Rumah adat penting agar budaya tak terdegradasi
A
A
A
Sindonews.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Kacung Mardijan menjelaskan, saat ini keberadaan bangunan rumah adat sebagai penanda desa adat semakin terdegradasi.
"Padahal keberadaan rumah adat menjadi penting sebagai upaya bangsa untuk memelihara nilai-nilai warisan budaya dan tradisi nusantara agar tidak hilang dimakan waktu," katanya saat Rapat Kerja (Raker) Komisi X DPR dan Kemendikbud, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin 9 September 2013.
Sebelumnya, Kemendikbud akan merevitalisasi tujuh desa adat. Revitalisasi ini karena desa adat sebagai pelestari kearifan lokal. Tujuh desa adat yang dimaksud ialah Kesatuan Adat Banten Kidul Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi, Jawa Barat.
Bantuan senilai Rp500 juta ini untuk renovasi rumah adat (imah gede). Serta bangunan pendukungnya seperti kamar mandi dan perbaikan lingkungan. “Total revitalisasi 7 desa adat kami anggarkan sekitar Rp3,5 miliar,” katanya saat Rapat Kerja (Raker) Komisi X DPR dan Kemendikbud, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin 9 September 2013.
Kacung melanjutkan, desa adat kedua ialah Kelompok Pelestari Desa Adat Malapi Pabiring, Jalan Lintas Timur, Dusun Pabiring, Desa Malapi, Kecamatan Putussibau Selatan, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar).
"Kemendikbud menganggarkan Rp500 juta untuk membangun rumah panjang. Desa adat ketiga yakni Kerukunan Keluarga Tongkonan Bamba, Dusun Baliu, Lembang Tadongkonan, Kecamatan Kesu, Toraja Utara, Sulawesi Selatan," ungkapnya.
Dia menjelaskan, di desa adat ketiga ini, Kemendikbud memberikan kucuran dana Rp500 juta revitalisasi, ditujukan untuk membangun Tongkonan dan perbaikan lingkungan desa adat. Selain itu dana Rp500 juta diberikan ke Desa adat keempat ialah Komunitas Masyarakat Bondo Kodi, Desa Dinjo, Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sedangkan dengan dana yang sama, juga diberikan ke Komunitas Masyarakat Adat Wailala Wainyapu, Kecamatan Kodi Balaghar, Sumba Barat Daya, NTT. “Masing-masing Rp500 juta juga kami berikan untuk membangun rumah adat di Rate Nggaro, NTT dan Waerebo, NTT,” ujarnya.
"Padahal keberadaan rumah adat menjadi penting sebagai upaya bangsa untuk memelihara nilai-nilai warisan budaya dan tradisi nusantara agar tidak hilang dimakan waktu," katanya saat Rapat Kerja (Raker) Komisi X DPR dan Kemendikbud, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin 9 September 2013.
Sebelumnya, Kemendikbud akan merevitalisasi tujuh desa adat. Revitalisasi ini karena desa adat sebagai pelestari kearifan lokal. Tujuh desa adat yang dimaksud ialah Kesatuan Adat Banten Kidul Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi, Jawa Barat.
Bantuan senilai Rp500 juta ini untuk renovasi rumah adat (imah gede). Serta bangunan pendukungnya seperti kamar mandi dan perbaikan lingkungan. “Total revitalisasi 7 desa adat kami anggarkan sekitar Rp3,5 miliar,” katanya saat Rapat Kerja (Raker) Komisi X DPR dan Kemendikbud, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin 9 September 2013.
Kacung melanjutkan, desa adat kedua ialah Kelompok Pelestari Desa Adat Malapi Pabiring, Jalan Lintas Timur, Dusun Pabiring, Desa Malapi, Kecamatan Putussibau Selatan, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar).
"Kemendikbud menganggarkan Rp500 juta untuk membangun rumah panjang. Desa adat ketiga yakni Kerukunan Keluarga Tongkonan Bamba, Dusun Baliu, Lembang Tadongkonan, Kecamatan Kesu, Toraja Utara, Sulawesi Selatan," ungkapnya.
Dia menjelaskan, di desa adat ketiga ini, Kemendikbud memberikan kucuran dana Rp500 juta revitalisasi, ditujukan untuk membangun Tongkonan dan perbaikan lingkungan desa adat. Selain itu dana Rp500 juta diberikan ke Desa adat keempat ialah Komunitas Masyarakat Bondo Kodi, Desa Dinjo, Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sedangkan dengan dana yang sama, juga diberikan ke Komunitas Masyarakat Adat Wailala Wainyapu, Kecamatan Kodi Balaghar, Sumba Barat Daya, NTT. “Masing-masing Rp500 juta juga kami berikan untuk membangun rumah adat di Rate Nggaro, NTT dan Waerebo, NTT,” ujarnya.
(maf)