Fasilitas kesehatan minim, negara belum siap laksanakan JKN
A
A
A
Sindonews.com - Indonesia Hospital and Clinic Watch (INHOTCH) menyatakan peralatan alat kesehatan menjadi bukti rapor merah pemerintahan SBY dalam bidang kesehatan.
Hal ini menjadi bukti ketidaksiapanya negara dalam penerapan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 1 Januari 2014.
Direktur INHOTCH Fikri Eksekutif mengatakan, penerapan JKN oleh BPJS dan pemerintah akan kacau marut. Hal ini dikarenakan sistem yang dijalankan tidak jelas dalam tata kelola dana dan kepesertaan.
Selain itu, sistem pembayaran asuransi yang dibayarkan BPJS dikhawatirkan akan 'dipermainkan' angkanya oleh rumah sakit. Sehingga hal ini akan mengakibatkan kebocoran anggaran yang dikelola BPJS nantinya.
"Saat perjalanan perawatan dalam tindakan pengobatan memungkinkan ada tambahan pengobatan dan perawatan untuk pasien. Nah itu yang dkhawatirkan karena akan berlaku umum dan anggaran bisa jebol," ucap Fikri, saat ditemui dalam konfrensi persnya di Jakarta, Senin 30 Desember 2013.
Menurut Fikri, dalam hal Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) terdapat 685 RSU pememrintah di Indonesia. Hanya sembilan provinsi yang memiliki RSU kelas A.
"Daerahnya yaitu Sumatera Barat (sumbar), Sumatera selatan (Sumsel), DKI Jakarta, Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), DI Yogyakarta, Jawa Timur (Jatim), Bali, Sulawesi Selatan (sulsel)," katanya.
Lanjut dia, dari 336 RS tidak memiliki akreditasi. 209 RS yang terakreditasi hanya memiliki 5 layanan, 77 RS hanya memiliki 12 layanan dan 68 RS hanya memiliki 16 layanan. Dan 126 RS tidak memiliki layanan penyakit dalam, 139 RS tidak memiliki layanan bedah, 167 RS tidak memiliki layanan anak dan 117 tidak memliki layanan kandungan.
Dalam segi fasilitas hanya 60,9 persen RS yang terakreditasi yang memiliki mobil jenazah. Sedangkan dari segi banyaknya tempat tidur VIP sebanyak 9187, kelas 1 sebanyak 11591, kelas 2 19.916, kelas 3 46.986, ICU 2375 dan ICCU 510.
Hal ini menjadi bukti ketidaksiapanya negara dalam penerapan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 1 Januari 2014.
Direktur INHOTCH Fikri Eksekutif mengatakan, penerapan JKN oleh BPJS dan pemerintah akan kacau marut. Hal ini dikarenakan sistem yang dijalankan tidak jelas dalam tata kelola dana dan kepesertaan.
Selain itu, sistem pembayaran asuransi yang dibayarkan BPJS dikhawatirkan akan 'dipermainkan' angkanya oleh rumah sakit. Sehingga hal ini akan mengakibatkan kebocoran anggaran yang dikelola BPJS nantinya.
"Saat perjalanan perawatan dalam tindakan pengobatan memungkinkan ada tambahan pengobatan dan perawatan untuk pasien. Nah itu yang dkhawatirkan karena akan berlaku umum dan anggaran bisa jebol," ucap Fikri, saat ditemui dalam konfrensi persnya di Jakarta, Senin 30 Desember 2013.
Menurut Fikri, dalam hal Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) terdapat 685 RSU pememrintah di Indonesia. Hanya sembilan provinsi yang memiliki RSU kelas A.
"Daerahnya yaitu Sumatera Barat (sumbar), Sumatera selatan (Sumsel), DKI Jakarta, Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), DI Yogyakarta, Jawa Timur (Jatim), Bali, Sulawesi Selatan (sulsel)," katanya.
Lanjut dia, dari 336 RS tidak memiliki akreditasi. 209 RS yang terakreditasi hanya memiliki 5 layanan, 77 RS hanya memiliki 12 layanan dan 68 RS hanya memiliki 16 layanan. Dan 126 RS tidak memiliki layanan penyakit dalam, 139 RS tidak memiliki layanan bedah, 167 RS tidak memiliki layanan anak dan 117 tidak memliki layanan kandungan.
Dalam segi fasilitas hanya 60,9 persen RS yang terakreditasi yang memiliki mobil jenazah. Sedangkan dari segi banyaknya tempat tidur VIP sebanyak 9187, kelas 1 sebanyak 11591, kelas 2 19.916, kelas 3 46.986, ICU 2375 dan ICCU 510.
(maf)