Koalisi Perempuan Indonesia intip caleg perempuan
A
A
A
Sindonews.com - Paket Undang-undang pemilu yang sudah ditetapkan bersama, antara pemerintah dan legislatif (DPR RI) mengharuskan keterwakilan perempuan. Baik di pengurusan partai politik, maupun pemerintahan.
Namun, kuota keterwakilan perempuan menjadi masalah besar, saat partai politik masih melihat sebelah mata peran masing-masing dari mereka. Pasalnya, persaingan di daerah pemilihan juga tak melihat jenis kelamin.
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) melihat peluang perempuan masih cukup terbuka lebar, untuk berkompetisi dengan kaum laki-laki pada Pemilu Legislatif 2014 mendatang.
Menurut Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Kebijakan Publik KPI Dewi Komala Sari, peluang perempuan dalam pemilu legislatif mendatang cukup terbuka. Sebab, penempatan sistem zeeper (unsur 30 persen) dalam nomor urut calon legislatif juga berbanding.
"Kita sering kali dipertanyakan soal kualitas. Tapi kita melihat juga calon laki-laki juga sama," kata Dewi, usai diskusi 'Peluncuran Hasil Pemetaan Cepat Keterwakilan Perempuan Dalam DCT DPR RI', di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Dikatakan dia, sistem afirmatif perempuan sudah mulai terbuka lebar, pasca reformasi 1998. Tetapi, dalam praktiknya, banyak momen-momen penting kaum perempuan tak dilibatkan dalam pengambilalihan keputusan.
Kejadian tersebut, menurutnya banyak diceritakan caleg perempuan yang sudah diadvokasi. Dalam momen penentuan daftar calon sementara (DCS) menjadi daftar calon tetap (DCT), banyak pihak perempuan tak dilibatkan secara penuh.
"Paling mudah kita ketahui itu, saat-saat penentuan DCS. Banyak tim yang dilibatkan dari laki-laki," ungkap Dewi.
Diakui dia, memang susah untuk melibatkan perempuan dalam kegiatan politik yang dinilai tak mengenal waktu. Tetapi, menurutnya, dalam momen keputusan penting harusnya partai politik mengedepankan aturan zeeper perwakilan perempuan.
"Kan kita (perempuan) susah juga, kalau rapat-rapat dalam partai itu sampai tengah malam. Mereka (partai politik) harusnya mengerti keadaan itu," ucapnya.
Klik di sini untuk berita terkait.
Namun, kuota keterwakilan perempuan menjadi masalah besar, saat partai politik masih melihat sebelah mata peran masing-masing dari mereka. Pasalnya, persaingan di daerah pemilihan juga tak melihat jenis kelamin.
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) melihat peluang perempuan masih cukup terbuka lebar, untuk berkompetisi dengan kaum laki-laki pada Pemilu Legislatif 2014 mendatang.
Menurut Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Kebijakan Publik KPI Dewi Komala Sari, peluang perempuan dalam pemilu legislatif mendatang cukup terbuka. Sebab, penempatan sistem zeeper (unsur 30 persen) dalam nomor urut calon legislatif juga berbanding.
"Kita sering kali dipertanyakan soal kualitas. Tapi kita melihat juga calon laki-laki juga sama," kata Dewi, usai diskusi 'Peluncuran Hasil Pemetaan Cepat Keterwakilan Perempuan Dalam DCT DPR RI', di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Dikatakan dia, sistem afirmatif perempuan sudah mulai terbuka lebar, pasca reformasi 1998. Tetapi, dalam praktiknya, banyak momen-momen penting kaum perempuan tak dilibatkan dalam pengambilalihan keputusan.
Kejadian tersebut, menurutnya banyak diceritakan caleg perempuan yang sudah diadvokasi. Dalam momen penentuan daftar calon sementara (DCS) menjadi daftar calon tetap (DCT), banyak pihak perempuan tak dilibatkan secara penuh.
"Paling mudah kita ketahui itu, saat-saat penentuan DCS. Banyak tim yang dilibatkan dari laki-laki," ungkap Dewi.
Diakui dia, memang susah untuk melibatkan perempuan dalam kegiatan politik yang dinilai tak mengenal waktu. Tetapi, menurutnya, dalam momen keputusan penting harusnya partai politik mengedepankan aturan zeeper perwakilan perempuan.
"Kan kita (perempuan) susah juga, kalau rapat-rapat dalam partai itu sampai tengah malam. Mereka (partai politik) harusnya mengerti keadaan itu," ucapnya.
Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)