68 persen anak sekolah di Indonesia suka jajan
A
A
A
Sindonews.com - Staf Ahli Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Bidang Pencapaian Tujuan MDGs Rahmat Sentika mengatakan, kecukupan pangan anak-anak kini semakin berkurang, terutama asupan proteinnya.
Padahal protein dibutuhkan untuk mengganti sel-sel yang rusak terkait proses pertumbuhan. Jika seharusnya pemenuhan protein pada anak berkisar antara 8-10 persen, maka yang terjadi kini adalah hanya 4-5 persen.
Kebiasaan jajan sulit dipisahkan dari anak-anak. Sebanyak 68 persen anak sekolah yang tersebar di 15 kota di Indonesia suka jajan. Dan 12 persen anak yang suka membawa bekal ke sekolah.
Ada empat bahan yang masuk ke dalam zat aditif. Pertama ialah bahan pewarna, bahan pengawet, bahan penyedap dan bahan pemanis buatan. Rahmat mengatakan, karena anak-anak suka jajan maka kualitas dari jajanan tersebut yang harus diperhatikan.
Untuk mendapatkan hasil sebanyak mungkin dengan modal seminim mungkin, ada oknum penjual makanan yang menambahkan zat-zat berbahaya ke dalam jajanan tersebut.
"Zat-zat tersebut antara lain rhodamin B, borax, metanil yellow dan formalin. Rhodamin B sering dipakai karena merupakan pewarna," tandas dia.
Padahal untuk mendapatkan warna secara alami bisa dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan makanan yang ada .Warna tersebut seperti merah dari tomat dan wortel, warna hijau dari daun pandan dan daun suji, warna ungu dari bit dan warna kuning dari nanas.
Lanjut dia, penggunaan zat-zat berbahaya pada makanan akan sangat membahayakan organ tubuh. Akumulasi zat akan berlangsung dalam waktu lama hingga muncul dalam bentuk penyakit. Zat-zat tersebut akan masuk ke ginjal dan mengganggu proses filtrasi darah.
"Jika sudah merusak sistem filtrasi darah, maka zat tersebut akan menjadi kerak sehingga menyebabkan seseorang harus menjalani hemodialisis atau cuci darah." Tegasnya.
Padahal protein dibutuhkan untuk mengganti sel-sel yang rusak terkait proses pertumbuhan. Jika seharusnya pemenuhan protein pada anak berkisar antara 8-10 persen, maka yang terjadi kini adalah hanya 4-5 persen.
Kebiasaan jajan sulit dipisahkan dari anak-anak. Sebanyak 68 persen anak sekolah yang tersebar di 15 kota di Indonesia suka jajan. Dan 12 persen anak yang suka membawa bekal ke sekolah.
Ada empat bahan yang masuk ke dalam zat aditif. Pertama ialah bahan pewarna, bahan pengawet, bahan penyedap dan bahan pemanis buatan. Rahmat mengatakan, karena anak-anak suka jajan maka kualitas dari jajanan tersebut yang harus diperhatikan.
Untuk mendapatkan hasil sebanyak mungkin dengan modal seminim mungkin, ada oknum penjual makanan yang menambahkan zat-zat berbahaya ke dalam jajanan tersebut.
"Zat-zat tersebut antara lain rhodamin B, borax, metanil yellow dan formalin. Rhodamin B sering dipakai karena merupakan pewarna," tandas dia.
Padahal untuk mendapatkan warna secara alami bisa dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan makanan yang ada .Warna tersebut seperti merah dari tomat dan wortel, warna hijau dari daun pandan dan daun suji, warna ungu dari bit dan warna kuning dari nanas.
Lanjut dia, penggunaan zat-zat berbahaya pada makanan akan sangat membahayakan organ tubuh. Akumulasi zat akan berlangsung dalam waktu lama hingga muncul dalam bentuk penyakit. Zat-zat tersebut akan masuk ke ginjal dan mengganggu proses filtrasi darah.
"Jika sudah merusak sistem filtrasi darah, maka zat tersebut akan menjadi kerak sehingga menyebabkan seseorang harus menjalani hemodialisis atau cuci darah." Tegasnya.
(stb)