Seperti sita bass Jokowi, KPK juga harus sita tropi SBY
A
A
A
Sindonews.com – Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie M Massardi mengatakan, demi rasa keadilan masyarakat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menyita tropi World Statesman Award (WSA) yang diterima Presiden Yudhoyono dari The Appeal of Conscience Foundation (ACF), di New York, Amerika Serikat.
“Kalau KPK berani menyita gitar bass milik Gubernur DKI Jokowi, karena hadiah dari Robert Trujillo, personel Metallica itu dianggap gratifikasi, maka demi rasa keadilan masyarakat, KPK juga harus menyita tropi yang diterima SBY dari yayasan kaum Yahudi AS itu,” ujar Adhie M Massardi Sabtu (1/6/2013).
Adhie melihat ada beberapa persamaan antara gitar bass hadiah dari personal grup musik Metallica untuk Jokowi, dengan tropi WSA yang diterima SBY dari ACF.
Keduanya, sesuai undang-undang, merupakan material berharga lebih dari Rp300 ribu, dan diberikan berkaitan dengan jabatan dengan tujuan si pemberi memperoleh imbalan dari hadiah tersebut.
Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi: Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Gitar bass Jokowi disita karena dia tidak punya prestasi apa pun dalam dunia musik, yang memang bukan kewajibannya. Makanya, KPK menganggap pasti si pemberi ada maunya karena Jokowi kini Gubernur DKI.
“Tropi WSA yang diterima SBY juga tidak ada kaitannya dengan kinerja kenegarawanan sebagai penjaga dan pemelihara kehidupan keberagamaan. Kalau tidak percaya, tanya para penggiat HAM, atau para pengampanye keharmonisan kehidupan beragama di Tanahair,” ungkap Adhie.
Jubir presiden era Gus Dur ini menambahkan, Kerukunan kehidupan beragama di Indonesia sudah lama di bangun oleh para pendiri bangsa.
Di era rezim SBY ini kalangan intoleran berkembang pesat, mengancam keharmonisan umat beragama. Alih-alih mengawal kebhinekaan, rezim SBY justru melakukan pembiaran terhadap kelompok-kelompok intoleran itu.
“Lihat saja orang dekatnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, lewat akun twitternya secara terbuka menghujat Romo Frans Magnis Suseno (FMS). Karena bagi Dipo, non-Muslim itu haram mengeritik SBY yang Muslim. Lalu Farhat Abbas, caleg Partai Demokrat pimpinan SBY, yang rasilais. Dia kini sedang berurusan dengan hukum karena lewat akun twitter menebar rasa permusuhan terhadap etnis Cina, dengan menghujat Wagub DKI Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), ” tukas Adhie.
Adhie meminta KPK serius menyikapi tropi WSA untuk SBY itu. Pasti ada sesuatu di balik pemberian hadiah yang kontroversial tersebut.
Sebab lembaga sebangsa ACF, dalam mencari dana lazim meminta sumbangan yang dibarter gelar.
“Kalau benar si penerima gelar harus nyumbang untuk biaya kegiatan ACF, berapa jumlahnya? Pasti di atas USD10 juta. Tapi menggunakan uang siapa? Kalau uang negara, masuk dalam delik korupsi dan penyalahgunaan wewenang,” ujar Adhie.
“Jadi dalam konteks ini, gitar bass Jokowi dan tropi WSA SBY sama-sama untuk urusan pribadi, dan ada udang di balik semua itu. Makanya, KPK jangan hanya beraninya sama Jokowi,” pungkas Adhie.
“Kalau KPK berani menyita gitar bass milik Gubernur DKI Jokowi, karena hadiah dari Robert Trujillo, personel Metallica itu dianggap gratifikasi, maka demi rasa keadilan masyarakat, KPK juga harus menyita tropi yang diterima SBY dari yayasan kaum Yahudi AS itu,” ujar Adhie M Massardi Sabtu (1/6/2013).
Adhie melihat ada beberapa persamaan antara gitar bass hadiah dari personal grup musik Metallica untuk Jokowi, dengan tropi WSA yang diterima SBY dari ACF.
Keduanya, sesuai undang-undang, merupakan material berharga lebih dari Rp300 ribu, dan diberikan berkaitan dengan jabatan dengan tujuan si pemberi memperoleh imbalan dari hadiah tersebut.
Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi: Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Gitar bass Jokowi disita karena dia tidak punya prestasi apa pun dalam dunia musik, yang memang bukan kewajibannya. Makanya, KPK menganggap pasti si pemberi ada maunya karena Jokowi kini Gubernur DKI.
“Tropi WSA yang diterima SBY juga tidak ada kaitannya dengan kinerja kenegarawanan sebagai penjaga dan pemelihara kehidupan keberagamaan. Kalau tidak percaya, tanya para penggiat HAM, atau para pengampanye keharmonisan kehidupan beragama di Tanahair,” ungkap Adhie.
Jubir presiden era Gus Dur ini menambahkan, Kerukunan kehidupan beragama di Indonesia sudah lama di bangun oleh para pendiri bangsa.
Di era rezim SBY ini kalangan intoleran berkembang pesat, mengancam keharmonisan umat beragama. Alih-alih mengawal kebhinekaan, rezim SBY justru melakukan pembiaran terhadap kelompok-kelompok intoleran itu.
“Lihat saja orang dekatnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, lewat akun twitternya secara terbuka menghujat Romo Frans Magnis Suseno (FMS). Karena bagi Dipo, non-Muslim itu haram mengeritik SBY yang Muslim. Lalu Farhat Abbas, caleg Partai Demokrat pimpinan SBY, yang rasilais. Dia kini sedang berurusan dengan hukum karena lewat akun twitter menebar rasa permusuhan terhadap etnis Cina, dengan menghujat Wagub DKI Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), ” tukas Adhie.
Adhie meminta KPK serius menyikapi tropi WSA untuk SBY itu. Pasti ada sesuatu di balik pemberian hadiah yang kontroversial tersebut.
Sebab lembaga sebangsa ACF, dalam mencari dana lazim meminta sumbangan yang dibarter gelar.
“Kalau benar si penerima gelar harus nyumbang untuk biaya kegiatan ACF, berapa jumlahnya? Pasti di atas USD10 juta. Tapi menggunakan uang siapa? Kalau uang negara, masuk dalam delik korupsi dan penyalahgunaan wewenang,” ujar Adhie.
“Jadi dalam konteks ini, gitar bass Jokowi dan tropi WSA SBY sama-sama untuk urusan pribadi, dan ada udang di balik semua itu. Makanya, KPK jangan hanya beraninya sama Jokowi,” pungkas Adhie.
(lns)