BLSM bukti kegagalan pemerintah
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat kebijakan politik Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago menjelaskan, setiap pemerintah mengambil kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat, tidak pernah mendengarkan masukan dalam hal ini, sharing atas kebijakan.
"Kita sering beritahukan, tetapi mereka tidak mau dengar," tegas Andrinov saat dihubungi KORAN SINDO, Senin (1/7/2013).
Pengamat kebijakan publik UI Ichsanuddin Noorsy mengatakan, kompensasi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) terkait kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diberikan pemerintah, sangat terlihat suatu suap politik.
Menurutnya, hal ini sudah pernah dilakukan pemerintah saat pemberian Bantuan langsung Tunai (BLT). "Ini sama seperti orang yang memberikan bantuan mendapatkan ganjaran kemulian. Sedangkan yang terima mendapat kehinaan," tandasnya.
Menurutnya, pembuatan konstruksi kebijakan tersebut dibangun sejak Indonesia diinstruksikan untuk berlakukan pasar bebas dalam sektor energi secara menyeluruh. Lanjut dia, keempat kompensasi tersebut merupakan kegagalan pelaksanaan pembangunan.
"Ini indikasi era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang sembilan tahun menjabat, terjadi kegagalan. Dan terakhir kompensasi (BLSM) yang diberikan juga wujud kegagalan," paparnya.
Ichsanuddin mengatakan, seharusnya masyarakat miskin tidak diberikan bantuan kompensasi seperti BLSM. Namun, metode asuransi tabungan pemodalan dan lapangan pekerjaan tepat diberikan. "Selain itu, metode awal kebijakan seperti pembangunan basis padat karya yang bisa dikembangkan sehingga masyarakat kita tidak malu," ungkapnya.
Sebaliknya, sekarang pemerintah mengikuti mekanisme pasar yang berbasis neo liberal. Sehingga berdampak pada kebijakan politik ekonomi liberal. Lanjut dia, pemerintah tidak belajar dari kesalahan.
Hal ini, banyak menimbulkan dampak negatif. Terutama dampak ekonomi, diperkirakan akan menambah banyak orang miskin. "Mereka (masyarakat) enggak butuh BLSM. Pemerintah harus memenuhi janji sumpah konsitusinya," tandas dia.
"Kita sering beritahukan, tetapi mereka tidak mau dengar," tegas Andrinov saat dihubungi KORAN SINDO, Senin (1/7/2013).
Pengamat kebijakan publik UI Ichsanuddin Noorsy mengatakan, kompensasi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) terkait kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diberikan pemerintah, sangat terlihat suatu suap politik.
Menurutnya, hal ini sudah pernah dilakukan pemerintah saat pemberian Bantuan langsung Tunai (BLT). "Ini sama seperti orang yang memberikan bantuan mendapatkan ganjaran kemulian. Sedangkan yang terima mendapat kehinaan," tandasnya.
Menurutnya, pembuatan konstruksi kebijakan tersebut dibangun sejak Indonesia diinstruksikan untuk berlakukan pasar bebas dalam sektor energi secara menyeluruh. Lanjut dia, keempat kompensasi tersebut merupakan kegagalan pelaksanaan pembangunan.
"Ini indikasi era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang sembilan tahun menjabat, terjadi kegagalan. Dan terakhir kompensasi (BLSM) yang diberikan juga wujud kegagalan," paparnya.
Ichsanuddin mengatakan, seharusnya masyarakat miskin tidak diberikan bantuan kompensasi seperti BLSM. Namun, metode asuransi tabungan pemodalan dan lapangan pekerjaan tepat diberikan. "Selain itu, metode awal kebijakan seperti pembangunan basis padat karya yang bisa dikembangkan sehingga masyarakat kita tidak malu," ungkapnya.
Sebaliknya, sekarang pemerintah mengikuti mekanisme pasar yang berbasis neo liberal. Sehingga berdampak pada kebijakan politik ekonomi liberal. Lanjut dia, pemerintah tidak belajar dari kesalahan.
Hal ini, banyak menimbulkan dampak negatif. Terutama dampak ekonomi, diperkirakan akan menambah banyak orang miskin. "Mereka (masyarakat) enggak butuh BLSM. Pemerintah harus memenuhi janji sumpah konsitusinya," tandas dia.
(maf)