Eksistensi politikus perempuan terhambat oleh waktu
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR), Melani Leimena Suharli mengatakan, hal yang menyebabkan minimnya perempuan di kancah politik, karena perempuan memiliki keterbatasan waktu, tidak seperti laki-laki.
Menurutnya, laki-laki lebih fleksibel untuk turun ke dunia politik, terutama saat melakukan kampanye. Tentunya jika hal ini dilakukan perempuan, dapat berpengaruh dengan upaya mereka untuk terjun ke politik.
"Kalau kampanye, kita juga enggak mungkin sampai pagi dan sebagainya. Ada jam-jamnya, misalnya sampai jam 8. Yang lainnya laki-laki bisa sampai jam 2 pagi untuk berinteraksi dengan warga, jadi itulah kelemahan," katanya kepada wartawan di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2013).
Kendati demikian, politikus Partai Demokrat ini meminta, agar masyarakat tidak melihat dua hal tersebut, melainkan visi dan misi calon untuk maju ke dunia politik. "Tapi visi dan misi sama dengan laki-laki," tuntasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, modal popularitas saja tidak cukup untuk mengantarkan seseorang menjadi anggota DPR. Faktor moralitas, persoalan hukum, kapabilitas, dan kerja keras juga diperlukan dalam menentukan terpilihnya seorang calon anggota legislatif (caleg).
"Kalau cuma populer, tak pasti bisa melenggang ke parlemen. Harus punya modal lain," ujar anggota Komisi IX DPR, Okky Asokawati disela-sela acara Az-Zahra peduli dengan tema Perempuan Mandiri secara Ekonomi Pilar Kesejahteraan Keluarga di auditorum Kementerian Agama, jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kembali mencalonkan sebagai anggota legislatif ini mengatakan, kerja keras dan finansial harus jalan beriringan. Pasalnya, kedua faktor ini juga ikut menentukan seorang caleg untuk berhasil meduduki kursi di Senayan.
"Populer mau turun ke bawah, tapi tak bawa apa-apa, tak akan jadi. Atau sebaliknya, kerja keras, punya finansial yang bagus, tapi tak populer ya repot juga. Jadi memang semua harus terkait satu sama lain," tukasnya.
Menurutnya, laki-laki lebih fleksibel untuk turun ke dunia politik, terutama saat melakukan kampanye. Tentunya jika hal ini dilakukan perempuan, dapat berpengaruh dengan upaya mereka untuk terjun ke politik.
"Kalau kampanye, kita juga enggak mungkin sampai pagi dan sebagainya. Ada jam-jamnya, misalnya sampai jam 8. Yang lainnya laki-laki bisa sampai jam 2 pagi untuk berinteraksi dengan warga, jadi itulah kelemahan," katanya kepada wartawan di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2013).
Kendati demikian, politikus Partai Demokrat ini meminta, agar masyarakat tidak melihat dua hal tersebut, melainkan visi dan misi calon untuk maju ke dunia politik. "Tapi visi dan misi sama dengan laki-laki," tuntasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, modal popularitas saja tidak cukup untuk mengantarkan seseorang menjadi anggota DPR. Faktor moralitas, persoalan hukum, kapabilitas, dan kerja keras juga diperlukan dalam menentukan terpilihnya seorang calon anggota legislatif (caleg).
"Kalau cuma populer, tak pasti bisa melenggang ke parlemen. Harus punya modal lain," ujar anggota Komisi IX DPR, Okky Asokawati disela-sela acara Az-Zahra peduli dengan tema Perempuan Mandiri secara Ekonomi Pilar Kesejahteraan Keluarga di auditorum Kementerian Agama, jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kembali mencalonkan sebagai anggota legislatif ini mengatakan, kerja keras dan finansial harus jalan beriringan. Pasalnya, kedua faktor ini juga ikut menentukan seorang caleg untuk berhasil meduduki kursi di Senayan.
"Populer mau turun ke bawah, tapi tak bawa apa-apa, tak akan jadi. Atau sebaliknya, kerja keras, punya finansial yang bagus, tapi tak populer ya repot juga. Jadi memang semua harus terkait satu sama lain," tukasnya.
(maf)