UU KUHAP baru, terobosan hukum luar biasa
A
A
A
Sindonews.com - Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin mengatakan, dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP yang baru mengakomodir hak-hak seseorang yang terlibat dalam tindak pidana.
Seorang tersangka tidak bisa langsung dilakukan penahanan hanya dengan bermodalkan surat penahanan. Penyidik sebelum melakukan penahanan harus mendapatkan persetujuan dari hakim pemeriksa pendahuluan.
“Hakim ini yang akan menentukan layak tidaknya seseorang yang diduga terlibat tindak pidana dilakukan penahaan. Dengan begitu, seorang penyidik tidak akan semena-mena melakukan penahanan terhadap pelaku tindak pidana,” jelasnya, di Jakarta, Rabu (16/1/2013).
Kalaupun akhirnya dilakukan penahanan, lanjut dia, berdasarkan draf RUU KUHAP yang segera digodok DPR disebutkan, tidak boleh melebihi batas maksimal yakni 10 hari. Sebelumnya, proses penahanan seseorang yang diduga terlibat tindak pidana selama 110 hari sebelum menjalani proses persidangan. “Ini trobosan hukum yang luar biasa,” tegasnya.
Di dalam RUU itu juga mengatasi terjadinya praktik bolak-balik berkas. Sebab, dari awal penyidik melakukan pemberkasan, jaksa sudah dilibatkan. Dengan begitu, tidak perlu lagi adanya bolak-balik berkas, seperti yang terjadi belakangan ini.
“Nantinya dari awal jaksa mengikuti proses penanganan kasus sejak hari pertama oleh penyidik, kemudian ketika diberitahukan dimulainya awal penyidikan tidak perlu pakai surat lagi. Cukup menggunakan telepon sembari direkam,” katanya.
Gebrakan lainnya dari RUU KUHAP itu, yakni, keberadaan saksi mahkota yang memberitahukan adanya suatu tindak pidana, tidak perlu dituntut lagi. Pasalnya, dia sudah turut membantu proses penanganan kasus yang tengah ditangani penegak hukum. "Sama halnya dengan justice kolabolatorn" terangnya.
Dia juga mengatakan, RUU KUHAP ini bisa dikatakan monumental karena sudah sekian tahun tidak ada perkembangan atau mangkrak. Namun, berkat seriusan berbagai pihak, akhirnya draf RUU KUHAP bisa rampung," paparnya.
Bahkan, lanjut dia, presiden dan wakil presiden menyambut positif dari isi RUU KUHAP itu. Pasalnya, dari isi draf yang tertuang dianggap cukup mengakomodasi kepentingan masyarakat kecil yang terjerat hukum. Disamping menuntut aparat penegak hukum bekerja profesional karena keterbatasan waktu penanganan perkara.
Seorang tersangka tidak bisa langsung dilakukan penahanan hanya dengan bermodalkan surat penahanan. Penyidik sebelum melakukan penahanan harus mendapatkan persetujuan dari hakim pemeriksa pendahuluan.
“Hakim ini yang akan menentukan layak tidaknya seseorang yang diduga terlibat tindak pidana dilakukan penahaan. Dengan begitu, seorang penyidik tidak akan semena-mena melakukan penahanan terhadap pelaku tindak pidana,” jelasnya, di Jakarta, Rabu (16/1/2013).
Kalaupun akhirnya dilakukan penahanan, lanjut dia, berdasarkan draf RUU KUHAP yang segera digodok DPR disebutkan, tidak boleh melebihi batas maksimal yakni 10 hari. Sebelumnya, proses penahanan seseorang yang diduga terlibat tindak pidana selama 110 hari sebelum menjalani proses persidangan. “Ini trobosan hukum yang luar biasa,” tegasnya.
Di dalam RUU itu juga mengatasi terjadinya praktik bolak-balik berkas. Sebab, dari awal penyidik melakukan pemberkasan, jaksa sudah dilibatkan. Dengan begitu, tidak perlu lagi adanya bolak-balik berkas, seperti yang terjadi belakangan ini.
“Nantinya dari awal jaksa mengikuti proses penanganan kasus sejak hari pertama oleh penyidik, kemudian ketika diberitahukan dimulainya awal penyidikan tidak perlu pakai surat lagi. Cukup menggunakan telepon sembari direkam,” katanya.
Gebrakan lainnya dari RUU KUHAP itu, yakni, keberadaan saksi mahkota yang memberitahukan adanya suatu tindak pidana, tidak perlu dituntut lagi. Pasalnya, dia sudah turut membantu proses penanganan kasus yang tengah ditangani penegak hukum. "Sama halnya dengan justice kolabolatorn" terangnya.
Dia juga mengatakan, RUU KUHAP ini bisa dikatakan monumental karena sudah sekian tahun tidak ada perkembangan atau mangkrak. Namun, berkat seriusan berbagai pihak, akhirnya draf RUU KUHAP bisa rampung," paparnya.
Bahkan, lanjut dia, presiden dan wakil presiden menyambut positif dari isi RUU KUHAP itu. Pasalnya, dari isi draf yang tertuang dianggap cukup mengakomodasi kepentingan masyarakat kecil yang terjerat hukum. Disamping menuntut aparat penegak hukum bekerja profesional karena keterbatasan waktu penanganan perkara.
(lns)