Lamban periksa Bupati SBT, MAKI ancam gugat KPK
A
A
A
Sindonews.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berang dengan tindak tanduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, lembaga yang diharapkan sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi tersebut dinilai lamban menindaklanjuti setiap laporan masyarakat yang masuk terkait dugaan korupsi sejumlah kepala daerah di Indonesia.
Sementara, hanya kasus-kasus besar berskala nasional saja yang selama ini diproses KPK. Itu pun masih bernuansa tebang pilih karena kasus mega korupsi seperti Century dan BLBI hingga kini masih dipeti es-kan.
Salah satu yang membuat MAKI berang adalah lambannya KPK memeriksa kasus dugaan korupsi Bupati Seram Bagian Timur (SBT) Provinsi Maluku Abdullah Vanath yang diduga telah merugikan rakyat dan negara hingga ratusan miliar rupiah. Bahkan, disinyalir sejak menjabat sebagai bupati, harta kekayaan Abdullah melonjak drastis hingga mencapai Rp 7 triliun.
Karena alasan itu, MAKI akan melayangkan gugatan praperadilan kepada KPK. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan, kasus dugaan korupsi penyimpangan dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati SBT Abdullah Vanath nilainya cukup besar hingga ratusan miliar rupiah sehingga sudah merugikan rakyat dan negara Indonesia.
"Melihat kasus besar seperti itu, sudah seharusnya KPK segera menindaklanjuti laporan masyarakat ke KPK. Tidak seperti sekarang, masyarakat sudah banyak yang menilai kalau KPK sudah tebang pilih. Hanya kasus-kasus tertentu yang diproses,” ulas Boyamin melalui rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (23/2/2013).
Untuk itu, lanjut Boyamin, MAKI meminta KPK untuk segera menangkap Bupati SBT Maluku Abdulah Vanath.
"Tangkap langsung dan proses secepatnya. Karena jika tidak secepatnya, dikhawatirkan yang bersangkutan akan mengulangi praktik-praktik korupsinya, bahkan dengan nilai yang lebih besar dari sebelumnya. Ini harus dilakukan sebagai upaya memberikan efek jera bagi para koruptor yang masih ’bebas’ di sejumlah daerah," pungkasnya.
Sebelumnya, KOMITs mengeluarkan sejumlah data dugaan penyimpangan, korupsi dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati SBT Maluku Abdullah Vanath.
Juru bicara KOMITs Tommy DJ mengatakan, dugaan korupsi Abdullah Vanath di antaranya diduga bersumber dari penggunaan kas daerah dan gratifikasi sejumlah proyek APBD yang diberikan sejumlah rekanan di daerah itu.
Dugaan tindak pidana korupsi Vanath antara lain penggunaan dana blokir senilai Rp 4.138.598.887 dari total dana blokir Rp 12.084.742.669 (APBD 2006) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Bagian Keuangan Sekretariat Daerah.
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 tanggal 10 maret 2008, ditemukan anggaran senilai Rp 4.138.598.887 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain penggunaan dana blokir APBD 2006, Vanath juga diduga terlibat tindak pidana korupsi dana belanja tak terduga dalam APBD SBT Tahun Anggaran 2006 senilai Rp 1.635.328.419.
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 berdasarkan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2006, buku perhitungan APBD Tahun Anggaran 2006 dan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2007.
Bahkan, Abdullah Vanath juga diduga melakukan korupsi anggaran pembangunan ibukota SBT di Hunimua. Sejak tahun 2011 dan 2012 pemerintah SBT telah mengaloksikan APBD SBT sebesar Rp 100 miliar untuk pembangunan ibukota SBT di Hunimua.
Namun, hingga kini tidak terlihat adanya pembangunan fisik di lokasi tersebut. Sementara, Jaringan Kontrol Kebijakan Publik (JKKP) Maluku melansir dalam delapan tahun massa kepemimpinannya, Bupati SBT Abdullah Vanath diduga telah berhasil meraup kekayaan hingga Rp 7 triliun.
Sehingga, saat ini Abdullah Vanath adalah bupati terkaya di Maluku karena memiliki kekayaan pribadi yang berlimpah seperti tiga buah mini market, dua kapal kargo GT 2.500 ton, tiga usaha jasa travel, dua rumah mewah di Jakarta, satu toko, satu rumah mewah di Ambon, satu usaha distribusi semen tonasa di Bula yang dilengkapi dengan gudang penampung, usaha perkebunan Pala di Kecamatan Wrinama di Gunung Sunan 50.000 pohon, usaha perkebunan pala di Kecamatan Bula Sesa Silohan 10 hektar dengan penanaman 4.000 pohon.
Sementara, hanya kasus-kasus besar berskala nasional saja yang selama ini diproses KPK. Itu pun masih bernuansa tebang pilih karena kasus mega korupsi seperti Century dan BLBI hingga kini masih dipeti es-kan.
Salah satu yang membuat MAKI berang adalah lambannya KPK memeriksa kasus dugaan korupsi Bupati Seram Bagian Timur (SBT) Provinsi Maluku Abdullah Vanath yang diduga telah merugikan rakyat dan negara hingga ratusan miliar rupiah. Bahkan, disinyalir sejak menjabat sebagai bupati, harta kekayaan Abdullah melonjak drastis hingga mencapai Rp 7 triliun.
Karena alasan itu, MAKI akan melayangkan gugatan praperadilan kepada KPK. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan, kasus dugaan korupsi penyimpangan dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati SBT Abdullah Vanath nilainya cukup besar hingga ratusan miliar rupiah sehingga sudah merugikan rakyat dan negara Indonesia.
"Melihat kasus besar seperti itu, sudah seharusnya KPK segera menindaklanjuti laporan masyarakat ke KPK. Tidak seperti sekarang, masyarakat sudah banyak yang menilai kalau KPK sudah tebang pilih. Hanya kasus-kasus tertentu yang diproses,” ulas Boyamin melalui rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (23/2/2013).
Untuk itu, lanjut Boyamin, MAKI meminta KPK untuk segera menangkap Bupati SBT Maluku Abdulah Vanath.
"Tangkap langsung dan proses secepatnya. Karena jika tidak secepatnya, dikhawatirkan yang bersangkutan akan mengulangi praktik-praktik korupsinya, bahkan dengan nilai yang lebih besar dari sebelumnya. Ini harus dilakukan sebagai upaya memberikan efek jera bagi para koruptor yang masih ’bebas’ di sejumlah daerah," pungkasnya.
Sebelumnya, KOMITs mengeluarkan sejumlah data dugaan penyimpangan, korupsi dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati SBT Maluku Abdullah Vanath.
Juru bicara KOMITs Tommy DJ mengatakan, dugaan korupsi Abdullah Vanath di antaranya diduga bersumber dari penggunaan kas daerah dan gratifikasi sejumlah proyek APBD yang diberikan sejumlah rekanan di daerah itu.
Dugaan tindak pidana korupsi Vanath antara lain penggunaan dana blokir senilai Rp 4.138.598.887 dari total dana blokir Rp 12.084.742.669 (APBD 2006) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Bagian Keuangan Sekretariat Daerah.
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 tanggal 10 maret 2008, ditemukan anggaran senilai Rp 4.138.598.887 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain penggunaan dana blokir APBD 2006, Vanath juga diduga terlibat tindak pidana korupsi dana belanja tak terduga dalam APBD SBT Tahun Anggaran 2006 senilai Rp 1.635.328.419.
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 berdasarkan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2006, buku perhitungan APBD Tahun Anggaran 2006 dan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2007.
Bahkan, Abdullah Vanath juga diduga melakukan korupsi anggaran pembangunan ibukota SBT di Hunimua. Sejak tahun 2011 dan 2012 pemerintah SBT telah mengaloksikan APBD SBT sebesar Rp 100 miliar untuk pembangunan ibukota SBT di Hunimua.
Namun, hingga kini tidak terlihat adanya pembangunan fisik di lokasi tersebut. Sementara, Jaringan Kontrol Kebijakan Publik (JKKP) Maluku melansir dalam delapan tahun massa kepemimpinannya, Bupati SBT Abdullah Vanath diduga telah berhasil meraup kekayaan hingga Rp 7 triliun.
Sehingga, saat ini Abdullah Vanath adalah bupati terkaya di Maluku karena memiliki kekayaan pribadi yang berlimpah seperti tiga buah mini market, dua kapal kargo GT 2.500 ton, tiga usaha jasa travel, dua rumah mewah di Jakarta, satu toko, satu rumah mewah di Ambon, satu usaha distribusi semen tonasa di Bula yang dilengkapi dengan gudang penampung, usaha perkebunan Pala di Kecamatan Wrinama di Gunung Sunan 50.000 pohon, usaha perkebunan pala di Kecamatan Bula Sesa Silohan 10 hektar dengan penanaman 4.000 pohon.
(kri)