Utang bertambah terus, Gerindra sebut pemerintah sesat
A
A
A
Sindonews.com - Rasio utang pemerintah terhadap Gross Domestic Product (GDP) yang disebutkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam APBN 2014 dinilai sesat.
Klaim Kemenkeu yang menyebut rasio utang dalam APBN 2014 terhadap GDP turun dari angka 31 persen pada tahun 2008 menjadi 23 persen di tahun 2014 disebut salah besar.
Menurut Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Sadar Subagyo, pemerintah telah salah dalam menetapkan rasio utang sebesar 60 persen. Cara penghitungan rasio utang yang dilakukan pemerintah pun disebutnya keblinger dan bodoh.
"Selama ini para pakar makro ekonomi berpedoman bahwa maksimum utang pemerintah terhadap GDP adalah 60 persen. Angka ini didasarkan pada Maastricht Treaty. Dimana, negara-negara Uni Eropa sepakat menyatakan maksimum utang 60 persen dari GDP, dan maksimum defisit per tahun adalah 3 persen dari GDP."
"Mereka bersepakat dengan dasar tax ratio Uni Eropa rata-rata 35 persen. Artinya, utang maksimal 60 persen tetapi mereka punya penghasilan 35 persen. Artinya maksimal rasio utang adalah dua kali tax ratio,” ungkap Sadar, Jumat (1/4/2014) malam.
Jika dianalisa, kata Sadar, tax ratio negara kita hanya sebesar 12 persen. Sejatinya rasio utang Indonesia sebesar 24 persen jika menggunakan pedoman tersebut.
“Sudah sejak 2012 keseimbangan primer kita sudah negatif, artinya sejak 2012 kita sudah tidak mampu membayar cicilan utang sehingga harus dibuat utang baru hanya untuk membayar cicilan utang. Ini sama saja dengan gali lobang tutup lobang," gusarnya.
Dia pun meminta informasi yang dikeluarkan pemerintah dalam hal ini Kemenkeu tak hanya sebatas kepentingan pencitraan.
"Sebaiknya rasio utang harus dihitung atas dasar kemampuan kita membayar, jadi rasio utang terhadap tax revenue yang harusnya digunakan," tutupnya.
Klaim Kemenkeu yang menyebut rasio utang dalam APBN 2014 terhadap GDP turun dari angka 31 persen pada tahun 2008 menjadi 23 persen di tahun 2014 disebut salah besar.
Menurut Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Sadar Subagyo, pemerintah telah salah dalam menetapkan rasio utang sebesar 60 persen. Cara penghitungan rasio utang yang dilakukan pemerintah pun disebutnya keblinger dan bodoh.
"Selama ini para pakar makro ekonomi berpedoman bahwa maksimum utang pemerintah terhadap GDP adalah 60 persen. Angka ini didasarkan pada Maastricht Treaty. Dimana, negara-negara Uni Eropa sepakat menyatakan maksimum utang 60 persen dari GDP, dan maksimum defisit per tahun adalah 3 persen dari GDP."
"Mereka bersepakat dengan dasar tax ratio Uni Eropa rata-rata 35 persen. Artinya, utang maksimal 60 persen tetapi mereka punya penghasilan 35 persen. Artinya maksimal rasio utang adalah dua kali tax ratio,” ungkap Sadar, Jumat (1/4/2014) malam.
Jika dianalisa, kata Sadar, tax ratio negara kita hanya sebesar 12 persen. Sejatinya rasio utang Indonesia sebesar 24 persen jika menggunakan pedoman tersebut.
“Sudah sejak 2012 keseimbangan primer kita sudah negatif, artinya sejak 2012 kita sudah tidak mampu membayar cicilan utang sehingga harus dibuat utang baru hanya untuk membayar cicilan utang. Ini sama saja dengan gali lobang tutup lobang," gusarnya.
Dia pun meminta informasi yang dikeluarkan pemerintah dalam hal ini Kemenkeu tak hanya sebatas kepentingan pencitraan.
"Sebaiknya rasio utang harus dihitung atas dasar kemampuan kita membayar, jadi rasio utang terhadap tax revenue yang harusnya digunakan," tutupnya.
(rsa)