Partisipasi perempuan dalam politik masih rendah
A
A
A
Sindonews.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (PP-PA) Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan, peranan perempuan dibidang politik masih rendah.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) di Indonesia, kata Linda, dipengaruhi oleh sebagian komunitas perempuan yang masih tertinggal baik dibidang pendidikan, ketenagakerjaan, dan politik.
Ketertinggalan perempuan dalam jabatan politik dapat diperlihatkan pada hasil Pemilu 2009, keterwakilan perempuan hanya 101 anggota (18,3 persen) dari 560 anggota DPR. Sedangkan, untuk DPD hanya 27 persen.
Sementara DPRD di 33 Provinsi hanya 16 persen dan DPRD Kabupaten/Kota hanya 12 persen. Bahkan masih terdapat 10 persen dari 497 kabupaten/Kota tidak terdapat keterwakilan perempuan di legislatif.
"Perempuan dalam top eksekutif dapat digambarkan, seorang Gubernur dan seorang Wagub dari 33 Gubernur/Kepala Daerah, perempuan menjadi Bupati/Walikota sebanyak 38 orang (7,6 persen) dari 497 Kabupaten/Kota,"tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, perempuan menjadi Menteri/Wakil Menteri baru mencapai 11 persen dari 56 Menteri/Wakil Menteri atau setingkat Menteri.
"Data ini membuktikan secara kasat mata bahwa persentase laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, maka ada kesenjangan gender yang cukup signifikan didalam bidang politik dan pengambil keputusan,"imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk melihat kesenjangan gender bisa mengacu pada laporan terbaru United Nation Development Program (UNDP) tahun 2013.
Laporan terbaru United Nation Development Program (UNDP) tahun 2013 menyatakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2012 menduduki peringkat 121 dari 187 negara dengan skor 0,629.
Angka ini, kata dia, meningkat tipis dari posisi tahun 2011 yang mencapai 124 dari 187 negara dengan skor 0,617.
Sedangkan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) yang diukur dari tiga variabel yakni proporsi keterwakilan perempuan dalam parlemen, proporsi perempuan dalam pengambilan keputusan (Profesional) dan kontribusi perempuan dalam pendapatan keluarga.
IDG tahun 2011 Indonesia, lanjut dia, masih menduduki rangking 80 dari 196 negara. "Hal ini menunjukkan bahwa di negara kita masih terjadi ketimpangan (Disparitas) gender yang signifikan,"katanya.
Sehingga, perlu ada terobosan melalui komitmen keberpihakan sementara (Affirmative) dari para penentu kebijakan untuk meningkatkan jumlah dan mutu keterwakilan perempuan dalam parlemen dan berbagai lembaga lainnya.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) di Indonesia, kata Linda, dipengaruhi oleh sebagian komunitas perempuan yang masih tertinggal baik dibidang pendidikan, ketenagakerjaan, dan politik.
Ketertinggalan perempuan dalam jabatan politik dapat diperlihatkan pada hasil Pemilu 2009, keterwakilan perempuan hanya 101 anggota (18,3 persen) dari 560 anggota DPR. Sedangkan, untuk DPD hanya 27 persen.
Sementara DPRD di 33 Provinsi hanya 16 persen dan DPRD Kabupaten/Kota hanya 12 persen. Bahkan masih terdapat 10 persen dari 497 kabupaten/Kota tidak terdapat keterwakilan perempuan di legislatif.
"Perempuan dalam top eksekutif dapat digambarkan, seorang Gubernur dan seorang Wagub dari 33 Gubernur/Kepala Daerah, perempuan menjadi Bupati/Walikota sebanyak 38 orang (7,6 persen) dari 497 Kabupaten/Kota,"tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, perempuan menjadi Menteri/Wakil Menteri baru mencapai 11 persen dari 56 Menteri/Wakil Menteri atau setingkat Menteri.
"Data ini membuktikan secara kasat mata bahwa persentase laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, maka ada kesenjangan gender yang cukup signifikan didalam bidang politik dan pengambil keputusan,"imbuhnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk melihat kesenjangan gender bisa mengacu pada laporan terbaru United Nation Development Program (UNDP) tahun 2013.
Laporan terbaru United Nation Development Program (UNDP) tahun 2013 menyatakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2012 menduduki peringkat 121 dari 187 negara dengan skor 0,629.
Angka ini, kata dia, meningkat tipis dari posisi tahun 2011 yang mencapai 124 dari 187 negara dengan skor 0,617.
Sedangkan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) yang diukur dari tiga variabel yakni proporsi keterwakilan perempuan dalam parlemen, proporsi perempuan dalam pengambilan keputusan (Profesional) dan kontribusi perempuan dalam pendapatan keluarga.
IDG tahun 2011 Indonesia, lanjut dia, masih menduduki rangking 80 dari 196 negara. "Hal ini menunjukkan bahwa di negara kita masih terjadi ketimpangan (Disparitas) gender yang signifikan,"katanya.
Sehingga, perlu ada terobosan melalui komitmen keberpihakan sementara (Affirmative) dari para penentu kebijakan untuk meningkatkan jumlah dan mutu keterwakilan perempuan dalam parlemen dan berbagai lembaga lainnya.
(lal)