Muhammadiyah akan gugat UU Ormas ke MK
A
A
A
Sindonews.com - Muhammadiyah masih menolak Undang-Undang (UU) Organisasi Masyarakat (Ormas) yang telah disahkan oleh DPR RI, melalui rapat paripurna beberapa waktu lalu.
Karena itu, pihak Muhammadiyah akan membawa UU Ormas tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan uji materi atau judicial review.
"Nah, karena RUU Ormas telah disahkan, maka langkah yang dapat kita lakukan adalah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi," kata Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2013).
Din semula berharap pada tiga fraksi, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), bisa berupaya menunda pengesahan peraturan UU Ormas, hingga akhirnya bisa disepakati bersama mengenai isi dari undang-undang tersebut.
"Ini malah menjadi semacam hadiah lebaran dari DPR, karena DPR lah yang mengusulkan. Bagi sebagian ormas, ini menjadi hadiah yang tidak berguna" jelasnya.
Din kembali beralasan, jika UU Ormas bertentangan dengan UU 1945, khususnya Pasal 28 mengenai kebebasan berserikat, karenanya, Muhammadiyah menolak pengesahan rancangan sebelumnya.
"UU ini bertentangan dengan amanat Pasal 28 UUD'45 yang sangat tegas dan keras menekankan, bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat adalah hak asasi manusia. Karena itu, wilayah yang negara tidak boleh ikut masuk. Sehingga nanti akan kita uji materi untuk membuktikannya," pungkasnya.
Karena itu, pihak Muhammadiyah akan membawa UU Ormas tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan uji materi atau judicial review.
"Nah, karena RUU Ormas telah disahkan, maka langkah yang dapat kita lakukan adalah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi," kata Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2013).
Din semula berharap pada tiga fraksi, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), bisa berupaya menunda pengesahan peraturan UU Ormas, hingga akhirnya bisa disepakati bersama mengenai isi dari undang-undang tersebut.
"Ini malah menjadi semacam hadiah lebaran dari DPR, karena DPR lah yang mengusulkan. Bagi sebagian ormas, ini menjadi hadiah yang tidak berguna" jelasnya.
Din kembali beralasan, jika UU Ormas bertentangan dengan UU 1945, khususnya Pasal 28 mengenai kebebasan berserikat, karenanya, Muhammadiyah menolak pengesahan rancangan sebelumnya.
"UU ini bertentangan dengan amanat Pasal 28 UUD'45 yang sangat tegas dan keras menekankan, bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat adalah hak asasi manusia. Karena itu, wilayah yang negara tidak boleh ikut masuk. Sehingga nanti akan kita uji materi untuk membuktikannya," pungkasnya.
(maf)