Lakukan mark-up, Machfud tuding BPK tak paham proyek Hambalang
A
A
A
Sindonews.com - Direktur PT Dutasari Citralara Machfud Suroso menuding Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak paham soal pelaksanaan proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olaharaga Nasional (P3SON), Hambalang, Jawa Barat secara keseluruhan.
Bahkan, dia mempertanyakan hasil audit BPK yang menyebutkan adanya upaya mark up yang dilakukan Machfud terkait proyek bernilai Rp2,5 triliun itu.
"Kita kan orang bisnis masa mark up. BPK itukan tidak paham banget dengan kontrak saya. Tidak ada mark up itu," kata Machfud sesaat sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2013).
Saat disinggung apakah dirinya siap mempertanggungjawabkan kesalahan itu, jika KPK menetapkan sirinya sebagai tersangka. Dia hanya menjawab tidak mengerti soal hal itu. "Saya tidak paham itu," kilahnya.
Sekadar diketahui, pada pemeriksaan sebelumnya Machfud mengakui kalau PT Dutasari menerima Rp63 miliar terkait proyek Hambalang. Menurut Machfud, uang tersebut merupakan uang muka dari pengerjaan elektrikal mekanikal proyek Hambalang yang disubkontrakan ke PT Dutasari Citralaras.
Dia membantah, kalau uang Rp63 miliar itu disebut sebagai fee yang kemudian dibagi-bagikan ke mantan Ketum Demokrat Anas Urbaningrum, Menpora Andi Alfian Mallarangeng, serta ke anggota DPR seperti yang diungkapkan Nazaruddin.
Adapun PT Dutasari Citralaras merupakan salah satu perusahaan subkontraktor dalam pengerjaan proyek Hambalang. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap, MS (Mahfud Suroso) selaku Direktur Utama PT Dutasari Citralaras menerima uang muka sebesar Rp63.300.942.000 yang tidak seharusnya dia terima. Temuan aliran dana ini diduga terkait dengan pernyataan Nazaruddin beberapa waktu lalu.
Dalam kasus Hambalang, KPK telah menetapkan empat tersangka, yakni Andi, Dedd, Teuku Bagus, dan Anas. Adapun Andi, Deddy, dan Teuku Bagus diduga bersama-sama melakukan penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara. Sedangkan Anas diduga menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain.
Bahkan, dia mempertanyakan hasil audit BPK yang menyebutkan adanya upaya mark up yang dilakukan Machfud terkait proyek bernilai Rp2,5 triliun itu.
"Kita kan orang bisnis masa mark up. BPK itukan tidak paham banget dengan kontrak saya. Tidak ada mark up itu," kata Machfud sesaat sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2013).
Saat disinggung apakah dirinya siap mempertanggungjawabkan kesalahan itu, jika KPK menetapkan sirinya sebagai tersangka. Dia hanya menjawab tidak mengerti soal hal itu. "Saya tidak paham itu," kilahnya.
Sekadar diketahui, pada pemeriksaan sebelumnya Machfud mengakui kalau PT Dutasari menerima Rp63 miliar terkait proyek Hambalang. Menurut Machfud, uang tersebut merupakan uang muka dari pengerjaan elektrikal mekanikal proyek Hambalang yang disubkontrakan ke PT Dutasari Citralaras.
Dia membantah, kalau uang Rp63 miliar itu disebut sebagai fee yang kemudian dibagi-bagikan ke mantan Ketum Demokrat Anas Urbaningrum, Menpora Andi Alfian Mallarangeng, serta ke anggota DPR seperti yang diungkapkan Nazaruddin.
Adapun PT Dutasari Citralaras merupakan salah satu perusahaan subkontraktor dalam pengerjaan proyek Hambalang. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap, MS (Mahfud Suroso) selaku Direktur Utama PT Dutasari Citralaras menerima uang muka sebesar Rp63.300.942.000 yang tidak seharusnya dia terima. Temuan aliran dana ini diduga terkait dengan pernyataan Nazaruddin beberapa waktu lalu.
Dalam kasus Hambalang, KPK telah menetapkan empat tersangka, yakni Andi, Dedd, Teuku Bagus, dan Anas. Adapun Andi, Deddy, dan Teuku Bagus diduga bersama-sama melakukan penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara. Sedangkan Anas diduga menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain.
(mhd)