Abraham Samad menghilang pasca Luthfi Hasan ditangkap KPK

Sabtu, 02 Februari 2013 - 03:47 WIB
Abraham Samad menghilang...
Abraham Samad menghilang pasca Luthfi Hasan ditangkap KPK
A A A
Sindonews.com - Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) menjadi tersangka atas kasus dugaan suap impor daging.

Dalam hitungan jam, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu dijemput oleh sejumlah penyidik KPK di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS, di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu 30 Januari 2013, sekira pukul 23.30 WIB.

Namun, dalam penetapan dan penangkapan Luthfi Hasan, banyak pihak yang mempertanyakan dimana keberadaan Ketua KPK Abraham Samad. Pasalnya, beberapa kali pengumuman untuk kasus-kasus besar yang melibatkan figur politik, Samad selalu terdepan dalam mengumunkannya.

Tetapi, hingga Sabtu (2/2/2013), khususnya dalam kasus dugaan suap impor daging ini, hal itu tidak terjadi. Yang mengumumkan justru Juru Bicara (Jubir) KPK Johan Budi.

Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, KPK akhirnya menetapkan empat orang tersangka dalam kaitannya penyuapan untuk pengurusan regulasi impor daging sapi. Hasil tersebut didapatkan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK tadi malam di Hotel Le Meridien, Jakarta.

Jubir KPK Johan Budi menegaskan, tiga orang tersangka itu adalah tiga orang yang berasal dari pihak swasta dan satu orang yang berasal dari anggota DPR.

"Dari hasil gelar perkara kita sudah menemuakan dua alat bukti yang cukup dengan dugaan suap yang dilakukan oleh JE (Jhon Effendy) selaku pemberi dan AAE kepada AF. Kemudian kita temukan dua alat bukti yang cukup dengan salah satu anggota DPR bernama LHI (Luthfi Hasan Ishaaq)," kata Johan dalam keterangan persnya di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 30 Januari 2013.

Sementara, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan Luthfi dijerat pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 1 atau pasal 11 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Menurutnya, dalam pasal 5 ayat 2 dengan tegas disebutkan, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian janji atau sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a atau b dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.

“Supaya tidak salah kaprah, salah tafsir, salah paham, pasal 5 itu kan menyatakan bukan sekadar kalau yang namanya suap itu janji, hadiah, dan lain-lain. Bukan hanya sekedar barang, tapi janji juga bisa masuk situ. Memberi atau menjanjikan sesuatu untuk pemberinya. Yang saya ingin kemukakan itu bahwa janji juga bisa menjadi bagian dari ini,“ kata Bambang di Gedung KPK, Kamis 31 Januari.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0377 seconds (0.1#10.140)