Pejabat BPN inisiator pelepasan HGU Hambalang ke Kemepora

Selasa, 26 November 2013 - 16:44 WIB
Pejabat BPN inisiator...
Pejabat BPN inisiator pelepasan HGU Hambalang ke Kemepora
A A A
Sindonews.com - Pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengusulkan pelepasan hak guna usaha (HGU) tanah PT Buana Estate di Hambalang, Bogor kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terkait pembangunan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON).

Fakta itu terungkap dalam sidang lanjutan terdakwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hambalang Kemenpora Deddy Kusdinar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (26/11/13). PT Buana Estate merupakan perusahaan milik Probosutedjo.

Mantan Kepala BPN Joyo Winoto menyatakan, permohonan pertama sertifikat tanah Hambalang dilakukan Kemenpora. Saat itu Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Adhyaksa Dault datang ke kantor BPN pada Mei 2006 bersama stafnya. Joyo Winoto saat itu juga didampingi stafnya. Adhyaksa menanyakan proses sertifikasi hak pakai.

"Saat itu, permohonan belum masuk ke BPN. Permohonan ke kantor pertahanan Bogor itu September," ungkap Joyo.

Adhyaksa sempat datang lagi pada tanggal 6 April 2009 dan permohonan sudah masuk ke BPK. Joyo menceritakan alasan sertifikat tidak keluar saat masa Adhyaksa. Prosesnya mulai 2006, Joyo melakukan interaksi dengan stafnya soal permohonan hak pakai pada 22 Januari 2007.

Ketika itu Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah (HTPT) Bambang Eko, melaporkan melalui nota dinas, permohonan belum bisa diproses. Ada empat hal harus diselesaikan, luasan tanah, kedua berkaitan laporan bagian tanah disengketakan secara tata usaha negara. Ketiga persoalan pembebasan tanah.

"Berkaitan dengan peralihan kepemilikan dari pemilik awal ke kantor Kemenpora. Empat hal itu jadi kontrol saya secara administrasi," bebernya.

Dia menjelaskan, empat persyaratan itu kemudian dikomunikasikan secara intensi dengan Deputi HTPT. Beberapa sudah dipenuhi, ada yang belum. Setelah semua dipenuhi baru kemudian sertifikat ditandatangani. Pelepasan hak tanah itu memang berkaitan dengan pemilik lama.

Dia menjelaskan, pada 2004 hak tanah dilepas PT Buana Estate ke Kemenpora. Tapi pada 2006 itu dicabut kembali. Konsekuensi karena pengamanan aset negara. Proses selesai dan ada potensi konflik harus diselesaikan, pemohon dan pihak pertama.

"Yang ajukan draft SK itu staf, bukan saya. Ketika diajukan diingatkan Bambang Eko. Kalau seluruh proses selesai dan mengandung potensi konflik maka harus cepat pelepasan Buana Estate ke Kemenpora," imbuhnya.

Joyo menjelaskan, tugasnya secara umum ada pada mekanisme kontrol. Dia juga menandatangani Risalah Pengolahan Data (RPD) BPN.

Dalam RPD Agustus 2009 jelas tertuang soal usulan pelepasan tanah dari PT Buana Estate ke Kemenpora yang diajukan Deputi bertanggung jawab yakni Deputi HTPT, Bambang Eko.

Dia menjelaskan, kelengkapan permohonan dan pelepasan terpenuhi dan surat pelepasan tanah sudah ada. Tetapi anehnya, RPD ditandatangani Agusutus 2009 tetapi surat pelepasan tanah ada ada pada November.

"Begini yang ada RPD itu pertama RPD Agustus itu lengkap ada catatan saya ekposisi 13 Oktobober, teliti banyak hal. Dan itu yang menjadi acuan saya sudah dalam detail sebagaimana usulan 2007 empat hal itu. Kemudian ada RPD Plh Deputi HTPT saat itu, yakni 6 November. Tapi saya tidak tahu bagaimana pelepasan Probosutedjo," ujarnya.

Baca berita:
Adhyaksa: Hambalang tempat jin buang anak
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0652 seconds (0.1#10.140)