Didik Purnomo tak berani intervensi Teddy Rusmawan
A
A
A
Sindonews.com - Pejabat Pembuat Komitmen Proyek Simulator SIM Brigjen Pol Didik Purnomo membantah pernah melakukan koordinasi dengan Ketua Panitia Lelang AKBP Teddy Rusmawan dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Didik mengungkapkan, Teddy selalu beralasan sedang ada tugas saat dipanggil olehnya. Padahal, Teddy dibutuhkan untuk membahas HPS.
"Alasannya (Teddy) kemarin kerja sampe malam atau mendapatkan tugas dari terdakwa (Djoko Susilo)," kata Didik saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (11/6/2013).
Merasa bosan dengan alasan Teddy yang selalu mencari alasan, Didik pun mengambil jalan pintas untuk menandatangani pengajuan HPS yang sudah disusun oleh tim panitia lelang pengadaan driving simulator tersebut.
"Kita tak berani intervensi ketua panitia lelang," kata mantan Wakakorlantas Polri itu.
Majelis hakim pun kemudian mencecar Didik darimana acuan untuk menentukan HPS driving simulator tahun 2011 tersebut. Pasalnya diketahui dalam HPS tersebut telah digelembungkan sedemikian rupa dari harga sebenarnya.
"Survei pasar, internet dan pengalaman tahun-tahun lalu," ungkapnya.
Hakim pun kemudian menaruh kecurigaan dan mempertanyakan apakah Didik benar-benar melepaskan proyek tersebut secara sepenuhnya kepada Tedy Rusmawan. Termasuk dalam pengajuan HPS tersebut. Namun, dengan tegas Didik kemudian tetap bersikukuh pada jawabannya.
"Yang lalu demikian. Selalu begitu," tegasnya.
Dalam surat dakwaan, yang menyusun HPS simulator pada awalnya adalah Djoko Susilo dan Direktur PT CMMA, Budi Susanto. Harga tiap unit simulator roda dua adalah Rp79,93 juta, sementara simulator roda empat adalah Rp258,9 juta.
Bahkan yang menyusun spesifikasi teknik adalah Budi Susanto dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, Sukotjo Sastronegoro Bambang. Setelah itu, Djoko Susilo malah memerintahkan Teddy Rusmawan menggunakan HPS dan spektek dari Budi Susanto dan Sukotjo S. Bambang.
Didik mengungkapkan, Teddy selalu beralasan sedang ada tugas saat dipanggil olehnya. Padahal, Teddy dibutuhkan untuk membahas HPS.
"Alasannya (Teddy) kemarin kerja sampe malam atau mendapatkan tugas dari terdakwa (Djoko Susilo)," kata Didik saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (11/6/2013).
Merasa bosan dengan alasan Teddy yang selalu mencari alasan, Didik pun mengambil jalan pintas untuk menandatangani pengajuan HPS yang sudah disusun oleh tim panitia lelang pengadaan driving simulator tersebut.
"Kita tak berani intervensi ketua panitia lelang," kata mantan Wakakorlantas Polri itu.
Majelis hakim pun kemudian mencecar Didik darimana acuan untuk menentukan HPS driving simulator tahun 2011 tersebut. Pasalnya diketahui dalam HPS tersebut telah digelembungkan sedemikian rupa dari harga sebenarnya.
"Survei pasar, internet dan pengalaman tahun-tahun lalu," ungkapnya.
Hakim pun kemudian menaruh kecurigaan dan mempertanyakan apakah Didik benar-benar melepaskan proyek tersebut secara sepenuhnya kepada Tedy Rusmawan. Termasuk dalam pengajuan HPS tersebut. Namun, dengan tegas Didik kemudian tetap bersikukuh pada jawabannya.
"Yang lalu demikian. Selalu begitu," tegasnya.
Dalam surat dakwaan, yang menyusun HPS simulator pada awalnya adalah Djoko Susilo dan Direktur PT CMMA, Budi Susanto. Harga tiap unit simulator roda dua adalah Rp79,93 juta, sementara simulator roda empat adalah Rp258,9 juta.
Bahkan yang menyusun spesifikasi teknik adalah Budi Susanto dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, Sukotjo Sastronegoro Bambang. Setelah itu, Djoko Susilo malah memerintahkan Teddy Rusmawan menggunakan HPS dan spektek dari Budi Susanto dan Sukotjo S. Bambang.
(kri)