Penunjukan Patrilias jadi hakim MK coreng muka pemerintah
A
A
A
Sindonews.com - Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK mempertanyakan penunjukan Patrialis Akbar oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, ada keraguan terhadap kredibilitas maupun kapabilitas mantan Menteri Hukum dan HAM tersebut.
Koalisi ini beranggotakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), koalisi tersebut juga terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), dan LBH Jakarta.
"Figur Patrialis Akbar sangat dikenal publik sebagai politikus dari PAN. Muncul pertanyaan apakah Patrialis mewakili pemerintah ataukah partai politik? Kenapa harus Patrialis, padahal masih banyak orang-orang diluar politikus yang dianggap layak menjadi Calon Hakim Konstitusi mewakili unsur pemerintah," ujar Peneliti ICW Emerson Yuntho melalui rilis yang diterima Sindonews, Selasa (30/7/2013).
Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK, kata Emerson, meyakini indepedensi MK akan sangat mungkin terganggu karena dominasi kepentingan politik dengan kehadiran Patrialis. Hal ini akan menjadi ancaman serius tidak hanya terhadap MK namun juga ancaman demokrasi di Indonesia.
"Muncul kecurigaan publik bahwa penunjukan Patrialis Akbar sebagai Calon Hakim Konstitusi sebagai bentuk “kompensasi politik” Presiden SBY atas pencopotan Patrialis sebagai Menteri Hukum dan HAM beberapa waktu lalu," tandas dia.
Menurutnya, jika proses pemilihan didasarkan pada “kompensasi politik” dengan mengabaikan syarat-syarat sebagai hakim konstitusi yang ditentukan oleh Undang-Undang MK, maka sama halnya Presiden menjadikan MK sebagai “Tempat Pembuangan Akhir” dan mendorong MK menjadi lembaga yang tidak kredibel.
"Pada sisi lain bukan tidak mungkin penunjukan Patrialis karena adanya “bargaining politic” untuk kepentingan atau pengamanan partai politik tertentu dalam Pemilu 2014 mendatang," kata Emerson.
Ia menilai, penunjukan Patrialias sangat tidak masuk akal dan memperburuk citra pemerintah. Ia beranggapan, langkah Presiden SBY mencopot Patrialis sebagai Menkum HAM dan menggantikannya dengan Amir Syamsuddin merupakan bukti ketidakpuasan SBY terhadap kinerja komisaris Bukit Asam itu.
"Pencopotan Patrialis juga dapat dimaknai kinerja yang bersangkutan mendapat “rapor merah” dimata Presiden SBY. Maka tidak masuk akal, ketika SBY menempatkan seseorang yang dikeluarkan dari kabinet karena memiliki “rapor merah”, namun kemudian diusulkan mewakili pemerintah sebagai hakim di MK yang terhormat," pungkasnya.
Koalisi ini beranggotakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), koalisi tersebut juga terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), dan LBH Jakarta.
"Figur Patrialis Akbar sangat dikenal publik sebagai politikus dari PAN. Muncul pertanyaan apakah Patrialis mewakili pemerintah ataukah partai politik? Kenapa harus Patrialis, padahal masih banyak orang-orang diluar politikus yang dianggap layak menjadi Calon Hakim Konstitusi mewakili unsur pemerintah," ujar Peneliti ICW Emerson Yuntho melalui rilis yang diterima Sindonews, Selasa (30/7/2013).
Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK, kata Emerson, meyakini indepedensi MK akan sangat mungkin terganggu karena dominasi kepentingan politik dengan kehadiran Patrialis. Hal ini akan menjadi ancaman serius tidak hanya terhadap MK namun juga ancaman demokrasi di Indonesia.
"Muncul kecurigaan publik bahwa penunjukan Patrialis Akbar sebagai Calon Hakim Konstitusi sebagai bentuk “kompensasi politik” Presiden SBY atas pencopotan Patrialis sebagai Menteri Hukum dan HAM beberapa waktu lalu," tandas dia.
Menurutnya, jika proses pemilihan didasarkan pada “kompensasi politik” dengan mengabaikan syarat-syarat sebagai hakim konstitusi yang ditentukan oleh Undang-Undang MK, maka sama halnya Presiden menjadikan MK sebagai “Tempat Pembuangan Akhir” dan mendorong MK menjadi lembaga yang tidak kredibel.
"Pada sisi lain bukan tidak mungkin penunjukan Patrialis karena adanya “bargaining politic” untuk kepentingan atau pengamanan partai politik tertentu dalam Pemilu 2014 mendatang," kata Emerson.
Ia menilai, penunjukan Patrialias sangat tidak masuk akal dan memperburuk citra pemerintah. Ia beranggapan, langkah Presiden SBY mencopot Patrialis sebagai Menkum HAM dan menggantikannya dengan Amir Syamsuddin merupakan bukti ketidakpuasan SBY terhadap kinerja komisaris Bukit Asam itu.
"Pencopotan Patrialis juga dapat dimaknai kinerja yang bersangkutan mendapat “rapor merah” dimata Presiden SBY. Maka tidak masuk akal, ketika SBY menempatkan seseorang yang dikeluarkan dari kabinet karena memiliki “rapor merah”, namun kemudian diusulkan mewakili pemerintah sebagai hakim di MK yang terhormat," pungkasnya.
(kri)