Politik uang dalam pemilukada tak bisa dihindari
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Panitia Akutansi Publik DPD Farouk Muhammad mengatakan, bahwa sistem pemilukada saat ini setiap tahapannya tidak terlepas dari politik uang. Baik yang mencalonkan melalui partai atau independen sama-sama membutuhkan uang yang tidak sedikit.
"Pakai partai ini bayar partai. Ini menggunakan jumlah kursinya sebagai pemenuhan partai. Misalnya harus didukung 10 orang maka bayarnya akan mahal dibanding yang punya satu orang di DPRD. Independen juga butuh banyak. Karena butuh fotokopi KTP. Individu akan membayar untuk orang yang mengumpulkan KTP. Bahkan ada yang berjualan KTP," katanya, di Jakarta, Jumat, 11 Oktober 2013.
Kemudian dalam tahap pendaftaran, para kandidat juga bermain uang untuk penyelenggara. Dia mencontohkan apa yang terjadi dalam Pemilukada Jawa Timur. "Ini persoalan uang juga. Yang individu nanti persyaratan bermain uang juga jika dianggap membahayakan kandidat lain," ungkapnya.
Kemudian tahapan kampanye dan saat pencoblosan tetap membutuhkan biaya baik untuk tim sukses, pembelian alat-alat peraga, saksi-saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Bertambahnya biaya karena seringkali mesin partai tidak berjalan untuk pemenanagan.
"Hampir tidak ada korelasi membayar partai dengan berjalannya mesin politik," ungkapnya.
Bahkan dalam tahapan terakhir yakni penyelesaian sengketa uang tetap mendominasi. Sehingga untuk menang pemilukada memang mmebutuhkan banyak uang.
Namun menurut Farouk, biaya yang besar tersebut bukanlah menjadi permasalahan bagi kandidiat. Pasalnya ada yang mereka ingin peroleh setelah terpilih. Dalam hal ini keuntungan yang lebih besar melebihi uang yang dikeluarkan selama proses pemilukada.
"Keuntungan itu adalah pengelolaan anggaran pemerintahan baik uang sampai dengan sumber daya alam. Intinya tidak apa-apa menyuap sedikit yang penting mendapatjan keuntungan yang besar," katanya.
Baca juga berita Ragam politik uang.
"Pakai partai ini bayar partai. Ini menggunakan jumlah kursinya sebagai pemenuhan partai. Misalnya harus didukung 10 orang maka bayarnya akan mahal dibanding yang punya satu orang di DPRD. Independen juga butuh banyak. Karena butuh fotokopi KTP. Individu akan membayar untuk orang yang mengumpulkan KTP. Bahkan ada yang berjualan KTP," katanya, di Jakarta, Jumat, 11 Oktober 2013.
Kemudian dalam tahap pendaftaran, para kandidat juga bermain uang untuk penyelenggara. Dia mencontohkan apa yang terjadi dalam Pemilukada Jawa Timur. "Ini persoalan uang juga. Yang individu nanti persyaratan bermain uang juga jika dianggap membahayakan kandidat lain," ungkapnya.
Kemudian tahapan kampanye dan saat pencoblosan tetap membutuhkan biaya baik untuk tim sukses, pembelian alat-alat peraga, saksi-saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Bertambahnya biaya karena seringkali mesin partai tidak berjalan untuk pemenanagan.
"Hampir tidak ada korelasi membayar partai dengan berjalannya mesin politik," ungkapnya.
Bahkan dalam tahapan terakhir yakni penyelesaian sengketa uang tetap mendominasi. Sehingga untuk menang pemilukada memang mmebutuhkan banyak uang.
Namun menurut Farouk, biaya yang besar tersebut bukanlah menjadi permasalahan bagi kandidiat. Pasalnya ada yang mereka ingin peroleh setelah terpilih. Dalam hal ini keuntungan yang lebih besar melebihi uang yang dikeluarkan selama proses pemilukada.
"Keuntungan itu adalah pengelolaan anggaran pemerintahan baik uang sampai dengan sumber daya alam. Intinya tidak apa-apa menyuap sedikit yang penting mendapatjan keuntungan yang besar," katanya.
Baca juga berita Ragam politik uang.
(lal)