Menteng siap jadi wisata medis
A
A
A
Kasikorn Research Centre, Bangkok, Thailand, memprediksi sektor wisata medis atau program kegiatan pariwisata yang terkait dengan kesehatan di Thailand akan mencapai USD4,56 juta tahun ini atau naik 18% dibanding tahun lalu.
Dari jumlah itu, USD2, 28 juta diraih dari biaya jasa pelayanan medis di rumah sakit. Sementara, sebagian lagi diraih dari pelayanan nonmedis, yakni USD1,62 dari jasa akomodasi, makanan, dan suvenir.
Sisanya, USD 651.900, dari jasa pijat dan spa. Saat ini tingkat kompetisi pada sektor wisata medis sangat ketat, mengingat sejumlah rumah sakit di Singapura, India, Malaysia, dan Filipina juga menawarkan program serupa dan menjadi lawan yang kuat bagi sejumlah rumah sakit di Thailand.
Kasikorn Research Centre juga memprediksi persaingan wisata medis di kawasan ASEAN akan semakin sengit setelah Komunitas Ekonomi ASEAN dibuka pada 2015.
Lalu, bagaimana Indonesia menyikapi hal ini? Maklum, selama ini banyak pasien dari Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negeri. Tetapi, untuk beberapa tahun men-datang boleh jadi hal itu tak akan terjadi lagi.
Sebab, sejumlah daerah di Indonesia terus digenjot untuk dijadikan kawasan tujuan wisata medis (medical tourism). Tentu saja, berbagai fasilitas dan layanan kesehatan menjadi faktor utama yang akan ditawarkan. Selain untuk menghambat pasien domestik berobat ke luar negeri, langkah ini dilakukan untuk menarik pasien dari negara lain di tengah ketatnya persaingan wisata medis.
Padahal, selama ini sebenarnya pasien Indonesia tidak perlu berobat ke Singapura, Thailand, atau Malaysia. Karena, sejumlah rumah sakit dalam negeri sudah menerapkan konsep medical tourism.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Djoko Sardjoko mengatakan, medical tourism adalah aktivitas seseorang yang melakukan pengobatan ke negara lain, tapi di sisi lain mereka juga ingin berwisata di negara tersebut.
Aktivitas medical tourism tentunya dilakukan seorang pasien yang ingin melakukan pengobatan di rumah-rumah sakit yang punya kualitas yang bagus.
Biasanya ini dilakukan karena di dalam negeri tidak ada atau tidak lengkap layanan pengobatan untuk pemeriksaan suatu penyakit tertentu. ”Orang Indonesia mestinya sudah tidak lagi berobat ke luar negeri karena sejumlah rumah sakit di Indonesia memiliki fasilitas dan layanan yang lengkap, seperti halnya di RSCM Jakarta,” ungkap Djoko kepada Seputar Indonesia (SINDO), Sabtu 15 Desember 2012.
Menurutnya, Jakarta Pusat dapat dijadikan sebagai kawasan wisata medis karena di daerah ini terdapat beberapa rumah sakit yang punya kualitas bagus dan terhubung dengan tempat-tempat wisata yang memadai.
”Namun untuk menjadi kawasan wisata medis, sebuah rumah sakit harus memiliki beberapa syarat di antaranya terdapat alat-alat kedokteran yang lengkap,punya dokter ahli yang lengkap, dan semua pelayanannya bagus,” ungkap pria yang menjadi Koordinator Tim Ahli Dokter Kepresidenan RI dari era Soeharto sampai saat ini.
Djoko memaparkan, banyaknya WNI yang berobat ke luar negeri karena rumah-rumah sakit di Singapura atau Thailand lebih dulu mengenalkantentangwisatamedis. Mestinya Indonesia juga bisa menerapkan konsep tersebut, sehingga masyarakat tidak lagi berobat ke negara-negara tetangga. Upaya untuk menjadikan Jakarta sebagai kawasan wisata medis mulai diaplikasikan, terutama yang terlihat di kawasan Menteng.
Sejumlah fasilitas kesehatan sudah lama berdiri di sini seperti RSIA Bunda (sejak 1973), Kimia Farma (1971), Klinik Moegni (1972), Prodia (1973), dan Jakarta Eye Center (1984), yang membentang sepanjang 1,5 kilometer antara Jalan RP Soeroso dan Jalan Teuku Cik Ditiro. Di area ini juga dikelilingi pusat perbelanjaan,restoran, dan hotel berkelas.
”Kami menyebutnya Menteng Healthcare Boulevard. Ini adalah langkah kecil secara kolektif dalam upaya membangun citra pelayanan kesehatan yang berkualitas di Jakarta,” ujar dr Ivan R Sini SpOG, Direktur Pengembangan PT Bunda Medik saat pembukaan RSU Bunda, Menteng, beberapa waktu lalu.
Dengan berdirinya RSU Bunda, maka layanan kesehatan di sekitar kawasan Menteng terasa lebih lengkap. Sebab, RSU Bunda memiliki layanan fasilitas teknologi yang canggih bagi pengobatan pasien.
Ini merupakan rumah sakit pertama di Indonesia yang menggunakan robotic surgery. RSU Bunda juga dilengkapi dengan fasilitas diagnostic imaging termutakhir seperti CT Scan 128 Slice, MRI 1,5 Tesla, Cath Lab, Digital XRay,Angiogram,Minimal Invasive Laparoscopy, dan Endoscopy.
”Fasilitas semakin lengkap dengan adanya Bunda Heart Center dan Bunda Neuro Center. Ini tentu memberikan kemudahan kepada pasien untuk mendapatkan hasil tindakan medis yang cepat, akurat, dan aman,”ungkap Ivan.
Kesiapan menuju Jakarta sebagai pusat wisata bisnis di Asia Tenggara juga ditunjukkan Siloam Hospital Group. Agenda ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia.
CEO Rumah Sakit MRCCC Siloam Semanggi Hanny Moniaga mengatakan, pihaknya memiliki fasilitas dan sumber daya manusia yang memadai, mulai Digital X-Ray, MRI 3 Tesla, MSCT 256 slices, ERCP, Digital Mamografi, dan sarana khusus yaitu PET/CT,SPECT. Selain itu, terdapat juga layanan radioterapi dengan varian LINAC serta Rapid ARC yang baru pertama kali ada di sini.
Demi memudahkan agendanya, rumah sakit ini bekerja sama dengan agen perjalanan untuk membawa turis asing menjelajahi tempat wisata di Jakarta, di antaranya pusat kerajinan tangan, museum, kota tua Batavia, dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Sementara, RSCM Jakarta kini tengah melakukan renovasi besar-besaran untuk meningkatkan pelayanannya.
Di Indonesia sudah terdapat lima rumah sakit yang berstandar internasional, yaitu RS Siloam Karawaci, RS Eka Bumi Serpong Damai, RS Santosa Bandung, RS Premier Bintaro, dan RS Premier Jatinegara
Dari jumlah itu, USD2, 28 juta diraih dari biaya jasa pelayanan medis di rumah sakit. Sementara, sebagian lagi diraih dari pelayanan nonmedis, yakni USD1,62 dari jasa akomodasi, makanan, dan suvenir.
Sisanya, USD 651.900, dari jasa pijat dan spa. Saat ini tingkat kompetisi pada sektor wisata medis sangat ketat, mengingat sejumlah rumah sakit di Singapura, India, Malaysia, dan Filipina juga menawarkan program serupa dan menjadi lawan yang kuat bagi sejumlah rumah sakit di Thailand.
Kasikorn Research Centre juga memprediksi persaingan wisata medis di kawasan ASEAN akan semakin sengit setelah Komunitas Ekonomi ASEAN dibuka pada 2015.
Lalu, bagaimana Indonesia menyikapi hal ini? Maklum, selama ini banyak pasien dari Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negeri. Tetapi, untuk beberapa tahun men-datang boleh jadi hal itu tak akan terjadi lagi.
Sebab, sejumlah daerah di Indonesia terus digenjot untuk dijadikan kawasan tujuan wisata medis (medical tourism). Tentu saja, berbagai fasilitas dan layanan kesehatan menjadi faktor utama yang akan ditawarkan. Selain untuk menghambat pasien domestik berobat ke luar negeri, langkah ini dilakukan untuk menarik pasien dari negara lain di tengah ketatnya persaingan wisata medis.
Padahal, selama ini sebenarnya pasien Indonesia tidak perlu berobat ke Singapura, Thailand, atau Malaysia. Karena, sejumlah rumah sakit dalam negeri sudah menerapkan konsep medical tourism.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Djoko Sardjoko mengatakan, medical tourism adalah aktivitas seseorang yang melakukan pengobatan ke negara lain, tapi di sisi lain mereka juga ingin berwisata di negara tersebut.
Aktivitas medical tourism tentunya dilakukan seorang pasien yang ingin melakukan pengobatan di rumah-rumah sakit yang punya kualitas yang bagus.
Biasanya ini dilakukan karena di dalam negeri tidak ada atau tidak lengkap layanan pengobatan untuk pemeriksaan suatu penyakit tertentu. ”Orang Indonesia mestinya sudah tidak lagi berobat ke luar negeri karena sejumlah rumah sakit di Indonesia memiliki fasilitas dan layanan yang lengkap, seperti halnya di RSCM Jakarta,” ungkap Djoko kepada Seputar Indonesia (SINDO), Sabtu 15 Desember 2012.
Menurutnya, Jakarta Pusat dapat dijadikan sebagai kawasan wisata medis karena di daerah ini terdapat beberapa rumah sakit yang punya kualitas bagus dan terhubung dengan tempat-tempat wisata yang memadai.
”Namun untuk menjadi kawasan wisata medis, sebuah rumah sakit harus memiliki beberapa syarat di antaranya terdapat alat-alat kedokteran yang lengkap,punya dokter ahli yang lengkap, dan semua pelayanannya bagus,” ungkap pria yang menjadi Koordinator Tim Ahli Dokter Kepresidenan RI dari era Soeharto sampai saat ini.
Djoko memaparkan, banyaknya WNI yang berobat ke luar negeri karena rumah-rumah sakit di Singapura atau Thailand lebih dulu mengenalkantentangwisatamedis. Mestinya Indonesia juga bisa menerapkan konsep tersebut, sehingga masyarakat tidak lagi berobat ke negara-negara tetangga. Upaya untuk menjadikan Jakarta sebagai kawasan wisata medis mulai diaplikasikan, terutama yang terlihat di kawasan Menteng.
Sejumlah fasilitas kesehatan sudah lama berdiri di sini seperti RSIA Bunda (sejak 1973), Kimia Farma (1971), Klinik Moegni (1972), Prodia (1973), dan Jakarta Eye Center (1984), yang membentang sepanjang 1,5 kilometer antara Jalan RP Soeroso dan Jalan Teuku Cik Ditiro. Di area ini juga dikelilingi pusat perbelanjaan,restoran, dan hotel berkelas.
”Kami menyebutnya Menteng Healthcare Boulevard. Ini adalah langkah kecil secara kolektif dalam upaya membangun citra pelayanan kesehatan yang berkualitas di Jakarta,” ujar dr Ivan R Sini SpOG, Direktur Pengembangan PT Bunda Medik saat pembukaan RSU Bunda, Menteng, beberapa waktu lalu.
Dengan berdirinya RSU Bunda, maka layanan kesehatan di sekitar kawasan Menteng terasa lebih lengkap. Sebab, RSU Bunda memiliki layanan fasilitas teknologi yang canggih bagi pengobatan pasien.
Ini merupakan rumah sakit pertama di Indonesia yang menggunakan robotic surgery. RSU Bunda juga dilengkapi dengan fasilitas diagnostic imaging termutakhir seperti CT Scan 128 Slice, MRI 1,5 Tesla, Cath Lab, Digital XRay,Angiogram,Minimal Invasive Laparoscopy, dan Endoscopy.
”Fasilitas semakin lengkap dengan adanya Bunda Heart Center dan Bunda Neuro Center. Ini tentu memberikan kemudahan kepada pasien untuk mendapatkan hasil tindakan medis yang cepat, akurat, dan aman,”ungkap Ivan.
Kesiapan menuju Jakarta sebagai pusat wisata bisnis di Asia Tenggara juga ditunjukkan Siloam Hospital Group. Agenda ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia.
CEO Rumah Sakit MRCCC Siloam Semanggi Hanny Moniaga mengatakan, pihaknya memiliki fasilitas dan sumber daya manusia yang memadai, mulai Digital X-Ray, MRI 3 Tesla, MSCT 256 slices, ERCP, Digital Mamografi, dan sarana khusus yaitu PET/CT,SPECT. Selain itu, terdapat juga layanan radioterapi dengan varian LINAC serta Rapid ARC yang baru pertama kali ada di sini.
Demi memudahkan agendanya, rumah sakit ini bekerja sama dengan agen perjalanan untuk membawa turis asing menjelajahi tempat wisata di Jakarta, di antaranya pusat kerajinan tangan, museum, kota tua Batavia, dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Sementara, RSCM Jakarta kini tengah melakukan renovasi besar-besaran untuk meningkatkan pelayanannya.
Di Indonesia sudah terdapat lima rumah sakit yang berstandar internasional, yaitu RS Siloam Karawaci, RS Eka Bumi Serpong Damai, RS Santosa Bandung, RS Premier Bintaro, dan RS Premier Jatinegara
(kur)