DPR setuju perokok tidak ditanggung BPJS
A
A
A
Sindonews.com - Peraturan Presiden (Perpres) yang menjadi payung hukum dalam menjalankan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menunjukkan pada kenyataannya merokok jelas termasuk ke dalam kategori menyakiti diri sendiri atau melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.
Untuk itu Penyakit Terkait Rokok (PTR) dapat dikategorikan sebagai penyakit yang tidak ditanggung oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan.
“Maka dalam aspek fairness seharusnya lah perokok aktiflah yang harus bertanggung jawab terhadap pembiayaan PTR,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI Ade Komarudin ketika dihubungi SINDO, Jumat 31 Oktober 2013.
Menurut dia, permasalahan rokok harus ditangani dengan segera tanpa harus menggunakan biaya APBN. Maka dari itu, masyarakat dan swastalah yang seharusnya mengcover penyakit akibat rokok.
Dalam hal ini masyarakat yang menjadi perokok aktif dapat membiayai dirinya sendiri dengan asuransi komersial.
“Para perokok aktif tersebut mereka harus membayar sendiri. Mereka yang merusak kesehatan mereka kenapa yang tidak merokok disuruh bayar,” kata Ade.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan regulasi yang harus dibuatkan segera oleh pemerintah agar dapat mengatur sistem tersebut. Selama ini pembiayaan dari negara untuk kesehaan hanya Rp55 triliun, angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran makro negara yang setiap tahunnya mencapai Rp254,51 triliun.
“Pembelian rokok itu sendiri sebesar Rp138 triliun, selain itu biaya perawatan medis rawat inap dan jalan sebesar Rp2,11 triliun dan kehilangan produktifitas akibat kematian prematur dan morbiditas maupun disabilitas sebesar Rp105,3 triliun,” papar dia.
Saat ini pendapatan negara dalam APBN 2013 mencapai Rp1.502 triliun. Hal ini digunakan untuk belanja negara Rp1.726,2 triliun dan defisit anggaran sebesar Rp22,4 triliun atau 2,38 persen terhadap APBD.
Baca berita:
Cara pemerintah tekan penyakit akibat rokok
Untuk itu Penyakit Terkait Rokok (PTR) dapat dikategorikan sebagai penyakit yang tidak ditanggung oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan.
“Maka dalam aspek fairness seharusnya lah perokok aktiflah yang harus bertanggung jawab terhadap pembiayaan PTR,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI Ade Komarudin ketika dihubungi SINDO, Jumat 31 Oktober 2013.
Menurut dia, permasalahan rokok harus ditangani dengan segera tanpa harus menggunakan biaya APBN. Maka dari itu, masyarakat dan swastalah yang seharusnya mengcover penyakit akibat rokok.
Dalam hal ini masyarakat yang menjadi perokok aktif dapat membiayai dirinya sendiri dengan asuransi komersial.
“Para perokok aktif tersebut mereka harus membayar sendiri. Mereka yang merusak kesehatan mereka kenapa yang tidak merokok disuruh bayar,” kata Ade.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan regulasi yang harus dibuatkan segera oleh pemerintah agar dapat mengatur sistem tersebut. Selama ini pembiayaan dari negara untuk kesehaan hanya Rp55 triliun, angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran makro negara yang setiap tahunnya mencapai Rp254,51 triliun.
“Pembelian rokok itu sendiri sebesar Rp138 triliun, selain itu biaya perawatan medis rawat inap dan jalan sebesar Rp2,11 triliun dan kehilangan produktifitas akibat kematian prematur dan morbiditas maupun disabilitas sebesar Rp105,3 triliun,” papar dia.
Saat ini pendapatan negara dalam APBN 2013 mencapai Rp1.502 triliun. Hal ini digunakan untuk belanja negara Rp1.726,2 triliun dan defisit anggaran sebesar Rp22,4 triliun atau 2,38 persen terhadap APBD.
Baca berita:
Cara pemerintah tekan penyakit akibat rokok
(kri)