingkat TPS sudah diatur dalam UU No 15/2011 tentang adanya petugas PPL yang menyatakan setidaknya ada satu hingga lima petugas di satu desa yang fungsinya salah satunya adalah mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. Selain adanya PPL, parpol juga slalu mengirimkan saksi di tingkat TPS," tukasnya.
Adapun alokasi anggaran Rp700 miliar diperuntukkan bagi pembiayaan saksi partai politik pada saat hari pencoblosan berlangsung. Lanjutnya, pembiayaan saksi partai politik bukan menjadi tanggung jawab negara, melainkan menjadi kewajiban partai politik sendiri untuk membiayai kadernya yang menjadi saksi.
"Aturan pembiayaan parpol oleh negara sudah diatur dengan jelas dalam UU Parpol. Jelas dalam UU itu, saksi parpol bukan merupakan kewajiban negara mendanianya," tegasnya
(kur)