Dinasti SBY lebih berbahaya dibandingkan Atut
A
A
A
Sindonews.com - Dinasti kekuasaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kini menguasai pemerintahan pusat, dinilai lebih berbahaya dibandingkan dinasti Ratu Atut Chosiyah yang menguasai pemerintahan Provinsi Banten.
"Terlepas dari kasus yang melilit adik Atut, Saya menilai Atut tidak membangun dinasti. Justru SBY yang membangun dinasti," tegas Direktur Eksekutif Center For Analysis Research And Development (Care) Jen Zuldi, Minggu (14/10/2013).
Menurut Jen bahayanya dinasti SBY bisa dilihat jelas di Partai Demokrat. SBY memimpin partai, sementara anaknya (Edi Baskoro Yudhoyono) menjabat sekretaris jenderal (sekjen), dan masih ada lagi kerabatnya yang menjabat.
Tidak hanya itu, dalam daftar Calon Legislatif (Caleg) Partai Demokrat banyak keluarga Cikeas yang ikut menjadi calon, dan pada umumnya menempati nomor urut satu.
Di lain pihak, Atut dan kerabatnya mengisi berbagai jabatan publik melalui proses demokrasi. Mereka dipilih oleh rakyat, dan tidak berbenturan dengan aturan.
"Saya tidak setuju dengan sebutan dinasti Atut, karena mereka telah menjalankan demokrasi, dan dalam demokrasi tidak akan ada dinasti," tegas Jen.
Dari perbandingan itu sudah jelas mana yang lebih berbahaya. "Sudah barang tentu dalam kepengurusan partai itu berbeda dengan pilkada, artinya jabatan itu bukan dipilih rakyat melainkan kehendak penguasa partai," ujarnya.
Baca juga:
Soal Bunda Putri, SBY tak sadar dirinya presiden
(stb)
"Terlepas dari kasus yang melilit adik Atut, Saya menilai Atut tidak membangun dinasti. Justru SBY yang membangun dinasti," tegas Direktur Eksekutif Center For Analysis Research And Development (Care) Jen Zuldi, Minggu (14/10/2013).
Menurut Jen bahayanya dinasti SBY bisa dilihat jelas di Partai Demokrat. SBY memimpin partai, sementara anaknya (Edi Baskoro Yudhoyono) menjabat sekretaris jenderal (sekjen), dan masih ada lagi kerabatnya yang menjabat.
Tidak hanya itu, dalam daftar Calon Legislatif (Caleg) Partai Demokrat banyak keluarga Cikeas yang ikut menjadi calon, dan pada umumnya menempati nomor urut satu.
Di lain pihak, Atut dan kerabatnya mengisi berbagai jabatan publik melalui proses demokrasi. Mereka dipilih oleh rakyat, dan tidak berbenturan dengan aturan.
"Saya tidak setuju dengan sebutan dinasti Atut, karena mereka telah menjalankan demokrasi, dan dalam demokrasi tidak akan ada dinasti," tegas Jen.
Dari perbandingan itu sudah jelas mana yang lebih berbahaya. "Sudah barang tentu dalam kepengurusan partai itu berbeda dengan pilkada, artinya jabatan itu bukan dipilih rakyat melainkan kehendak penguasa partai," ujarnya.
Baca juga:
Soal Bunda Putri, SBY tak sadar dirinya presiden
(stb)
(hyk)