Beban industri telekomunikasi bakal bertambah
A
A
A
RENCANA pemerintah menerapkan cukai pada pulsa mendapatkan penolakan sejumlah pihak. Rencana untuk menambah pos pendapatan tersebut dinilai tidak kreatif. Cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu.
Cukai biasanya bertujuan untuk mengendalikan konsumsi dan peredaran karena dianggap menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Selama ini di Indonesia cukai baru dibebankan pada minuman yang mengandung alkohol dan berbahan tembakau. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) 2012, pendapatan dari cukai ditargetkan Rp72,4 triliun.
Angka ini lebih besar dibanding yang tertera pada APBN-P 2011 yang sebesar Rp68,07 triliun. Target yang dicanangkan pemerintah tersebut tahun ini telah terlampaui. Saat ini pendapatan cukai sudah melebihi dari Rp80 triliun. Setiap tahun pemerintah selalu menargetkan pertumbuhan pendapatan termasuk dari sektor cukai. Jika rencana pemerintah menerapkan cukai pada pulsa, pendapatan cukai diyakini akan lebih besar tahun depan karena jumlah pengguna telepon di Indonesia juga sangat besar.
Namun, rencana penerapan cukai pada pulsa ini ditentang sejumlah pihak termasuk dari industri telekomunikasi. Hal ini seperti yang diungkapkan Direktur Eksekutif Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) Eddy Thoyib yang menganggap rencana pemerintah memberlakukan cukai pulsa ini sangat mengejutkan.
Lembaga nirlaba yang juga berfungsi sebagai jembatan antara pemerintah dan para pelaku serta para peminat di bidang telekomunikasi ini menilai, selama ini industri telekomunikasi telah dibebani pengeluaran yang sangat besar. Contohnya, industri telekomunikasi dituntut untuk membangun infrastruktur sendiri. Menurut Eddy, sebagai industri yang memberikan sumbangan besar pada perekonomian, telekomunikasi seharusnya diberikan insentif dan kemudahan.
Eddy mengakui bahwa sejumlah negara telah menerapkan cukai pulsa sejak lama. Namun, beban industri telekomunikasi di sejumlah negara tersebut tidak sebesar di Indonesia. Eddy menegaskan, pada dasarnya Mastel tidak keberatan dengan pemberlakuan cukai pada pulsa. Namun, sebelumnya pemerintah tidak membebani industri dengan berbagai hal. ”Pemerintah harus memikirkan insentif yang harus diberikan kepada industri telekomunikasi, bukan malah menambah beban,” kata Eddy.
Eddy menilai bahwa rencana pemerintah menambah pendapatan dengan cara memberlakukan cukai ini langkah yang tidak kreatif. Pemerintah juga ingin mencari pendapatan yang risiko politiknya kecil. ”Pemerintah terbebani dengan subsidi BBM, namun tidak bisa berbuat banyak untuk mengurangi pengeluaran subsidi. Akhirnya mencari cara mudah untuk mendapatkan dana dengan cukai pulsa,” ungkap Eddy.
Sementara itu, pengamat industri telekomunikasi Heru Sutadi mensinyalir, rencana pemerintah untuk membebani cukai pada pulsa karena pemerintah dituntut menutupi subsidi BBM dan melihat sektor telekomunikasi ini sebagai sektor yang menggiurkan. Dengan begitu, sektor telekomunikasi ini dijadikan sasarannya. Jika ini yang terjadi, langkah tersebut tidak tepat. Apalagi industri telekomunikasi merupakan industri mandiri yang dikembangkan swadaya oleh operator.
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi dibiayai mandiri oleh operator tanpa dana pemerintah untuk membangun telekomunikasi. Sumbangan industri telekomunikasi untuk pendapatan negara pun cukup besar. "Contohnya, pendapatan yang diperoleh pemerintah dari industri telekomunikasi pada 2011 sudah besar, senilai Rp12 triliun per tahun. Karena itu, tidak perlu lagi mengenakan cukai terhadap pulsa,” kata mantan anggota BRTI ini.
Angka Rp12 triliun didapat, selain melalui pemanfaatan pendapat dari frekuensi, juga sebesar 0,5% dari gross revenue operator yang dimasukkan dalam struktur tarif ke masyarakat untuk biaya hak penyelenggara (BHP) telekomunikasi. Menurutnya, dengan cukai pulsa ini, tidak hanya operator yang merasa terbebani.
Masyarakat juga terbebani karena menyebabkan kenaikan harga pulsa. ”Visi pemerintah adalah untuk menyediakan pelayanan telekomunikasi yang terjangkau masyarakat. Dengan pengenaan cukai terhadap pulsa, pemerintah mengkhianati dirinya sendiri,” tandas Heru.
Cukai biasanya bertujuan untuk mengendalikan konsumsi dan peredaran karena dianggap menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Selama ini di Indonesia cukai baru dibebankan pada minuman yang mengandung alkohol dan berbahan tembakau. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) 2012, pendapatan dari cukai ditargetkan Rp72,4 triliun.
Angka ini lebih besar dibanding yang tertera pada APBN-P 2011 yang sebesar Rp68,07 triliun. Target yang dicanangkan pemerintah tersebut tahun ini telah terlampaui. Saat ini pendapatan cukai sudah melebihi dari Rp80 triliun. Setiap tahun pemerintah selalu menargetkan pertumbuhan pendapatan termasuk dari sektor cukai. Jika rencana pemerintah menerapkan cukai pada pulsa, pendapatan cukai diyakini akan lebih besar tahun depan karena jumlah pengguna telepon di Indonesia juga sangat besar.
Namun, rencana penerapan cukai pada pulsa ini ditentang sejumlah pihak termasuk dari industri telekomunikasi. Hal ini seperti yang diungkapkan Direktur Eksekutif Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) Eddy Thoyib yang menganggap rencana pemerintah memberlakukan cukai pulsa ini sangat mengejutkan.
Lembaga nirlaba yang juga berfungsi sebagai jembatan antara pemerintah dan para pelaku serta para peminat di bidang telekomunikasi ini menilai, selama ini industri telekomunikasi telah dibebani pengeluaran yang sangat besar. Contohnya, industri telekomunikasi dituntut untuk membangun infrastruktur sendiri. Menurut Eddy, sebagai industri yang memberikan sumbangan besar pada perekonomian, telekomunikasi seharusnya diberikan insentif dan kemudahan.
Eddy mengakui bahwa sejumlah negara telah menerapkan cukai pulsa sejak lama. Namun, beban industri telekomunikasi di sejumlah negara tersebut tidak sebesar di Indonesia. Eddy menegaskan, pada dasarnya Mastel tidak keberatan dengan pemberlakuan cukai pada pulsa. Namun, sebelumnya pemerintah tidak membebani industri dengan berbagai hal. ”Pemerintah harus memikirkan insentif yang harus diberikan kepada industri telekomunikasi, bukan malah menambah beban,” kata Eddy.
Eddy menilai bahwa rencana pemerintah menambah pendapatan dengan cara memberlakukan cukai ini langkah yang tidak kreatif. Pemerintah juga ingin mencari pendapatan yang risiko politiknya kecil. ”Pemerintah terbebani dengan subsidi BBM, namun tidak bisa berbuat banyak untuk mengurangi pengeluaran subsidi. Akhirnya mencari cara mudah untuk mendapatkan dana dengan cukai pulsa,” ungkap Eddy.
Sementara itu, pengamat industri telekomunikasi Heru Sutadi mensinyalir, rencana pemerintah untuk membebani cukai pada pulsa karena pemerintah dituntut menutupi subsidi BBM dan melihat sektor telekomunikasi ini sebagai sektor yang menggiurkan. Dengan begitu, sektor telekomunikasi ini dijadikan sasarannya. Jika ini yang terjadi, langkah tersebut tidak tepat. Apalagi industri telekomunikasi merupakan industri mandiri yang dikembangkan swadaya oleh operator.
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi dibiayai mandiri oleh operator tanpa dana pemerintah untuk membangun telekomunikasi. Sumbangan industri telekomunikasi untuk pendapatan negara pun cukup besar. "Contohnya, pendapatan yang diperoleh pemerintah dari industri telekomunikasi pada 2011 sudah besar, senilai Rp12 triliun per tahun. Karena itu, tidak perlu lagi mengenakan cukai terhadap pulsa,” kata mantan anggota BRTI ini.
Angka Rp12 triliun didapat, selain melalui pemanfaatan pendapat dari frekuensi, juga sebesar 0,5% dari gross revenue operator yang dimasukkan dalam struktur tarif ke masyarakat untuk biaya hak penyelenggara (BHP) telekomunikasi. Menurutnya, dengan cukai pulsa ini, tidak hanya operator yang merasa terbebani.
Masyarakat juga terbebani karena menyebabkan kenaikan harga pulsa. ”Visi pemerintah adalah untuk menyediakan pelayanan telekomunikasi yang terjangkau masyarakat. Dengan pengenaan cukai terhadap pulsa, pemerintah mengkhianati dirinya sendiri,” tandas Heru.
(hyk)