Hanura perjuangkan UU Pilpres batasi Presiden rangkap jabatan

Kamis, 21 Februari 2013 - 08:58 WIB
Hanura perjuangkan UU...
Hanura perjuangkan UU Pilpres batasi Presiden rangkap jabatan
A A A
Sindonews - Sekretaris Fraksi Hanura Saleh Husin mengatakan, kritik yang meluncur deras terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena dinilai terlalu sibuk mengurusi Partai Demokrat dan menomorduakan rakyat harus bisa dijadikan pelajaran. Bahwa Presiden di masa mendatang harus fokus mengurus negara tanpa diganggu masalah partai.

"Memang sebaiknya seseorang yang menjabat di partai politik jika terpilih menjadi presiden maka yang bersangkutan harus melepas semua jabatan di partai. Karena ia sudah menjadi milik semua masyarakat Indonesia," ujarnya kepada Sindonews, Kamis (21/2/2013).

"Kalau hal ini dilakukan maka ia tidak akan punya konflik kepentingan yang mana harus terlibat langsung mengurusi partainya," lanjutnya.

Meski melepas jabatannya di partai, menurutnya, Presiden tak perlu takut karena masyarakat akan menjadi benteng utama dari gangguan dalam bekerja dengan baik untuk kemakmuran bangsa. "Tidak ada yang lebih besar dari kekuatan rakyat. Selama bekerja di track yang benar, saya yakin masyarakat akan menjaga Presiden dengan baik," tuturnya.

Pada Pemilu 2014 mendatang, lanjut Husin, pihaknya mendorong agar dibuat aturan yang jelas untuk membatasi Presiden tak boleh lagi memangku jabatan strategis di partai. Untuk itu, Hanura mendorong agar aturan itu dimasukkan dalam Undang-Undaang Pilpres yang sedang digodok Baleg DPR.

"Hanura akan perjuangkan agar aturan itu bisa masuk dalam Undang-Undang Pilpres yang sedang digodok. Ini penting agar negara dan rakyat tidak lagi dinomorduakan oleh Presidennya," tegasnya.

Hal senada juga terlontar dari mulut Wakil Ketua Fraksi Demokrat Sutan Bhatoegana. Pihaknya sepakat jika seorang yang terpilih menjadi Presiden harus melepas jabatannya di partai. Menurutnya, aturan itu tak hanya berlaku bagi Presiden tapi juga seluruh pejabat negara,

"Ya untuk idealnya sih begitu. Tapi bukan aja Presiden, tapi juga berlaku untuk semua pejabat negara yang di eksekutif, dari Lurah sampai Presiden. Itu yg dikatakan, 'My loyality to party ends, when my loyality to country begin'," ujarnya kepada Sindonews, Kamis (21/2/2013).

Mengapa hal itu dipandang ideal? Karena, kata Sutan, pejabat negara yang sudah terpilih sudah menjadi milik rakyat bukan lagi milik partai. Namun, menurutnya, masih membutuhkan waktu yang panjang mematangkan aturan itu.

"Namun itu berlaku untuk beberapa tahun ke depan lagi. Sampai Demokrasi kita berjalan dan tumbuh berkembang dengan baik seiring dengan telah berubahnya performance parpol-parpol kita secara menjanjikan," ucapnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0794 seconds (0.1#10.140)