Indonesia diminta tak takut tekanan Australia

Selasa, 17 Desember 2013 - 07:00 WIB
Indonesia diminta tak...
Indonesia diminta tak takut tekanan Australia
A A A
Sindonews.com - Pemerintah Indonesia diminta tak perlu takut terhadap tekanan, dari Australia yang meminta tanggung jawab atas dugaan pembantaian, pemerkosaan dan penyiksaan ratusan warga sipil di Biak, Papua Barat pada tahun 1998.

Anggota Komisi I DPR RI Susaningtyas NH Kertopati mengutarakan, gerakan separatis akan terus mendeskriditkan Indonesia.

"Gerakan separatisme akan terus berupaya mendeskreditkan RI, justru itu kita harus tangani masalah Papua Barat ini, khususnya secara holistik dan integrated," katanya saat berbincang dengan Sindonews, Senin (16/12/2013).

"Embrio masalah harus dilihat dari dekat, bukan dari kaca mata Jakarta. Bila semua sudah ditangani secara holistik, maka masalah separatisme ini bisa kita yakini akan teratasi juga," sambungnya.

Karena itu, wanita yang akrab disapa Nuning ini meminta agar pemerintah tak takut dengan tekanan Australia tersebut.

"Bisa ditambahkan bahwa sebagai bangsa yang berdaulat, kita jangan takut pada tekanan asing apapun alasannya," tegasnya.

Sementara itu, terkait sikap pemerintah Indonesia mengenai tekanan Australia lewat pengadilan di Universitas Sydney perlu kajian mendalam.

"Dibiarkan atau tidaknya harus melalui suatu pembahasan mendalam pemerintah, untuk menghitung untung ruginya," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Australia menekan Indonesia untuk tanggung jawab atas kasus dugaan pembantaian, pemerkosaan dan penyiksaan ratusan warga sipil di Biak, Papua Barat, pada tahun 1998.

Pengadilan di Universitas Sydney menyebut, para korban adalah warga yang mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Pengadilan itu mendesak Indonesia untuk bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam penyelidikan, pengadilan itu mengklaim lebih dari 150 orang tewas, dan mayat mereka dibuang di laut setelah insiden pengibaran bendera Bintang Kejora di Biak pada bulan Juni 1998.

Media Australia, ABC, pada Senin (16/12/2013) melansir, pengakuan para korban. Yudha Korwa, yang berusia 17 tahun pada saat pembantaian terjadi mengaku ikut dalam protes larangan pengibaran bendera Bintang Kejora itu bersama temannya.

Ia sejak itu diberikan suaka politik oleh Pemerintah Australia. "Saya melihat begitu banyak orang terbunuh oleh militer. Saya melihat anak kecil tewas, orang-orang tua, dan wanita hamil,” ujarnya.

"Salah satu tentara memukul saya dengan pistol, dan wajah saya penuh dengan darah. Saya benar-benar tak berdaya, jadi saya berpura-pura mati. Saya mendengar orang-orang berteriak 'Bantu saya, bantu aku'”, lanjut dia.‬

Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7878 seconds (0.1#10.140)