Sprindik bocor, jelas bukan kelalaian
A
A
A
Sindonews.com - Pembentukan Komite Etik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan mampu mengungkap fakta sebenarnya terkait draf surat perintah dimulainya penyidikan (srpindik) terhadap Anas Urbaningrum yang bocor.
Komite Etik ini penting untuk mengungkap fakta sekaligus menepis banyaknya dugaan-dugaan dan kritikan ditudingkan kepada KPK yang selama ini menjadi harapan masyarakat sebagai lembaga pemberantas korupsi.
Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri mensinyalir, bocornya sprindik itu tak sekadar kelalaian, tapi ada unsur kesengajaan.
Awalnya KPK mengklaim apa yang beredar di media massa itu bukan sprindik miliknya, tapi kemudian mengklarifikasi, dan menyatakan jika sprindik itu benar dari KPK.
"Ini memperlihatkan bahwa bocornya sprindik bukan lagi sekadar kelalaian biasa, tapi melibatkan peran dari para pihak yang selama ini mengetahui di mana celah sprindik bisa keluar dari jalur semestinya," ujar Ronald kepada Sindonews, Jumat (22/2/203).
Menurutnya, kejadian seperti itu baru pertama kalinya di KPK pimpinan Abraham Samad, dan belum pernah terjadi pada periode sebelumnya. Ronald tak mau menduga apakah hal ini ada keterlibatan pihak dari luar yang sengaja mengintervensi.
Penyebab kebocoran tersebut terjadi di level mana, pimpinan atau di level pegawai KPK, tim Komite Etik setidaknya dapat menelusurinya.
Sprindik tersebut bocor ketika proses pengambilan keputusan di tingkat komisioner sedang berlangsung. Terlihat ada tiga paraf konfirmasi dari tiga orang komisioner. "Fakta ini bisa memandu Komite Etik untuk menindaklanjuti berbagai temuan yang sudah dilakukan lebih dulu," jelasnya.
Komite Etik ini penting untuk mengungkap fakta sekaligus menepis banyaknya dugaan-dugaan dan kritikan ditudingkan kepada KPK yang selama ini menjadi harapan masyarakat sebagai lembaga pemberantas korupsi.
Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri mensinyalir, bocornya sprindik itu tak sekadar kelalaian, tapi ada unsur kesengajaan.
Awalnya KPK mengklaim apa yang beredar di media massa itu bukan sprindik miliknya, tapi kemudian mengklarifikasi, dan menyatakan jika sprindik itu benar dari KPK.
"Ini memperlihatkan bahwa bocornya sprindik bukan lagi sekadar kelalaian biasa, tapi melibatkan peran dari para pihak yang selama ini mengetahui di mana celah sprindik bisa keluar dari jalur semestinya," ujar Ronald kepada Sindonews, Jumat (22/2/203).
Menurutnya, kejadian seperti itu baru pertama kalinya di KPK pimpinan Abraham Samad, dan belum pernah terjadi pada periode sebelumnya. Ronald tak mau menduga apakah hal ini ada keterlibatan pihak dari luar yang sengaja mengintervensi.
Penyebab kebocoran tersebut terjadi di level mana, pimpinan atau di level pegawai KPK, tim Komite Etik setidaknya dapat menelusurinya.
Sprindik tersebut bocor ketika proses pengambilan keputusan di tingkat komisioner sedang berlangsung. Terlihat ada tiga paraf konfirmasi dari tiga orang komisioner. "Fakta ini bisa memandu Komite Etik untuk menindaklanjuti berbagai temuan yang sudah dilakukan lebih dulu," jelasnya.
(lns)