Perindo dukung uji materi UU Ormas
A
A
A
Sindonews.com - Ormas Persatuan Indonesia (Perindo) menegaskan, mendukung rencana uji materi Undang-Undang (UU) Organisasi Masyarakat (Ormas), yang baru saja disahkan oleh DPR RI.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Perindo, Yusuf Lakaseng, dalam diskusi penyikapan UU Ormas di DPP Perindo, Jalan Diponegoro 29, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2013).
Lakaseng mempersoalkan bahaya intervensi negara terhadap ormas. Selain itu, ia mempertanyakan logika negara yang hendak mengontrol dana ormas. “Sebetulnya yang harus dikontrol adalah dana rakyat yang digunakan negara,” tegas dia, lewat rilisnya kepada Sindonews.
Dia juga menyoroti, keinginan pemerintah agar ormas melaporkan sumber pendanaannya. “Ini tidak beralasan, karena sumber pendanaan ormas bukan berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), sehingga tidak perlu diaudit,” tambahnya.
Sebaliknya, Lakaseng menilai, pemerintah berambisi mengontrol dan membidik ormas yang selama ini konsisten kritis terhadap kinerja pemerintah, seperti ICW di bidang anti korupsi, Walhi di lingkungkan, dan Kontras, yang fokus pada penegakan hukum dan keadilan.
“Dengan adanya UU Ormas ini ternyata, pemerintah kita justru ingin melumpuhkan partisipasi kritis masyarakat yang selama ini bersuara kritis pada penyelenggaraan negara,” ucapnya.
Lakaseng juga mengingatkan, dalam negara demokratis kelompok masyarakat yang terorganisir adalah mitra pemerintah dalam membangun demokrasi dan pemerintahan yang baik.
“Seharusnya, organisasi dibiarkan tumbuh berkembang karena masyarakat bukan ancaman tapi justru pemilik kedaulatan yang seharusnya mengontrol penyelenggaraan negara. Karena dalam negara demokratis pemerintah lahir dari mandat rakyat dan menggunakan uang rakyat, makanya harus dikontrol,” papar dia.
Selanjutnya, Lakaseng menganalisis, UU Ormas justru membuat logika negara demokratis tersebuta menjadi terbalik karena rakyat dianggap sumber ancaman. “Makanya, logika yang dipakai adalah logika negara otoriter dimana negara harus mengontrol semua aktifitas masyarakat demi alasan stabilitas,” pungkasnya.
Pekan lalu, Rancangan Undang-undang tentang Organisasi Kemasyarakatan telah disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR, Selasa 2 Juli 2013. Pengesahan UU itu dilakukan melalui mekanisme voting. Sebanyak tiga fraksi yang menolak pengesahan RUU ini, yakni Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi Partai Gerindra.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Perindo, Yusuf Lakaseng, dalam diskusi penyikapan UU Ormas di DPP Perindo, Jalan Diponegoro 29, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2013).
Lakaseng mempersoalkan bahaya intervensi negara terhadap ormas. Selain itu, ia mempertanyakan logika negara yang hendak mengontrol dana ormas. “Sebetulnya yang harus dikontrol adalah dana rakyat yang digunakan negara,” tegas dia, lewat rilisnya kepada Sindonews.
Dia juga menyoroti, keinginan pemerintah agar ormas melaporkan sumber pendanaannya. “Ini tidak beralasan, karena sumber pendanaan ormas bukan berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), sehingga tidak perlu diaudit,” tambahnya.
Sebaliknya, Lakaseng menilai, pemerintah berambisi mengontrol dan membidik ormas yang selama ini konsisten kritis terhadap kinerja pemerintah, seperti ICW di bidang anti korupsi, Walhi di lingkungkan, dan Kontras, yang fokus pada penegakan hukum dan keadilan.
“Dengan adanya UU Ormas ini ternyata, pemerintah kita justru ingin melumpuhkan partisipasi kritis masyarakat yang selama ini bersuara kritis pada penyelenggaraan negara,” ucapnya.
Lakaseng juga mengingatkan, dalam negara demokratis kelompok masyarakat yang terorganisir adalah mitra pemerintah dalam membangun demokrasi dan pemerintahan yang baik.
“Seharusnya, organisasi dibiarkan tumbuh berkembang karena masyarakat bukan ancaman tapi justru pemilik kedaulatan yang seharusnya mengontrol penyelenggaraan negara. Karena dalam negara demokratis pemerintah lahir dari mandat rakyat dan menggunakan uang rakyat, makanya harus dikontrol,” papar dia.
Selanjutnya, Lakaseng menganalisis, UU Ormas justru membuat logika negara demokratis tersebuta menjadi terbalik karena rakyat dianggap sumber ancaman. “Makanya, logika yang dipakai adalah logika negara otoriter dimana negara harus mengontrol semua aktifitas masyarakat demi alasan stabilitas,” pungkasnya.
Pekan lalu, Rancangan Undang-undang tentang Organisasi Kemasyarakatan telah disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR, Selasa 2 Juli 2013. Pengesahan UU itu dilakukan melalui mekanisme voting. Sebanyak tiga fraksi yang menolak pengesahan RUU ini, yakni Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi Partai Gerindra.
(maf)