Keterbukaan informasi di Indonesia masih lemah
A
A
A
Sindonews.com - Perhatian pemerintah terhadap keterbukaan informasi sampai saat ini memprihatinkan. Negara masih enggan terbuka dalam menyampaikan informasi yang seharusnya bisa dikonsumsi publik.
"Perhatian negara atau negara terhadap keterbukaan informasi memang masih memprihatinkan," ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun
dalam diskusi RUU Rahasia Negara versus Penutupan Skandal Politik di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (19/2/2013).
Tama pun memberikan beberapa contoh perhatian pemerintah dalam keterbukaan informasi publik yang masih lemah itu.
Pertama, hingga saat ini belum ada rencana Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk mencari pengganti komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) meski masa jabatannya kurang dari lima bulan.
"Pertama bisa kita lihat, sampai saat ini Menkominfo belum memberikan wacana pengganti komisioner KIP padahal waktu pertama pemilihan komisioner pertama saja membutuhkan sembilan bulan hingga mereka bisa bekerja, sekarang tinggal sekitar empat bulan atau kurang dari lima bulan," katanya.
Contoh kedua lanjutnya, kalau pun KIP mengeluarkan putusan mengenai informasi yang harus diterima masyarakat banyak pihak yang enggan menghormati dan mematuhi apa yang menjadi putusan tersebut.
"Kedua, misal kita ke satu sekolah minta laporan BOS tetapi tidak dikasih padahal itu informasi yang harus diketahui publik. Atau kita ke partai dan meminta laporan keuangan mereka, banyak yang menolak dengan dalih rahasia padahal juga kita sudah menangkan di sidang ajudikasi KIP," cetusnya.
Dari dua contoh itu Tama menyimpulkan kalau keterbukaan informasi publik di Indonesia masih sebatas uji coba karena banyak yang belum menjalankan.
"Ini masih sebatas uji coba atau trial saja, tidak ada jaminan untuk itu, upaya yang dilakukan pun masih omong kosong," pungkasnya.
"Perhatian negara atau negara terhadap keterbukaan informasi memang masih memprihatinkan," ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun
dalam diskusi RUU Rahasia Negara versus Penutupan Skandal Politik di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (19/2/2013).
Tama pun memberikan beberapa contoh perhatian pemerintah dalam keterbukaan informasi publik yang masih lemah itu.
Pertama, hingga saat ini belum ada rencana Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk mencari pengganti komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) meski masa jabatannya kurang dari lima bulan.
"Pertama bisa kita lihat, sampai saat ini Menkominfo belum memberikan wacana pengganti komisioner KIP padahal waktu pertama pemilihan komisioner pertama saja membutuhkan sembilan bulan hingga mereka bisa bekerja, sekarang tinggal sekitar empat bulan atau kurang dari lima bulan," katanya.
Contoh kedua lanjutnya, kalau pun KIP mengeluarkan putusan mengenai informasi yang harus diterima masyarakat banyak pihak yang enggan menghormati dan mematuhi apa yang menjadi putusan tersebut.
"Kedua, misal kita ke satu sekolah minta laporan BOS tetapi tidak dikasih padahal itu informasi yang harus diketahui publik. Atau kita ke partai dan meminta laporan keuangan mereka, banyak yang menolak dengan dalih rahasia padahal juga kita sudah menangkan di sidang ajudikasi KIP," cetusnya.
Dari dua contoh itu Tama menyimpulkan kalau keterbukaan informasi publik di Indonesia masih sebatas uji coba karena banyak yang belum menjalankan.
"Ini masih sebatas uji coba atau trial saja, tidak ada jaminan untuk itu, upaya yang dilakukan pun masih omong kosong," pungkasnya.
(lns)