Indonesia sabet 3 emas di AITMO 2013
A
A
A
Sindonews.com - Pelajar SMP Indonesia berhasil meraih tiga medali emas, empat perak dan tiga perunggu kategori individu di ajang lomba matematika se-Asia Asia Inter-Cities Teenagers Mathematics Olympiad (AITMO) yang berlangsung di Bogor, 26-30 Desember 2013.
Sementara pada kontes tim, Indonesia mendapatkan dua perak dan tiga perunggu. Tiga emas itu dipersembahkan oleh Adrianzka Mayreswara Dewa, Kezia Sulami, dan Farras Mohamad Ibban Fadilla.
Keberhasilan itu menjadi pemacu semangat Manajer Pendidikan, Klinik Pendidikan MIPA (KPM) Muchammad Fachri. “Saya bersyukur. Ini hasil maksimal,” katanya.
Sebelumnya Fachri tidak menargetkan perolehan medali. Targetnya hanya menambah pengalaman baru dan bersosialisasi dengan peserta lainnya. Kebanggaan lainnya, pada ajang serupa sebelumnya anak didiknya belum pernah meraih emas.
Fachri menilai, penguasaan matematika pelajar Indonesia tak kalah jika dibandingkan dengan pelajar dari luar negeri. Namun yang perlu dipertajam ke depannya adalah kemampuan memecahkan masalah.
“Dari pengalaman soal-soal matematika yang saya ketahui, anak-anak kita perlu ditingkatkan lagi dalam analisis nalarnya. Selain itu jawaban dari analisis itu harus bisa dimengerti orang lain sehingga komunikasi dalam hal ini juga menjadi penting,” jelasnya.
Selebihnya materi pelajaran matematika di Indonesia yang diajarkan di sekolah, menurut Fachri lebih baik dari pelajaran matematika di negara tetangga seperti di Thailand. Peserta olimpiade biasanya menempa diri di tempat kursus matematika sebelum ikut lomba.
Belajar dari pengalaman AITMO ini Fachri akan meningkatkan kemampuan matematika pelajar Indonesia khususnya pelajar di Klinik Pendidikan Matematika dan IPA/MIPA (KPM) melalui penguasaan pemecahan masalah. Dia juga berharap pengalaman KPM menggelar perhelatan internasional bisa menembah kepercayaan di masa datang.
“Saya berharap bisa tetap berkomunikasi dengan peserta AITMO. Karena tahun 2014 kita sudah punya agenda kompetisi nasional maupun internasional,” tutupnya.
Salah seorang peraih medali emas, Adrianzka mengaku senang dan sangat bersyukur atas apa yang diperolehnya dalam AITMO 2013. “Ini sudah lebih dari target, walau sebenarnya saya tidak menargetkan apa-apa, ikut lomba untuk menambah pengalaman,” kata Ian, demikian pelajar kelas VIII SMP Al Azhar, Kemang Pratama, Bekasi ini biasa disapa.
Mengenai tingkat kesulitan soal-soal AITMO, remaja yang menyukai matematika sejak masih TK itu menilai, kurang lebih sama dengan soal-soal pada kompetisi matematika lain yang pernah diikutinya.
“Sama saja tingkat kesulitannya. 15 soal uraian singkat dengan waktu 2 jam. Kalau yang berkesan, paling sulit itu waktu lomba International Mathematics Clock Tower School di Rumania tahun lalu, empat soal waktunya empat jam,” tutur Ian, yang saat itu menyabet medali emas.
Sementara pada kontes tim, Indonesia mendapatkan dua perak dan tiga perunggu. Tiga emas itu dipersembahkan oleh Adrianzka Mayreswara Dewa, Kezia Sulami, dan Farras Mohamad Ibban Fadilla.
Keberhasilan itu menjadi pemacu semangat Manajer Pendidikan, Klinik Pendidikan MIPA (KPM) Muchammad Fachri. “Saya bersyukur. Ini hasil maksimal,” katanya.
Sebelumnya Fachri tidak menargetkan perolehan medali. Targetnya hanya menambah pengalaman baru dan bersosialisasi dengan peserta lainnya. Kebanggaan lainnya, pada ajang serupa sebelumnya anak didiknya belum pernah meraih emas.
Fachri menilai, penguasaan matematika pelajar Indonesia tak kalah jika dibandingkan dengan pelajar dari luar negeri. Namun yang perlu dipertajam ke depannya adalah kemampuan memecahkan masalah.
“Dari pengalaman soal-soal matematika yang saya ketahui, anak-anak kita perlu ditingkatkan lagi dalam analisis nalarnya. Selain itu jawaban dari analisis itu harus bisa dimengerti orang lain sehingga komunikasi dalam hal ini juga menjadi penting,” jelasnya.
Selebihnya materi pelajaran matematika di Indonesia yang diajarkan di sekolah, menurut Fachri lebih baik dari pelajaran matematika di negara tetangga seperti di Thailand. Peserta olimpiade biasanya menempa diri di tempat kursus matematika sebelum ikut lomba.
Belajar dari pengalaman AITMO ini Fachri akan meningkatkan kemampuan matematika pelajar Indonesia khususnya pelajar di Klinik Pendidikan Matematika dan IPA/MIPA (KPM) melalui penguasaan pemecahan masalah. Dia juga berharap pengalaman KPM menggelar perhelatan internasional bisa menembah kepercayaan di masa datang.
“Saya berharap bisa tetap berkomunikasi dengan peserta AITMO. Karena tahun 2014 kita sudah punya agenda kompetisi nasional maupun internasional,” tutupnya.
Salah seorang peraih medali emas, Adrianzka mengaku senang dan sangat bersyukur atas apa yang diperolehnya dalam AITMO 2013. “Ini sudah lebih dari target, walau sebenarnya saya tidak menargetkan apa-apa, ikut lomba untuk menambah pengalaman,” kata Ian, demikian pelajar kelas VIII SMP Al Azhar, Kemang Pratama, Bekasi ini biasa disapa.
Mengenai tingkat kesulitan soal-soal AITMO, remaja yang menyukai matematika sejak masih TK itu menilai, kurang lebih sama dengan soal-soal pada kompetisi matematika lain yang pernah diikutinya.
“Sama saja tingkat kesulitannya. 15 soal uraian singkat dengan waktu 2 jam. Kalau yang berkesan, paling sulit itu waktu lomba International Mathematics Clock Tower School di Rumania tahun lalu, empat soal waktunya empat jam,” tutur Ian, yang saat itu menyabet medali emas.
(hyk)