Awas! Menelepon sama saja merokok

Minggu, 30 Desember 2012 - 13:46 WIB
Awas! Menelepon sama...
Awas! Menelepon sama saja merokok
A A A
PEMERINTAH berencana mengenakan cukai pada pulsa telepon seluler. Alasannya, penggunaan telepon seluler dalam jangka panjang bisa berdampak pada kesehatan penggunanya.

Kabar mengejutkan bagi masyarakat beberapa waktu lalu keluar dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pulsa telepon seluler bakal dikenai cukai. Sontak, kabar tersebut memunculkan pro-kontra di masyarakat. Tentu saja kabar ini mengagetkan banyak pihak, bukan hanya dari kalangan operator seluler, melainkan juga semua pengguna telepon seluler. Jika kebijakan ini benar diterapkan, harga tarif pulsa tentu semakin mahal.

Lagi-lagi masyarakat yang akan menjadi korban dari rencana penerapan kebijakan baru tersebut. Saat ini warga dari kelas ekonomi menengah sampai ke atas begitu bergantung terhadap pemakaian telepon genggam. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, alasan mendasar rencana diterapkannya kebijakan ini karena penggunaan telepon seluler dalam jangka panjang bisa berdampak pada kesehatan.

Karena itu, cukai menjadi instrumen untuk membatasi pemakaian pulsa seluler. "Bagi siapa yang menggunakan telepon seluler lebih dari 10 tahun akan dapat menggandakan risiko kanker otak. Hal ini benar adanya karena radiasi telepon seluler dapat memicu kanker otak, tumor sel saraf pendengaran, tumor kelenjar saliva, leukimia dan limfoma," kata Bambang di Gedung DPR, Selasa 11 Desember 2012.

Pengenaan cukai pada pulsa telepon didasarkan pada Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 39/2007 tentang cukai, yaitu setiap komoditas bisa dikenai cukai jika memiliki sifat atau karakteristik tertentu. Menurut undang-undang tersebut, saat ini barang kena cukai adalah etil alkohol (EA) atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA), dan hasil tembakau. Barang-barang itu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, dan pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

Selain itu, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Dari berbagai riset menunjukkan, penggunaan telepon seluler lebih dari 10 tahun akan menggandakan risiko kanker otak.Selain itu, radiasi telepon seluler dapat memicu kanker otak, tumor sel saraf pendengaran, tumor kelenjar saliva, leukemia, dan limfoma. Karena itu, beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), India, Tajikistan, Estonia, Rumania, Serbia, dan Slovenia memang telah menerapkan kebijakan cukai tersebut.

Indonesia masih perlu mengkaji lebih dalam karena selain bisa menimbulkan gejolak, dampak kesehatan langsung yang diakibatkan pemakaian telepon seluler sampai saat ini belum terbukti ada. Jika cukai pulsa ini benar akan diterapkan, praktis kebijakan ini akan meningkatkan pendapatan negara dari sisi penerimaan cukai dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013.

Pada satu sisi hal ini akan mampu meningkatkan penerimaan negara mengingat mayoritas masyarakat menggunakan telepon seluler. Pada sisi yang lain, masyarakat akan merasa terbebani dengan naiknya tarif pulsa, padahal pemakaian telepon seluler kini bukan barang mewah lagi alias siapa pun sudah memakainya. Pada tahun ini realisasi penerimaan cukai per 30 November 2012 telah mencapai Rp87,5 triliun dari target Rp83,2 triliun.

Berdasarkan RAPBN 2013, perkiraan penerimaan cukai mencapai RP89 triliun, terdiri dari cukai hasil tembakau Rp85 triliun, dan cukai minuman mengandung etil alkohol Rp4 triliun. Jika ditambah dengan cukai pulsa dan soda,penerimaan negara dari cukai saja bisa mencapai ratusan triliun rupiah. ”Kami sedang membahas itu (cukai pulsa). Belum dikeluarkan (informasinya), belum bisa diinformasikan lebih lanjut. Sudah ya, saya sedang di jalan,” kata Bambang saat dihubungi SINDO, Kamis 27 Desember, yang meminta penjelasan mengenai berapa biaya penarikan cukai setiap harga pulsa dan kapan pastinya kebijakan itu akan diterapkan.

Anggota Komisi Keuangan DPR Achsanul Qosasi mengatakan, pada soda atau minuman beralkohol mutlak dikenai cukai. Alasannya, itu ada persoalan yang menyebabkan kesehatan seseorang bisa terganggu. Tetapi jika diterapkan pada tarif pulsa, itu belum tepat. ”Telepon seluler kini bukan barang mewah lagi dan efek terhadap kesehatan pun belum terbukti adanya di Indonesia. Saya rasa Kementerian Keuangan perlu mengkajinya lebih dalam lagi. Ditahan dulu dan dievaluasi lagi,” kata politikus Partai Demokrat ini kepada SINDO.

Kebijakan cukai pulsa belum tepat jika diterapkan pada 2013. Bahwa itu berpotensi bisa meningkatkan penerimaan negara, ya, tetapi dinilai bisa memberatkan masyarakat di pihak lain. Ada baiknya jika pemerintah berkonsentrasi mengoptimalkan cukai soda, tembakau, atau minuman beralkohol lain. Sebab, barang-barang ini jelas memengaruhi kesehatan masyarakat.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0839 seconds (0.1#10.140)