Stempel pesakitan cederai karir Samad di KPK
A
A
A
Sindonews.com - Banyak pihak yang mempertanyakan putusan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memberikan sanksi ringan kepada Ketua KPK Abraham Samad dalam kasus bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum.
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai, sanksi tertulis yang diterima Abraham Samad karena dianggap melanggar kode etik pimpinan KPK terbilang cukup berat. Namun, bukan pada nilainya tapi bekas yang ditimbulkannya pada karir Abraham Samad.
"Menurut saya cukup berat itu sebenarnya, ini pasti melukai Samad. Sebab, ada cap atau stempel bersalah pada dirinya. Stempel itu akan terus melekat sepanjang karirnya," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Kamis (4/4/2013).
"Dengan memberi hukuman berupa teguran karena melakukan kekeliruan etik jangan dipandang ringan. Sanksinya luar biasa berat itu. Secara tidak langsung sudah ada cela," sambungnya.
Namun, ia memandang positif dengan dibentuknya Komite Etik hingga keluarnya putusan terkait kebocoran sprindik Anas ke publik. Ia meminta semua pihak menghentikan polemik kebocoran sprindik tersebut setelah adanya putusan Komite Etik.
"Jangan salah, belum pernah ada pimpinan KPK dipersalahkan secara etik. Jangan lupa kekuatan KPK itu pada level dan derajat etika para pimpinannya. Karena itu, sanksi yang dijatuhkan kepada Samad dan Adnan sudah cukup. Proporsional dan setimpal dengan apa yang dia lakukan," jelasnya.
Ia menambahkan, apa yang terjadi di KPK saat ini akan membawa iklim yang baik di masa yang akan datang. Menjadi pembelajaran bagi pimpinan maupun internal KPK agar lebih berhati-hati dan mawas diri.
"Apalagi Komite Etik tidak hanya berbicara konteks kasus ini, tapi juga merekomendasikan mengubah dan merancang kembali tata kelola administrasi internal. Itu hebat," tutupnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, meski Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tidak terbukti secara langsung terlibat dalam bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum namun tak lepas dari sanksi.
Abraham Samad dianggap telah melanggar kode etik sebagai Pimpinan KPK berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf b dan d, serta Pasal 6 ayat (1) huruf b, d, r dan v. Dengan pasal itu, Abraham Samad dijatuhi sanksi teguran tertulis dari Komite Etik.
Ada beberapa hal yang dianggap memberatkan, pertama, Abraham telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasus di lembaga antikorupsi itu termasuk kasus Anas.
"Telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasu di KPK termasuk kasus Anas," jelas Anggota Komite Etik, Abdullah Hehamahua dalam sidang putusan Komite Etik di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 4 April 2013.
Kedua, Abraham juga dinilai tidak segera melakukan koordinasi dengan Pimpinan KPK lainnya setelah bocornya sprindik milik Anas, hal ini lah yang dianggap ikut memberatkan sanksinya dalam sidang Komite Etik.
"Ketiga, Abraham samad tidak setuju blackberry-nya dilakukan kloning, tindakan tersebut tidak kooperatif," lanjutnya.
Terakhir menurut Komite Etik adalah munculnya pernyataan Abraham Samad di media bahwa Komite Etik merekayasa permasalahan tersebut dan ada upaya menjatuhkan dirinya dari jabatan sebagai Ketua KPK melalui penuntasan kasus bocornya sprindik milik Anas Urbaningrum.
"Mendahului pernyataan jika komite etik merekayasa, yang menyebut dalam media bahwa sprindik upaya menjatuhkan saya (Abraham) dalam pemberitaan media massa," tuntasnya.
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai, sanksi tertulis yang diterima Abraham Samad karena dianggap melanggar kode etik pimpinan KPK terbilang cukup berat. Namun, bukan pada nilainya tapi bekas yang ditimbulkannya pada karir Abraham Samad.
"Menurut saya cukup berat itu sebenarnya, ini pasti melukai Samad. Sebab, ada cap atau stempel bersalah pada dirinya. Stempel itu akan terus melekat sepanjang karirnya," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Kamis (4/4/2013).
"Dengan memberi hukuman berupa teguran karena melakukan kekeliruan etik jangan dipandang ringan. Sanksinya luar biasa berat itu. Secara tidak langsung sudah ada cela," sambungnya.
Namun, ia memandang positif dengan dibentuknya Komite Etik hingga keluarnya putusan terkait kebocoran sprindik Anas ke publik. Ia meminta semua pihak menghentikan polemik kebocoran sprindik tersebut setelah adanya putusan Komite Etik.
"Jangan salah, belum pernah ada pimpinan KPK dipersalahkan secara etik. Jangan lupa kekuatan KPK itu pada level dan derajat etika para pimpinannya. Karena itu, sanksi yang dijatuhkan kepada Samad dan Adnan sudah cukup. Proporsional dan setimpal dengan apa yang dia lakukan," jelasnya.
Ia menambahkan, apa yang terjadi di KPK saat ini akan membawa iklim yang baik di masa yang akan datang. Menjadi pembelajaran bagi pimpinan maupun internal KPK agar lebih berhati-hati dan mawas diri.
"Apalagi Komite Etik tidak hanya berbicara konteks kasus ini, tapi juga merekomendasikan mengubah dan merancang kembali tata kelola administrasi internal. Itu hebat," tutupnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, meski Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tidak terbukti secara langsung terlibat dalam bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum namun tak lepas dari sanksi.
Abraham Samad dianggap telah melanggar kode etik sebagai Pimpinan KPK berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf b dan d, serta Pasal 6 ayat (1) huruf b, d, r dan v. Dengan pasal itu, Abraham Samad dijatuhi sanksi teguran tertulis dari Komite Etik.
Ada beberapa hal yang dianggap memberatkan, pertama, Abraham telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasus di lembaga antikorupsi itu termasuk kasus Anas.
"Telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasu di KPK termasuk kasus Anas," jelas Anggota Komite Etik, Abdullah Hehamahua dalam sidang putusan Komite Etik di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 4 April 2013.
Kedua, Abraham juga dinilai tidak segera melakukan koordinasi dengan Pimpinan KPK lainnya setelah bocornya sprindik milik Anas, hal ini lah yang dianggap ikut memberatkan sanksinya dalam sidang Komite Etik.
"Ketiga, Abraham samad tidak setuju blackberry-nya dilakukan kloning, tindakan tersebut tidak kooperatif," lanjutnya.
Terakhir menurut Komite Etik adalah munculnya pernyataan Abraham Samad di media bahwa Komite Etik merekayasa permasalahan tersebut dan ada upaya menjatuhkan dirinya dari jabatan sebagai Ketua KPK melalui penuntasan kasus bocornya sprindik milik Anas Urbaningrum.
"Mendahului pernyataan jika komite etik merekayasa, yang menyebut dalam media bahwa sprindik upaya menjatuhkan saya (Abraham) dalam pemberitaan media massa," tuntasnya.
(kri)