Kisah Kabiro KPU soal logistik pemilu
A
A
A
Sindonews.com - Kepala Biro Logistik (Kabiro) Komisi Pemilihan Umum (KPU), Boradi menyatakan, perkara mengurus tahapan logistik pemilu bukan perkara yang gampang. Kata Boradi, dibutuhkan ekstra kehati-hatian, dan pencermatan. Sebab, sekali salah maka bakal berdampak negatif pada penyelenggaraan tahapan pemilu.
Boradi mengaku, pengerjaan logistik pemilu bisa dikerjakan semalam suntuk. Sehingga, selain dibutuhkan tenaga yang ekstra, pengerjaan logistik pemilu dirasakan cukup melelahkan.
"Saya pernah dirawat lima hari di rumah sakit, saat mengurusi kebutuhan logistik pemilu 2004. Saya sangat letih betul saat itu," kata Boradi, di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2013).
Pria paruh baya tersebut berkisah, kala itu tepatnya tahun 2004, dirinya sama sekali tidak memahami seluk beluk persoalan logistik pemilu. Sebab, sebelum masuk sebagai pegawai di kantor lembaga penyelenggara pemilu, Boradi dahulu merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan jabatan biro perlengkapan di kesekjenan Kemendagri.
"Saya diperbantukan ke KPU pada Maret 2001. Meskipun saya berasal dari biro kelengkapan, tapi urusan soal logistik pemilu sama sekali berbeda, dan hal tersebut merupakan hal baru. Jadi ibaratnya saya masuk hutan belantara," jelasnya.
Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki Boradi tentu saja membuat dirinya harus bekerja keras guna memahami persoalan kebutuhan logistik pemilu. Maka, hampir setiap hari ia mencurahkan segenap fikiran dan tenaga untuk merampungkan hal tersebut.
"Karena keletihan itulah saya terpaksa harus dirawat. Mulanya saya kira saya sakit tifus dan mag, namun kata dokter saya hanya kecapain saja," jelas Boradi.
Cerita lain dari Boradi selama menangani kebutuhan logistik pemilu di periode 2004 dan 2009, adalah kisah tentang sejumlah oknum yang mengatasnamakan kesekjenan atau Biro logistik yang berjanji kepada perusahaan tender percetakan turut membuat pusing dirinya.
Boradi menceritakan, oknum orang tidak dikenal tersebut meminta sejumlah uang kepada pihak percetakan, dengan iming-iming agar dipermudah dan dijanjikan menjadi pemenang tender kebutuhan logistik pemilu.
Bahkan, kejadian tersebut berulang pada tahap persiapan Pemilu 2014. Kejadian tersebut dirasakan pada pengerjaan logistik yang mulai dikerjakan akhir-akhir tahun 2013. Boradi nengaku mendapat laporan dari berbagai perusahaan peserta tender kebutuhan logistik pemilu, bahwa mereka telah dihubungi oleh orang yang mengaku-ngaku sebagai pejabat teras KPU.
"Tapi saya sampaikan kepada mereka agar jangan dilayani telepon-telepon aneh tersebut. Saya juga mengimbau, jika ada perkara yang belum jelas, peserta tender harus menghubungi panitia resmi," tutup Boradi.
Boradi mengaku, pengerjaan logistik pemilu bisa dikerjakan semalam suntuk. Sehingga, selain dibutuhkan tenaga yang ekstra, pengerjaan logistik pemilu dirasakan cukup melelahkan.
"Saya pernah dirawat lima hari di rumah sakit, saat mengurusi kebutuhan logistik pemilu 2004. Saya sangat letih betul saat itu," kata Boradi, di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2013).
Pria paruh baya tersebut berkisah, kala itu tepatnya tahun 2004, dirinya sama sekali tidak memahami seluk beluk persoalan logistik pemilu. Sebab, sebelum masuk sebagai pegawai di kantor lembaga penyelenggara pemilu, Boradi dahulu merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan jabatan biro perlengkapan di kesekjenan Kemendagri.
"Saya diperbantukan ke KPU pada Maret 2001. Meskipun saya berasal dari biro kelengkapan, tapi urusan soal logistik pemilu sama sekali berbeda, dan hal tersebut merupakan hal baru. Jadi ibaratnya saya masuk hutan belantara," jelasnya.
Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki Boradi tentu saja membuat dirinya harus bekerja keras guna memahami persoalan kebutuhan logistik pemilu. Maka, hampir setiap hari ia mencurahkan segenap fikiran dan tenaga untuk merampungkan hal tersebut.
"Karena keletihan itulah saya terpaksa harus dirawat. Mulanya saya kira saya sakit tifus dan mag, namun kata dokter saya hanya kecapain saja," jelas Boradi.
Cerita lain dari Boradi selama menangani kebutuhan logistik pemilu di periode 2004 dan 2009, adalah kisah tentang sejumlah oknum yang mengatasnamakan kesekjenan atau Biro logistik yang berjanji kepada perusahaan tender percetakan turut membuat pusing dirinya.
Boradi menceritakan, oknum orang tidak dikenal tersebut meminta sejumlah uang kepada pihak percetakan, dengan iming-iming agar dipermudah dan dijanjikan menjadi pemenang tender kebutuhan logistik pemilu.
Bahkan, kejadian tersebut berulang pada tahap persiapan Pemilu 2014. Kejadian tersebut dirasakan pada pengerjaan logistik yang mulai dikerjakan akhir-akhir tahun 2013. Boradi nengaku mendapat laporan dari berbagai perusahaan peserta tender kebutuhan logistik pemilu, bahwa mereka telah dihubungi oleh orang yang mengaku-ngaku sebagai pejabat teras KPU.
"Tapi saya sampaikan kepada mereka agar jangan dilayani telepon-telepon aneh tersebut. Saya juga mengimbau, jika ada perkara yang belum jelas, peserta tender harus menghubungi panitia resmi," tutup Boradi.
(maf)