Aliran puluhan miliar uang Hambalang terungkap
A
A
A
Sindonews.com - Sembilan saksi dari Konsorsium PT Adhi Karya - Wijaya Karya (KSO AK-WIKA) mengungkap aliran puluhan miliar untuk pengurusan pemenang tender dan pengerjaan proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) milik Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hambalang sekaligus mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (3/1/2014).
Sembilan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di antaranya yakni Ketua Kerjasama Operasi PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya & Kepala Divisi I PT Adhi Karya Joko Prabowo, Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya M Arief Taufiqurrahman, Manajer Produksi Proyek PT Adhi Karya Kushadi Santoso, staf Pengembangan Bisnis Konstruksi PT Adhi Karya Ida Bagus Wirahadi, Teguh Suhanta (staf PT Adhi Karya), Project Manager PT Adhi Karya Divisi Konstruksi Purwadi Hendro Pratomo, General Manajer PT Wijaya Karya Harangan Parlaungan Sianipar, dan Mulyana (staf PT Wijaya Karya).
Joko Prabowo membenarkan pernah mengeluarkan uang sekira Rp6 miliar. Dalam dakwaan Deddy disebut uang Rp6,55 miliar itu diberikan untuk mantan Sesmenpora Wafid Muharam.
"Uang Rp6 miliar diberikan lewat Pak Arief (M Arief Taufiqurrahman) ke Paul Nelwan," ujar Joko saat memberikan kesaksian di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jumat (3/1/2014).
M Arief Taufiqurrahman membenarkan penyerahan uang tersebut. Bahkan dia membenarkan soal pertemuan dengan Paul untuk penyerahannya. Dia membenarkan, pemberian fee ke sejumlah pihak karena merupakan commitment fee sebagaimana yang diminta terdakwa Deddy. Bahkan kata dia, ada kode f1 untu Menpora, f2 untuk Sesmenpora, dan tetangga untuk DPR. "Benar ada kode seperti itu," tutur Arief.
Dia menuturkan, pihak Adhi Karya mengetahui adanya proyek Hambalang dari anak buah M Nazaruddin, mantan Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang (Rosa) saat pertemuan pada 2009. Saat itu Rosa menyampaikan, bahwa akan ada rencana proyek Gedung Olahraga (GOR) di Sentul, Bogor. Nilai anggrannya di atas Rp1 triliun.
"Setelah itu ditindaklanjuti, pernah melakukan pertemuan dengan Pak Wafid sekitar September 2009. Kita sampaikan PT Adhi Karya akan ikut. Kita dikenalkan dengan Pak Paul dan Pak Deddy sebagai kepala biro," ujarnya.
Kemudian, sekitar November 2010 ada pertemuan di Hotel Dharmawangsa saat itu proses lelang sedang berjalan. Pertemuan itu turut dihadiri Rosa, Direktur CV Rifa Medika sekaligus anggota Tim Assistensi Hambalang Lisa Lukitawati Isa, da Deedy. Saat itu Rosa meminta PT Adhi Karya untuk mundur dari proyek tersebut. Alasaanya karena perusahaan Nazar sudah mengeluarkan banyak uang ke beberapa kalangan.
"Karena kata Bu Rosa sudah banyak belanja. Maksudnya sudah keluar uang. Terdakwa (Deddy Kusdinar) juga dengan yang disampaikan Rosa karena waktu itu dia (Deddy) ada di ruangan," ujar.
Purwadi Hendro Pratomo menyatakan, Deddy Kusdinar pernah memerkenalkan seseorang bernama Haji Nanang. Setelah itu, Nanang pernah datangi lokasi proyek Hambalang untuk meminta pekerjaan yang nilainya miliaran rupiah. Nanang membawa perusahaan PT Adi Rengga. "Kurang lebih Rp3 miliar," ungkap Purwadi.
Arief melanjutkan, selain itu ada pemberian Rp250 juta kepada Direktur Utama PT MSONS Capital Munadi Herlambang. Uang diserahkan melalui sopirnya. Berikutnya, Rp2,2 miliar kepada mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Untuk Anas kata dia, bahkan ada bon-bon sementara yang ditandatangani Arief. Berikutnya Rp500 juta kepada adik mantan Menpora Adhyaksa Dault, Adirusman Dault. Terakhir Rp2 miliar ke Kemenpora yang diserahkan dua tahap. Arief menegaskan, selain itu ada pengeluaran PT Adhi Karya untuk fee ke sejumlah pihak hampir mencapai Rp12 miliar.
"Uang itu (Rp12 miliar) kemudian sudah diganti dari uang KSO," ucapnya.
Arief menuturkan, untuk memuluskan keikutsertaan Adhi Karya, Arief bahkan menemui Menpora Andi Alfian Mallarangeng setelah ada pengumuman dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal rencana pelantikan kabinet baru. Pertemuan itu terjadi tak lama setelah bertemu dengan Wafid pada 2009. Saat itu Arief diajakak Teuku Bagus menemui Andi di rumahnya.
"Yang disampaikan pertama silahturahmi dan sampaikan keinginan Adhi Karya dalam pembangunan gedung olahraga. Selain saya dan Pak Teuku Bagus waktu itu ada Kepala Dinas PU Jateng," bebernya.
Berikutnya, ada pertemuan di ruangan Menpora lantai 10 Kemenpora yang dihadiri oleh Deddy, Wafid, staf khusus Menpora, M Fakhruddin, dan Andi Zulkarnain Anwar Mallarangeng (Choel Mallarangeng) pada pertengahan 2010 sebelum lelang. PT Adhi Karya saat itu menyampaikan kesiapannya sebagai peserta lelang. Karena saat itu perusahaan sedang mengerjakan proyek GOR di Surabaya.
"Saya waktu itu tidak tahu kapasitas Choel sebagai apa. Karena kami diundang, Pak Deddy sudah ada, Pak Choel sudah ada. Kalau yang di ruang menpora kita sampaikan soal Hambalang. Kita menyatakan AK sudah punya pengalamana di stadion Praga jadi kita siap partisipasi di proyek Hambalang," katapnya.
Arief mengungkapkan, keberadaan Choel dan Fakhruddin dalam beberapa kali pertemuan tersebut bukan tanpa alasan. Belakangan setelah PT Global Daya Manunggal milik pasangan Herman Prananato (Komisaris) dan Nani Meilena (Direktur) menjadi subkontraktor, manuver tersebut dilakukan Choel untuk meloloskan perusahaan tersebut. Bahkan kata dia, Choel meminta fee 18 persen dari keseluruhan anggaran konstruksi Rp1,07 triliun. Tapi realisasinya ternyata berbeda.
"Teknis realisasi 18 persen Bu Lisa pernah ke ruangan Pak Teuku, saya hadir. Seingat saya disampaikan melalui Machfud Suroso. Ditransfer ke rekening PT Dutasari Citralaras dan rekening pribadi Machfud Suroso," paparnya.
Harangan Parlaungan Sianipar menyatakan, PT Adhi Karya pada Oktober 2013 pernah meminta perusahaannya untuk mengeluarkan biaya sharing operational. Dia menuturkan, total yang dikeluarkan Wijaya Karya sebesar Rp6,9 miliar. Dicairkan tujuh tahapan antara Oktober hingga November 2010. Dia mengaku saat itu M Arief Tafiqurrahman tidak mengatakan soal pembebanan fee 18 persen. Jaksa kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)-nya, akhirnya Harangan mengaku pembebanan itu.
"Selain Rp6,9 miliar ada dana Rp30 miliar yang masuk ke Wijaya Karya, tapi itu pinjaman KSO ke member dan itu sudah sepenuhnya kami kembalikan," ujarnya.
Sementara Teguh Suhanta menyatakan, uang Rp12 miliar diketahuinya sebagai uang kebutuhan operasional. M Arief Taufiqurrahman menambahkan, selain uang-uang di atas, ada uang lain yang dikeluarkan untuk kepentingan pengursan izin mendirikan bangunan (IMB) dan amdal proyek Hambalang. Uang tersebut diserahkan kepada Komisaris PT Metaphora Solusi Global (MSG) M Arifin .
"Uang itu awalnya dari Divisi satu lalu diganti oleh KSO. Uang untuk IMB dan Amdal diserahkan ke Pak Arifin. Dari ke siapa, saya tidak tahu," tandas Arief.
Kasus Hambalang, Sutarman bantah isi BAP Bu Pur
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hambalang sekaligus mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (3/1/2014).
Sembilan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di antaranya yakni Ketua Kerjasama Operasi PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya & Kepala Divisi I PT Adhi Karya Joko Prabowo, Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya M Arief Taufiqurrahman, Manajer Produksi Proyek PT Adhi Karya Kushadi Santoso, staf Pengembangan Bisnis Konstruksi PT Adhi Karya Ida Bagus Wirahadi, Teguh Suhanta (staf PT Adhi Karya), Project Manager PT Adhi Karya Divisi Konstruksi Purwadi Hendro Pratomo, General Manajer PT Wijaya Karya Harangan Parlaungan Sianipar, dan Mulyana (staf PT Wijaya Karya).
Joko Prabowo membenarkan pernah mengeluarkan uang sekira Rp6 miliar. Dalam dakwaan Deddy disebut uang Rp6,55 miliar itu diberikan untuk mantan Sesmenpora Wafid Muharam.
"Uang Rp6 miliar diberikan lewat Pak Arief (M Arief Taufiqurrahman) ke Paul Nelwan," ujar Joko saat memberikan kesaksian di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jumat (3/1/2014).
M Arief Taufiqurrahman membenarkan penyerahan uang tersebut. Bahkan dia membenarkan soal pertemuan dengan Paul untuk penyerahannya. Dia membenarkan, pemberian fee ke sejumlah pihak karena merupakan commitment fee sebagaimana yang diminta terdakwa Deddy. Bahkan kata dia, ada kode f1 untu Menpora, f2 untuk Sesmenpora, dan tetangga untuk DPR. "Benar ada kode seperti itu," tutur Arief.
Dia menuturkan, pihak Adhi Karya mengetahui adanya proyek Hambalang dari anak buah M Nazaruddin, mantan Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang (Rosa) saat pertemuan pada 2009. Saat itu Rosa menyampaikan, bahwa akan ada rencana proyek Gedung Olahraga (GOR) di Sentul, Bogor. Nilai anggrannya di atas Rp1 triliun.
"Setelah itu ditindaklanjuti, pernah melakukan pertemuan dengan Pak Wafid sekitar September 2009. Kita sampaikan PT Adhi Karya akan ikut. Kita dikenalkan dengan Pak Paul dan Pak Deddy sebagai kepala biro," ujarnya.
Kemudian, sekitar November 2010 ada pertemuan di Hotel Dharmawangsa saat itu proses lelang sedang berjalan. Pertemuan itu turut dihadiri Rosa, Direktur CV Rifa Medika sekaligus anggota Tim Assistensi Hambalang Lisa Lukitawati Isa, da Deedy. Saat itu Rosa meminta PT Adhi Karya untuk mundur dari proyek tersebut. Alasaanya karena perusahaan Nazar sudah mengeluarkan banyak uang ke beberapa kalangan.
"Karena kata Bu Rosa sudah banyak belanja. Maksudnya sudah keluar uang. Terdakwa (Deddy Kusdinar) juga dengan yang disampaikan Rosa karena waktu itu dia (Deddy) ada di ruangan," ujar.
Purwadi Hendro Pratomo menyatakan, Deddy Kusdinar pernah memerkenalkan seseorang bernama Haji Nanang. Setelah itu, Nanang pernah datangi lokasi proyek Hambalang untuk meminta pekerjaan yang nilainya miliaran rupiah. Nanang membawa perusahaan PT Adi Rengga. "Kurang lebih Rp3 miliar," ungkap Purwadi.
Arief melanjutkan, selain itu ada pemberian Rp250 juta kepada Direktur Utama PT MSONS Capital Munadi Herlambang. Uang diserahkan melalui sopirnya. Berikutnya, Rp2,2 miliar kepada mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Untuk Anas kata dia, bahkan ada bon-bon sementara yang ditandatangani Arief. Berikutnya Rp500 juta kepada adik mantan Menpora Adhyaksa Dault, Adirusman Dault. Terakhir Rp2 miliar ke Kemenpora yang diserahkan dua tahap. Arief menegaskan, selain itu ada pengeluaran PT Adhi Karya untuk fee ke sejumlah pihak hampir mencapai Rp12 miliar.
"Uang itu (Rp12 miliar) kemudian sudah diganti dari uang KSO," ucapnya.
Arief menuturkan, untuk memuluskan keikutsertaan Adhi Karya, Arief bahkan menemui Menpora Andi Alfian Mallarangeng setelah ada pengumuman dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal rencana pelantikan kabinet baru. Pertemuan itu terjadi tak lama setelah bertemu dengan Wafid pada 2009. Saat itu Arief diajakak Teuku Bagus menemui Andi di rumahnya.
"Yang disampaikan pertama silahturahmi dan sampaikan keinginan Adhi Karya dalam pembangunan gedung olahraga. Selain saya dan Pak Teuku Bagus waktu itu ada Kepala Dinas PU Jateng," bebernya.
Berikutnya, ada pertemuan di ruangan Menpora lantai 10 Kemenpora yang dihadiri oleh Deddy, Wafid, staf khusus Menpora, M Fakhruddin, dan Andi Zulkarnain Anwar Mallarangeng (Choel Mallarangeng) pada pertengahan 2010 sebelum lelang. PT Adhi Karya saat itu menyampaikan kesiapannya sebagai peserta lelang. Karena saat itu perusahaan sedang mengerjakan proyek GOR di Surabaya.
"Saya waktu itu tidak tahu kapasitas Choel sebagai apa. Karena kami diundang, Pak Deddy sudah ada, Pak Choel sudah ada. Kalau yang di ruang menpora kita sampaikan soal Hambalang. Kita menyatakan AK sudah punya pengalamana di stadion Praga jadi kita siap partisipasi di proyek Hambalang," katapnya.
Arief mengungkapkan, keberadaan Choel dan Fakhruddin dalam beberapa kali pertemuan tersebut bukan tanpa alasan. Belakangan setelah PT Global Daya Manunggal milik pasangan Herman Prananato (Komisaris) dan Nani Meilena (Direktur) menjadi subkontraktor, manuver tersebut dilakukan Choel untuk meloloskan perusahaan tersebut. Bahkan kata dia, Choel meminta fee 18 persen dari keseluruhan anggaran konstruksi Rp1,07 triliun. Tapi realisasinya ternyata berbeda.
"Teknis realisasi 18 persen Bu Lisa pernah ke ruangan Pak Teuku, saya hadir. Seingat saya disampaikan melalui Machfud Suroso. Ditransfer ke rekening PT Dutasari Citralaras dan rekening pribadi Machfud Suroso," paparnya.
Harangan Parlaungan Sianipar menyatakan, PT Adhi Karya pada Oktober 2013 pernah meminta perusahaannya untuk mengeluarkan biaya sharing operational. Dia menuturkan, total yang dikeluarkan Wijaya Karya sebesar Rp6,9 miliar. Dicairkan tujuh tahapan antara Oktober hingga November 2010. Dia mengaku saat itu M Arief Tafiqurrahman tidak mengatakan soal pembebanan fee 18 persen. Jaksa kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)-nya, akhirnya Harangan mengaku pembebanan itu.
"Selain Rp6,9 miliar ada dana Rp30 miliar yang masuk ke Wijaya Karya, tapi itu pinjaman KSO ke member dan itu sudah sepenuhnya kami kembalikan," ujarnya.
Sementara Teguh Suhanta menyatakan, uang Rp12 miliar diketahuinya sebagai uang kebutuhan operasional. M Arief Taufiqurrahman menambahkan, selain uang-uang di atas, ada uang lain yang dikeluarkan untuk kepentingan pengursan izin mendirikan bangunan (IMB) dan amdal proyek Hambalang. Uang tersebut diserahkan kepada Komisaris PT Metaphora Solusi Global (MSG) M Arifin .
"Uang itu awalnya dari Divisi satu lalu diganti oleh KSO. Uang untuk IMB dan Amdal diserahkan ke Pak Arifin. Dari ke siapa, saya tidak tahu," tandas Arief.
Kasus Hambalang, Sutarman bantah isi BAP Bu Pur
(lal)