Ini karir tersangka Rudi Rubiandini
A
A
A
Sindonews.com - Kasus suap yang menjerat Kepala Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini, yang juga merupakan profesor sekaligus guru besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) di Institut Teknologi Bandung (ITB) mencoreng gelar profesor.
Sebelum menjabat Kepala SKK Migas, Rudi sempat menjabat Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Rudi sebenarnya bukan orang asing di kalangan pengusahan dan ahli pertambangan.
Lulusan Jurusan Teknik Perminyakan ITB 1985 itu, diketahui pernah menjadi konsultan minyak dan gas sejumlah perusahaan nasional dan internasional.
Kasus suap yang menjerat Rudi ini, sebenarnya bukan hal baru bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjerat guru besar. Pasalnya, lembaga antikorupsi itu pernah menjerat guru besar Fakultas Ekenomi Universitas Indonesia, dan mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom dalam kasus suap cek pelawat.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, sikap orang tentu kecewa melihat Rudi yang bergelar profesor melakukan korupsi. Tapi KPK tidak masuk pada rekomendasi atas kekecewaan terkait pemutusan gelar profesor atau guru besarnya.
Karena KPK tidak punya rekomendasi ke pihak kampus. "Dia bersahaja dan baik itu adalah masalah persepsi. KPK tidak melihat di wilayah itu. Tapi, apakah seseorang ini ditemukan bukti awal atau dua alat bukti yang cukup untuk menetapkannya (Rudi Rubiandini) sebagai tersangka," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/8/2013).
Perlu diketahui, Rudi meraih gelar doktor Engineer bidang teknik perminyakan pada Technische, Universitaet Clausthal, Jerman. Pria ini bahkan dikenal sebagai instruktur training bidang Migas bagi perusahaan pertambangan. Sebelum berkarir di pemerintahan, Rudi pernah menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Perminyakan ITB antara 1995-1998.
Karier pria yang pernah dinobatkan sebagai dosen teladan dan inspiratif ITB 2009 itu, terus menanjak dan cemerlang. Selain menjabat General Manager Sasana Olahraga ITB 2001-2005, Rudi kemudian menduduki jabatan Direktur Penerbit ITB 2005-2006, Direktur Utama Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB 2006-2007, serta Direktur Operasional dan Keuangan PT LAPI ITB 2007-2010.
KPK tak bergeming. Melihat gelar dan prestasinya yang mentereng. KPK tetap menciduk sang profesor Selasa (13/8) malam, karena benar sudah menerima uang dari tersangka Deviardi alias Ardi yang diterimanya dari pimpinan Kortel Oil Ple Ltd Indonesia Simon Gunawan Tanjaya.
"Jadi kualitas moral tidak tergangung dari gelar. Jadi enggak ada hubungannya. Ya bagaimana moral dia. Bukan soal gelar profesor. KPK tidak melihat profesor harus selalu baik," papar Johan.
Karier pria kelahiran Tasikmalaya 9 Februari 1962 itu makin cemerlang di luar almamaternya. Setahun pasca dikukuhkan sebagai Guru Besar FTTM, Rudi ditarik masuk untuk menduduki posisi Deputi Operasi BP Migas pada 2011.
Berikutnya, dia berturut-turut menduduki posisi Wamaen ESDM dan Kepala SKK Migas. Johan menambahkan, sebagai akademisi dan orang yang menguasai keilmuan, tentu dia mengetahui konsekuensi perbuatannya.
Termasuk dalam melakukan korupsi dalam hal suap menyuap. "Dia (Rudi Rubiandini) membawa beban berat. Tapi melakukan hal tersebut (menerima suap) itu yang mencederai nilai integritas," tandasnya.
Sebelum menjabat Kepala SKK Migas, Rudi sempat menjabat Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Rudi sebenarnya bukan orang asing di kalangan pengusahan dan ahli pertambangan.
Lulusan Jurusan Teknik Perminyakan ITB 1985 itu, diketahui pernah menjadi konsultan minyak dan gas sejumlah perusahaan nasional dan internasional.
Kasus suap yang menjerat Rudi ini, sebenarnya bukan hal baru bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjerat guru besar. Pasalnya, lembaga antikorupsi itu pernah menjerat guru besar Fakultas Ekenomi Universitas Indonesia, dan mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom dalam kasus suap cek pelawat.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, sikap orang tentu kecewa melihat Rudi yang bergelar profesor melakukan korupsi. Tapi KPK tidak masuk pada rekomendasi atas kekecewaan terkait pemutusan gelar profesor atau guru besarnya.
Karena KPK tidak punya rekomendasi ke pihak kampus. "Dia bersahaja dan baik itu adalah masalah persepsi. KPK tidak melihat di wilayah itu. Tapi, apakah seseorang ini ditemukan bukti awal atau dua alat bukti yang cukup untuk menetapkannya (Rudi Rubiandini) sebagai tersangka," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/8/2013).
Perlu diketahui, Rudi meraih gelar doktor Engineer bidang teknik perminyakan pada Technische, Universitaet Clausthal, Jerman. Pria ini bahkan dikenal sebagai instruktur training bidang Migas bagi perusahaan pertambangan. Sebelum berkarir di pemerintahan, Rudi pernah menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Perminyakan ITB antara 1995-1998.
Karier pria yang pernah dinobatkan sebagai dosen teladan dan inspiratif ITB 2009 itu, terus menanjak dan cemerlang. Selain menjabat General Manager Sasana Olahraga ITB 2001-2005, Rudi kemudian menduduki jabatan Direktur Penerbit ITB 2005-2006, Direktur Utama Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB 2006-2007, serta Direktur Operasional dan Keuangan PT LAPI ITB 2007-2010.
KPK tak bergeming. Melihat gelar dan prestasinya yang mentereng. KPK tetap menciduk sang profesor Selasa (13/8) malam, karena benar sudah menerima uang dari tersangka Deviardi alias Ardi yang diterimanya dari pimpinan Kortel Oil Ple Ltd Indonesia Simon Gunawan Tanjaya.
"Jadi kualitas moral tidak tergangung dari gelar. Jadi enggak ada hubungannya. Ya bagaimana moral dia. Bukan soal gelar profesor. KPK tidak melihat profesor harus selalu baik," papar Johan.
Karier pria kelahiran Tasikmalaya 9 Februari 1962 itu makin cemerlang di luar almamaternya. Setahun pasca dikukuhkan sebagai Guru Besar FTTM, Rudi ditarik masuk untuk menduduki posisi Deputi Operasi BP Migas pada 2011.
Berikutnya, dia berturut-turut menduduki posisi Wamaen ESDM dan Kepala SKK Migas. Johan menambahkan, sebagai akademisi dan orang yang menguasai keilmuan, tentu dia mengetahui konsekuensi perbuatannya.
Termasuk dalam melakukan korupsi dalam hal suap menyuap. "Dia (Rudi Rubiandini) membawa beban berat. Tapi melakukan hal tersebut (menerima suap) itu yang mencederai nilai integritas," tandasnya.
(stb)