Kurang bukti, KY tak sanggup tangani suap hakim
Rabu, 16 Januari 2013 - 17:59 WIB

Kurang bukti, KY tak sanggup tangani suap hakim
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman mengakui pihaknya sering gagal mengusut kasus penyupan dilakukan oleh hakim karena kurangnya barang bukti. Oleh karena itu, kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu dilakukan.
Eman menuturkan, saat ini pihaknya tengah menangani kasus seorang penegak hukum yang diduga memeras dengan janji meloloskan satu kasus.
Tentu saja, dirinya menjadi kecewa melihat hakim tidak bisa menunjukan cerminan sebagai seorang penegak hukum yang adil, dan hanya berorientasi pada uang.
"Di Jawa Barat. Enggak usah disebut, kalau disebut nanti anda pasti tahu. Itu karena mentalnya (buruk). Hakim itu semua pernah ditawari suap. Tinggal dirinya, apakah mau menerima atau tidak," kata Eman di Kantor KY, Jakarta, Rabu (16/1/2013).
Informasi hakim yang memeras itu diterima dari pengalaman pengacara yang juga mahasiswanya saat mengambil pendidikan S3. Hakim itu terang-terangan meminta sejumlah nominal uang sebagai upah timbal balik.
"Itu yang bercerita pengacara kepada saya, dia mahasiswa saya. Dia (hakim itu) menangani kasus, kemudian untuk pemeriksaan setempat dia negosiasi, bahwa dengan biaya Rp500 ribu dia mintanya 10 juta," ungkap Eman.
Namun akhirnya Eman mengaku menyerah menindaklanjuti praktek suap itu, sebab tidak memiliki bukti yang kuat.
Berangkat dari persoalan itu, KY berharap KPK dapat membersihkan para hakim yang bermental buruk itu. "Cuma kami tidak bisa menindaklanjuti, karena enggak ada bukti. Ini kan cerita pengalaman. Inilah persoalanya. Ini kendala KY dalam mengawasi mereka (para hakim). Oleh karena itu kami adakan MoU dengan KPK, biar disadap hakim yang dicurigai," pungkasnya.
Eman menuturkan, saat ini pihaknya tengah menangani kasus seorang penegak hukum yang diduga memeras dengan janji meloloskan satu kasus.
Tentu saja, dirinya menjadi kecewa melihat hakim tidak bisa menunjukan cerminan sebagai seorang penegak hukum yang adil, dan hanya berorientasi pada uang.
"Di Jawa Barat. Enggak usah disebut, kalau disebut nanti anda pasti tahu. Itu karena mentalnya (buruk). Hakim itu semua pernah ditawari suap. Tinggal dirinya, apakah mau menerima atau tidak," kata Eman di Kantor KY, Jakarta, Rabu (16/1/2013).
Informasi hakim yang memeras itu diterima dari pengalaman pengacara yang juga mahasiswanya saat mengambil pendidikan S3. Hakim itu terang-terangan meminta sejumlah nominal uang sebagai upah timbal balik.
"Itu yang bercerita pengacara kepada saya, dia mahasiswa saya. Dia (hakim itu) menangani kasus, kemudian untuk pemeriksaan setempat dia negosiasi, bahwa dengan biaya Rp500 ribu dia mintanya 10 juta," ungkap Eman.
Namun akhirnya Eman mengaku menyerah menindaklanjuti praktek suap itu, sebab tidak memiliki bukti yang kuat.
Berangkat dari persoalan itu, KY berharap KPK dapat membersihkan para hakim yang bermental buruk itu. "Cuma kami tidak bisa menindaklanjuti, karena enggak ada bukti. Ini kan cerita pengalaman. Inilah persoalanya. Ini kendala KY dalam mengawasi mereka (para hakim). Oleh karena itu kami adakan MoU dengan KPK, biar disadap hakim yang dicurigai," pungkasnya.
(lns)