PKS dicecar akademisi UI
A
A
A
Sindonews.com - Gara-gara masalah poligami dan melanggar aturan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dicecar akademisi Universitas Indonesia (UI). Partai yang dipimpin Anis Matta itu dianggap sudah melanggar aturannya sendiri.
Pertama dari Peneliti Center For Election and Political Party (CEPP) FISIP UI Imerinda Almasari.
"Kami meminta jawaban dari Pak Anis mengenai persoalan ini (poligami). Yang kami rasakan sendiri banyak penyimpangan aturan. Apalagi mengenai poligami yang sangat kami tentang sebagai wanita di tanah air," kata Imerinda di Universitas Indonesia, Depok, Selasa (7/1/2014).
Selain itu, kepemimpinan kader PKS yang juga menjabat sebagai Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail terkait kebebasan beragama. Dia menyesalkan, kasus diskriminasi pembangunan gereja HKBP di kawasan Cinere. Hingga kini pembangunan gereja tersebut belum selesai, padahal sudah lima tahun lebih.
"Padahal keputusan MA dan PTUN terhadap lahan itu sudah dimenangkan. Saya sendiri pernah dilarang datang ke pemukiman muslim. Entah apa mungkin muka saya kurang Islami. Inilah yang saya rasakan saat hidup di Depok dengan kepala daerah dari PKS," keluhnya.
Imerinda juga mengkritik kebijakan Wali Kota PKS Nur Mahmudi yang tidak memberikan Jamkesda terhadap pengidap HIV. Pasalnya, selama aturan itu digulirkan pelaksanaan di lapangan tidak terealisasi sama sekali.
"Mana ada hal yang dapat dirasakan masyarakat. Justru kehadiran pemimpin yang diusung PKS membuat kesengsaraan. Ini yang harus diketahui Presiden PKS untuk dibenahi agar citra partainya kembali baik," tutupnya.
Menyambung pertanyaan Imerinda, Dosen FISIP UI Azizah Aziz yang ikut menuding beberapa kebijakan yang dibuat Nur Mahmudi tidak sesuai dengan hasil yang ingin dicapai.
Misalnya, kata dia, kebijakan berpoligami antara sesama kader PKS sendiri. Selain itu, tidak terealisasinya pembangunan dan penataan Jalan Margonda yang sampai dua kali terjadi dan pelaksanaannya molor dari jadwal.
"Saya sangat menentang adanya hubungan poligami. Karena nantinya yang dirugikan adalah perempuan dan anak. Yang paling nyata pelebaran Margonda pun terus dilakukan tanpa perwujudan yang jelas," bebernya.
Secara umum, lanjut Azizah, masyarakat juga mempertanyakan ideologi partai berlambang bulan sabit kembar itu. Apakah Islam, neoliberal atau sosialis. Sebab, penerapan kaidah agama oleh PKS di Depok tidak pernah dirasakan oleh lapisan masyarakat.
Ditambah, pelayanan kepada publik yang digadang-gadang sangat baik ternyata dikeluhan masyarakat.
"Kader mereka yang membuat partainya buruk di mata publik. Jadi tidak benar slogan yang diusung mereka. Saya hanya berharap pemimpin PKS ini bisa mengkoreksi kepala daerah yang diusung mereka. Keluhan masih banyak, kok bisa-bisanya membuat slogan itu ke publik," cetusnya.
Baca:
Tanggapan Anis Matta soal poligami
Pertama dari Peneliti Center For Election and Political Party (CEPP) FISIP UI Imerinda Almasari.
"Kami meminta jawaban dari Pak Anis mengenai persoalan ini (poligami). Yang kami rasakan sendiri banyak penyimpangan aturan. Apalagi mengenai poligami yang sangat kami tentang sebagai wanita di tanah air," kata Imerinda di Universitas Indonesia, Depok, Selasa (7/1/2014).
Selain itu, kepemimpinan kader PKS yang juga menjabat sebagai Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail terkait kebebasan beragama. Dia menyesalkan, kasus diskriminasi pembangunan gereja HKBP di kawasan Cinere. Hingga kini pembangunan gereja tersebut belum selesai, padahal sudah lima tahun lebih.
"Padahal keputusan MA dan PTUN terhadap lahan itu sudah dimenangkan. Saya sendiri pernah dilarang datang ke pemukiman muslim. Entah apa mungkin muka saya kurang Islami. Inilah yang saya rasakan saat hidup di Depok dengan kepala daerah dari PKS," keluhnya.
Imerinda juga mengkritik kebijakan Wali Kota PKS Nur Mahmudi yang tidak memberikan Jamkesda terhadap pengidap HIV. Pasalnya, selama aturan itu digulirkan pelaksanaan di lapangan tidak terealisasi sama sekali.
"Mana ada hal yang dapat dirasakan masyarakat. Justru kehadiran pemimpin yang diusung PKS membuat kesengsaraan. Ini yang harus diketahui Presiden PKS untuk dibenahi agar citra partainya kembali baik," tutupnya.
Menyambung pertanyaan Imerinda, Dosen FISIP UI Azizah Aziz yang ikut menuding beberapa kebijakan yang dibuat Nur Mahmudi tidak sesuai dengan hasil yang ingin dicapai.
Misalnya, kata dia, kebijakan berpoligami antara sesama kader PKS sendiri. Selain itu, tidak terealisasinya pembangunan dan penataan Jalan Margonda yang sampai dua kali terjadi dan pelaksanaannya molor dari jadwal.
"Saya sangat menentang adanya hubungan poligami. Karena nantinya yang dirugikan adalah perempuan dan anak. Yang paling nyata pelebaran Margonda pun terus dilakukan tanpa perwujudan yang jelas," bebernya.
Secara umum, lanjut Azizah, masyarakat juga mempertanyakan ideologi partai berlambang bulan sabit kembar itu. Apakah Islam, neoliberal atau sosialis. Sebab, penerapan kaidah agama oleh PKS di Depok tidak pernah dirasakan oleh lapisan masyarakat.
Ditambah, pelayanan kepada publik yang digadang-gadang sangat baik ternyata dikeluhan masyarakat.
"Kader mereka yang membuat partainya buruk di mata publik. Jadi tidak benar slogan yang diusung mereka. Saya hanya berharap pemimpin PKS ini bisa mengkoreksi kepala daerah yang diusung mereka. Keluhan masih banyak, kok bisa-bisanya membuat slogan itu ke publik," cetusnya.
Baca:
Tanggapan Anis Matta soal poligami
(mhd)