Beralih ke pengobatan herbal

Selasa, 11 Desember 2012 - 08:09 WIB
Beralih ke pengobatan...
Beralih ke pengobatan herbal
A A A
Mahalnya harga obat-obatan kimia saat ini membuat masyarakat beralih ke pengobatan herbal. Bukan hanya murah, obat herbal diyakini mempunyai khasiat lebih dan tidak menimbulkan efek samping.

Masyarakat Indonesia tidak asing dengan memanfaatkan obat-obatan herbal. Pasalnya, sejak sekitar tahun 70-an pengobatan tradisional seperti jamu atau obat-obatan yang berbahan dasar tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah asal Indonesia sudah mentradisi. Kini di era dunia kedokteran yang semakin maju, pengobatan herbal kembali diminati publik.

Maraknya penggunaan obat herbal ditengarai akibat harga obat-obatan sintetis (kimia) yang melambung tinggi. Saat ini setiap pasien harus menanggung beban ganda ketika berobat di rumah-rumah sakit. Selain mereka harus membayar biaya penginapan dan dokter rumah sakit, mereka juga dibebankan pada pembiayaan obatobatan yang tinggi. Akibatnya,banyak pasien di tengah masa pengobatan beralih menggunakan obat-obatan herbal karena tak sanggup membeli obat sintetis yang terlampau mahal.

Kepala Unit Pengobatan Alternatif Komplementer Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta dr Aldrin Neilwan SpAk MARS MBiomed (onk) mKes mengatakan, bukan suatu hal yang mengherankan jika masyarakat lebih memilih pengobatan herbal daripada sintetis. Hal ini disebabkan harga obatobatan herbal cenderung murah dan kini mudah didapatkan. Sementara, obat-obatan sintetis harganya lebih mahal karena berkaitan dengan proses pengolahan obat.

”Jika melihat proses pengolahan obat-obatan herbal yang selama ini ada, itu lebih sederhana dibanding pengolahan obat sintetis.Alasan yang mendasarinya berkaitan dengan pengolahan, kualitas, penelitian khasiat obat dan alat-alat teknologi penelitian. Hal ini yang membuat harga obat kimia mahal,” kata mantan Sekretaris Bidang Kajian Kedokteran Komplementer Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini kepada Seputar Indonesia (SINDO), Jumat lalu.

Yang menjadi persoalan adalah kenapa banyak pasien di tengah masa pengobatan menggunakan obat-obatan kimia, lantas beralih ke obat-obatan herbal. Kondisi yang demikian tentu saja sangat membahayakan diri pasien.

”Harus dilihat dulu indikasi penyakitnya, jika konsekuensinya terlalu besar maka tidak dibolehkan beralih. Pengobatan herbal bersifat penunjang, promotif dan preventif,”lanjutnya.

Pengobatan herbal yang memiliki sifat promotif bermanfaat meningkatkan kebugaran dan stamina. Sementara, yang bersifat preventif berguna menjaga stabilitas daya tahan tubuh. Contoh pengobatan tradisional yang memiliki dua sifat ini adalah jamu.

Dalam hal ini, yang lebih penting dalam penggunaan obat herbal harus meliputi beberapa hal di antaranya aman dikonsumsi, bermanfaat dan efisien, serta punya kualitas yang bermutu. Di tengah masyarakat muncul anggapan bahwa jika menggunakan obatobatan herbal tidak akan memunculkan efek samping.

Tentu saja penilaian ini merupakan sesat pikir yang tidak banyak diketahui masyarakat. Sehingga,banyak pasien beranggapan ketika di tengah masa pengobatan menggunakan obat kimia, tiba-tiba beralih ke pengobatan tradisional, padahal efek samping yang ditimbulkan bisa berbahaya karena tanpa melalui deteksi medis terlebih dahulu.

”Masyarakat kiranya mengerti bahwa obat-obatan herbal yang tersedia di banyak tempat di Indonesia sekarang ini juga mempunyai efek samping. Hanya, efek samping yang ditimbulkan tidak sebesar pada obatobatan konvensional,”urai Aldrin.

Masyarakat Indonesia sebaiknya menggunakan obat herbal yang berasal dari negeri sendiri. Hal ini bertujuan untuk mengangkat kualitas dan pamor obat herbal Indonesia di dunia pengobatan internasional.

Terlebih, sudah jamak diketahui bahwa Indonesia merupakan negara terbesar kedua sebagai penghasil tumbuh-tumbuhan yang bisa dijadikan obat-obatan herbal. Brasil berada di urutan pertama, sementara China yang selama ini dikenal dengan pengobatan herbal, sejatinya banyak menggunakan bahan dasar dari alam Indonesia.

”Selain karena negeri kita kaya tumbuh-tumbuhan herbal, yang penting juga turut mengangkat perekonomian dalam negeri, jika semakin banyak masyarakat kita yang menggunakan produk herbal negeri sendiri,”lanjutnya.

Sudah saatnya bangsa ini menyelamatkan heritage kekayaan alam negeri sendiri. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengangkat kekayaan obat-obat herbal di Indonesia seperti teh celup daun sukun, teh celup daun sirsak, dan minyak kayu putih.

”Yang pasti obat herbal yang dihasilkan tidak menggunakan bahan kimia beracun dan tidak mengandung logam berbahaya,jadi relatif aman dan berada di bawah standar keamanan pangan internasional,” kata Presiden Direktur PT Mahkota Dewa Indonesia Ning Hermanto,(SINDO,31/3).
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1620 seconds (0.1#10.140)