Tahan Andi Mallarangeng, KPK tunggu BPK
A
A
A
Sindonews.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki alasan tersendiri tidak melakukan penahanan terhadap tersangka dugaan kasus korupsi pembangunan sport center Hambalang di Bogor, Jawa Barat, Andi Alfian Mallarangeng.
Ketua KPK Abraham Samad beralasan, hingga kini KPK belum mendapatkan hasil perhitungan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mengenai besaran kerugian negara atas perkara tersebut.
"Data dari BPK kami perlukan dan kami menunggu. Kami tahan itu si Alfian Andi buat 120 hari, dan kita belum dapatkan perhitungan. Maka yang bersangkutan harus dilepas di mata hukum selama-lamanya," kata Samad di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2013).
Pria asal Makassar ini mengaku, BPK mengalami kendala dalam melakukan perhitungan jumlah kerugian negara, karena permasalahan teknis. "Kami hanya bisa menunggu, karena BPK mengalami kendala. Itu kan perhitungan teknis," tegasnya.
Samad berharap, masyarakat tidak menyamakan antara kasus dugaan korupsi Hambalang dengan suap impor daging sapi. "Kasus yang lain tidak perlu perhitungan kerugian negara. Kasus yang anda (wartawan) bilang itu OTT yang cepat, jadi harus dibedakan," pungkasnya.
Ketua KPK Abraham Samad beralasan, hingga kini KPK belum mendapatkan hasil perhitungan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mengenai besaran kerugian negara atas perkara tersebut.
"Data dari BPK kami perlukan dan kami menunggu. Kami tahan itu si Alfian Andi buat 120 hari, dan kita belum dapatkan perhitungan. Maka yang bersangkutan harus dilepas di mata hukum selama-lamanya," kata Samad di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2013).
Pria asal Makassar ini mengaku, BPK mengalami kendala dalam melakukan perhitungan jumlah kerugian negara, karena permasalahan teknis. "Kami hanya bisa menunggu, karena BPK mengalami kendala. Itu kan perhitungan teknis," tegasnya.
Samad berharap, masyarakat tidak menyamakan antara kasus dugaan korupsi Hambalang dengan suap impor daging sapi. "Kasus yang lain tidak perlu perhitungan kerugian negara. Kasus yang anda (wartawan) bilang itu OTT yang cepat, jadi harus dibedakan," pungkasnya.
(stb)