TKI butuh perlindungan yang cepat & mudah dijangkau
A
A
A
Sindonews.com - Buruh migran Indonesia membutuhkan mekanisme perlindungan yang cepat, tepat dan mudah dijangkau, dalam menghadapi berbagai persoalan, termasuk upaya memperoleh ganti rugi atas musibah yang menimpanya.
Direktur Yayasan TIFA Irman G Lanti mengatakan, salah satu hambatan yang menjadikan perlindungan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) belum maksimal adalah, tersentralisasinya proses tersebut di Jakarta.
"Sehingga menyulitkan TKI dan keluarganya untuk mengakses mekanisme perlindungan yang dibangun pemerintah," kata Irman, lewat rilisnya kepada Sindonews, Minggu (7/10/2013).
Untuk itu, dirinya mengusulkan adanya desentralisasi mekanisme perlindungan TKI dengan memanfaatkan Dinas Tenaga Kerja yang ada di setiap kabupaten atau kota. “Buruh migran kesulitan mengakses mekanisme perlindungan karena terkendala lokasi dan biaya yang cukup besar untuk mengurus kasus ke Jakarta," ucapnya.
"Selain itu, sentralisasi mekanisme juga menjadikan informasi yang mereka dapat menjadi minim dan terbatas karena tidak tersedia di daerah asalnya. Oleh karena itu, mekanisme perlindungan buruh migran belum maksimal, seperti yang terjadi dalam kasus Wilfrida, memutuskan untuk pergi bekerja melewati jalur non-formal dan tidak terdata di daerah asalnya,” imbuhnya.
Direktur Yayasan TIFA Irman G Lanti mengatakan, salah satu hambatan yang menjadikan perlindungan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) belum maksimal adalah, tersentralisasinya proses tersebut di Jakarta.
"Sehingga menyulitkan TKI dan keluarganya untuk mengakses mekanisme perlindungan yang dibangun pemerintah," kata Irman, lewat rilisnya kepada Sindonews, Minggu (7/10/2013).
Untuk itu, dirinya mengusulkan adanya desentralisasi mekanisme perlindungan TKI dengan memanfaatkan Dinas Tenaga Kerja yang ada di setiap kabupaten atau kota. “Buruh migran kesulitan mengakses mekanisme perlindungan karena terkendala lokasi dan biaya yang cukup besar untuk mengurus kasus ke Jakarta," ucapnya.
"Selain itu, sentralisasi mekanisme juga menjadikan informasi yang mereka dapat menjadi minim dan terbatas karena tidak tersedia di daerah asalnya. Oleh karena itu, mekanisme perlindungan buruh migran belum maksimal, seperti yang terjadi dalam kasus Wilfrida, memutuskan untuk pergi bekerja melewati jalur non-formal dan tidak terdata di daerah asalnya,” imbuhnya.
(maf)