Konvensi buka jalan Pramono jadi capres Demokrat
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melempar wacana pemilihan calon presiden (Capres) partai berlambang mercy dilakukan lewat sistem konvensi. Bahkan, SBY berpendapat capres berasal dari kalangan sipil.
Pengamat Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi menilai, konvensi untuk menjaring calon presiden (capres) tidak tak akan mampu mengangkat popularitas dan elektabilitas Partai Demokrat.
"Kalau SBY dan internal Partai Demokrat jeli, justru publik melihat bahwa calon dari sipil bukan jaminan akan memperbaiki citra. Partai manapun termasuk Partai Demokrat. Publik sudah merasa bahwa elit sipil dan juga tentara yang ada di parpol tidak lagi bisa dipercaya," ujarnya kepada Sindonews, Rabu (10/4/2013).
Sebagai purnawirawan TNI, SBY dinilai tidak etis mendikotomikan sipil dan militer dalam konteks demokrasi saat ini. Justru, jikapun ada elit sipil yang relatif baik, tapi tidak terlalu dekat dengan lingkaran internal parpol.
"Katakanlah bahwa pernyataan itu untuk melindungi iparnya, Pramono Edhie Wibowo yang disiapkan untuk suksesi pengganti dirinya. Apakah itu SBY berkata seperti itu. Apalagi itu keluar dari mulut purnawirawan bintang empat," tandasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie setuju dengan kriteria Presiden 2014 dari kalangan sipil, seperti yang pernah dilontarkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu lalu.
"Itu kan kemauan Pak SBY. Saya juga punya kemauan Pak SBY juga punya. Saya sangat setuju, saya juga ingin presiden dari sipil," kata Marzuki yang juga Wakil Majelis Tinggi Partai Demokrat di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 9 April 2013.
Dia menilai, apa yang disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat itu, tidak ada yang salah. "Itu kan hak politik," katanya.
Maka itu, kata pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, 6 November 1955 itu mengatakan, jika presiden 2014 datang dari kalangan sipil, maka diyakini akan membangun civil society di kalangan masyarakat.
Kendati demikian, dia menyampaikan, hal itu merupakan hak rakyat Indonesia yang akan memilih pemimpinnya lima tahun ke depan. "Tetapi masyarakat nanti yang memilih apakah militer, apakah sipil. Saya rasa itu juga sama pilihan demokrasi," tandasnya.
Pengamat Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi menilai, konvensi untuk menjaring calon presiden (capres) tidak tak akan mampu mengangkat popularitas dan elektabilitas Partai Demokrat.
"Kalau SBY dan internal Partai Demokrat jeli, justru publik melihat bahwa calon dari sipil bukan jaminan akan memperbaiki citra. Partai manapun termasuk Partai Demokrat. Publik sudah merasa bahwa elit sipil dan juga tentara yang ada di parpol tidak lagi bisa dipercaya," ujarnya kepada Sindonews, Rabu (10/4/2013).
Sebagai purnawirawan TNI, SBY dinilai tidak etis mendikotomikan sipil dan militer dalam konteks demokrasi saat ini. Justru, jikapun ada elit sipil yang relatif baik, tapi tidak terlalu dekat dengan lingkaran internal parpol.
"Katakanlah bahwa pernyataan itu untuk melindungi iparnya, Pramono Edhie Wibowo yang disiapkan untuk suksesi pengganti dirinya. Apakah itu SBY berkata seperti itu. Apalagi itu keluar dari mulut purnawirawan bintang empat," tandasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie setuju dengan kriteria Presiden 2014 dari kalangan sipil, seperti yang pernah dilontarkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu lalu.
"Itu kan kemauan Pak SBY. Saya juga punya kemauan Pak SBY juga punya. Saya sangat setuju, saya juga ingin presiden dari sipil," kata Marzuki yang juga Wakil Majelis Tinggi Partai Demokrat di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 9 April 2013.
Dia menilai, apa yang disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat itu, tidak ada yang salah. "Itu kan hak politik," katanya.
Maka itu, kata pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, 6 November 1955 itu mengatakan, jika presiden 2014 datang dari kalangan sipil, maka diyakini akan membangun civil society di kalangan masyarakat.
Kendati demikian, dia menyampaikan, hal itu merupakan hak rakyat Indonesia yang akan memilih pemimpinnya lima tahun ke depan. "Tetapi masyarakat nanti yang memilih apakah militer, apakah sipil. Saya rasa itu juga sama pilihan demokrasi," tandasnya.
(kri)