Aroma politik kental di sprindik Anas
A
A
A
Sindonews. com - Sprindik yang muncul ke publik terkait status Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan kemudian menimbulkan polemik termasuk di internal KPK telah menimbulkan penafsiran adanya aroma politik. Publik menilai bahwa KPK mulai terseret arus permainan politik penguasa.
"Ada dua catatan saya. Pertama bahwa aroma politik itu tercium dalam kasus Hambalang yang melibatkan banyak tokoh Partai Demokrat. Kedua, soal sprindik yang bocor saya sangat kecewa karena itu urusan sangat besar dan urusan menyangkut nasib orang tetapi terkesan ceroboh," ujar Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat saat dihubungi SINDO, Kamis (14/2/2013).
Ia melanjutkan, hal itu memunculkan tafsir politik di publik dan menjadi pertanyaan besar apakah ini ada keterkaitan antara KPK dengan Istana. Ia melihat, ada rangkaian fakta yang menimbulkan pertanyaan dan memancing publik untuk menafsirkan sendiri-sendiri apakah ada kaitan antara KPK dengan kekuasaan.
Dimulai dari hasil survei SMRC yang menunjukkan elektabilitas Partai Demokrat terpuruk, kemudian ditanggapi oleh para petinggi Demokrat yang secara tidak langsung menyalahkan Anas. Desakan agar SBY turun tangan kemudian dijawab dengan konferensi pers presiden soal elektabilitas Demokrat.
Sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, SBY lalu meminta KPK mempercepat status Anas dan ada pengambilalihan kendali ketua umum dari tangan Anas. Lalu dilanjutkan dengan bocornya sprindik yang menetapkan Anas sebagai tersangka dalam kasus gugaan korupsi Hambalang.
"Fakta komisioner KPK yang kemudian mengungkapkan ke publik sudah membubuhi tandatangan dan mencabutnya karena alasan tidak sesuai prosedur. Itu menjadi rangkaian cerita tersendiri yang bagi saya sangat menyedihkan,” jelas mantan anggota Tim Delapan ini.
"Ada dua catatan saya. Pertama bahwa aroma politik itu tercium dalam kasus Hambalang yang melibatkan banyak tokoh Partai Demokrat. Kedua, soal sprindik yang bocor saya sangat kecewa karena itu urusan sangat besar dan urusan menyangkut nasib orang tetapi terkesan ceroboh," ujar Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat saat dihubungi SINDO, Kamis (14/2/2013).
Ia melanjutkan, hal itu memunculkan tafsir politik di publik dan menjadi pertanyaan besar apakah ini ada keterkaitan antara KPK dengan Istana. Ia melihat, ada rangkaian fakta yang menimbulkan pertanyaan dan memancing publik untuk menafsirkan sendiri-sendiri apakah ada kaitan antara KPK dengan kekuasaan.
Dimulai dari hasil survei SMRC yang menunjukkan elektabilitas Partai Demokrat terpuruk, kemudian ditanggapi oleh para petinggi Demokrat yang secara tidak langsung menyalahkan Anas. Desakan agar SBY turun tangan kemudian dijawab dengan konferensi pers presiden soal elektabilitas Demokrat.
Sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, SBY lalu meminta KPK mempercepat status Anas dan ada pengambilalihan kendali ketua umum dari tangan Anas. Lalu dilanjutkan dengan bocornya sprindik yang menetapkan Anas sebagai tersangka dalam kasus gugaan korupsi Hambalang.
"Fakta komisioner KPK yang kemudian mengungkapkan ke publik sudah membubuhi tandatangan dan mencabutnya karena alasan tidak sesuai prosedur. Itu menjadi rangkaian cerita tersendiri yang bagi saya sangat menyedihkan,” jelas mantan anggota Tim Delapan ini.
(kri)